MANAJEMEN LIKUIDITAS
BANK SYARI’AH
(Upaya
Peningkatan Good Corporate Governance)
Nora Harjuliana
Ekonomi Syariah Kelompok 4
Semester 7
Sekolah Tinggi
Agama Islam Negeri(STAIN)Watampone
Jalan Hos Cokroaminoto, Watampone
Abstrak
Baik bank konvensinal dan
syariah memiliki kewajiban untuk
meyakinkan pelanggan bahwa uang yang mereka simpan dijamin. sehingga
dalam rangka memberikan keamanan kepada pelanggan, bank harus memiliki
manajemen likuiditas yang memaksa bank untuk memenuhi saat ini atau kewajiban
masa depan.
Secara umum, likuiditas adalah kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dana (cash flow)
dengan segera dan dengan biaya yang sesuai. Likuiditas bank adalah kemampuan
bank untuk memenuhi kewajibannya, terutama kewajiban dana jangka pendek. Dari
sudut aktiva, likuiditas adalah kemampuan untuk mengubah seluruh asset menjadi
bentuk tunai (cash). Sedangkan dari sudut
pasiva, likuiditas adalah kemampuan memenuhi kebutuhan dana melalui peningkatan
portofolio liabilitas. Manajemen likuiditas adalah mengelola bagai mana bank
dapat memenuhi baik kewajiban yang sekarang maupun kewajiban yang akan datang
bila terjadi penarikan atau pelunasan asset liability yang sesuai perjanjian
atau pun yang belum diperjanjikan (tidak terduga).
Likuditas merupakan hal yang
penting dalam bisnis perbankan. Sebab, likuiditas berkaitan dengan masalah
keoercayaan masyarakat. Bank adalah bisnis yang dilandasi pada kepercayaan.
Baik buruknya likuiditas bank dipengaruhi oleh banyak faktor. Namun faktor
dominannya dapat dikelompokkan menjadi faktor eksternal dan faktor internal.
Ada beberapa instrumen likuiditas yang da pat dijalankan bank
syari’ah dalam rangka memenuhi kewajiban likuiditasnya, antara lain : Giro
Wajib Minimum (Statury Reserve Requirement) adalah simpanan minimum bank
umum dalam giro pada Bank Indonesia yang besarnya ditetapkan oleh Bank
Indonesia berdasarkan per sentase tertentu dari Dana Pihak Ketiga (DPK),
Kliring adalah suatu istilah dalam dunia perbankan dan keuangan yang
menunjukkan suatu aktivitas yang berjalan sejak saat terjadinya kesepakatan
untuk suatu transaksi hingga selesainya pelaksanaan kesepakatan tersebut. Agar
bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syari’ah dapat juga mengelola
kelebihan dan kekurangan dana secara efisien, maka diperlukan Pasar Uang
Antarbank berdasarkan prinsip Syari’ah (PUAS) dan menggunakan piranti yang
sesuai dengan prinsip syari’ah. Sertifikat Wadi’ah Bank Indonesia (SWBI), pasar modal merupakan tempat pertemuan
antara penawaran dan permintaan surat berharga. Pasar modal merupakan tempat
pertemuan antara penawaran dan permintaan surat berharga.
Pengelolaan likuditas
merupakan masalah yang sangat kompleks dalam kegiatan operasional suatu bank.
Pemicu utama kebangkrutan bank baik bank yang besar maupun yang kecil, bukanlah
karena kegagalan pada pembiayaan yang menyebabkan kerugian, melainkan lebih
kepada ketidakmampuan bank untuk melakuan pengelolaan likuditas.
Dalam menjalankan kegiatan operasionalnya bank dapat mengalami
kelebihan atau kekurangan likuiditas. Dalam hal terjadi kelebihan likuiditas,
bank melakukan penempatan kelebihan likuiditas sehingga dapat mem peroleh
keuntungan. Sedangkan bila mengalami kekurangan likuiditas bank memerlukan
sarana untuk menutupi kekurangan likuiditas baik yang disebabkan oleh kalah
kliring maupun untuk menambah likuiditas dalam rangka kegiatan pembiayaan
sehingga kegiatan operasional bank dapat berjalan dengan baik.
Keywords : Likuiditas, Manajemen
Likuiditas, Instrumen Likuiditas, Pengelolaan Likuiditas.
A. Latar Belakang
Secara umum tugas utama bank
adalah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan. Kemudian dana
yang telah terkumpul tersebut disalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk
pinjaman (kredit), serta memberikan jasa-jasa bank lain nya. Untuk bisa
menghimpun dana dari masya rakat, maka bank memiliki keharusan untuk meyakinkan
nasabah bahwa uang yang mereka titipkan dijamin keamanannya. Dengan demikian,
agar bisa memberikan keamanan kepada para nasabah, maka bank tersebut haruslah
likuid atau dapat memenuhi kewajiban jangka pendeknya yakni memiliki dana fresh atau uang cash untuk melayani nasabah dalam
pengambilan tunai dan juga memenuhi dan merealisasikan pengajuan permohonan
kredit atau pembiayaan.[1]
Kajian mengenai likuiditas
di dunia perbankan, merupakan satu keharusan yang harus dilakukan, baik itu
oleh pihak perbankan, praktisi keuangan, ataupun pihak-pihak ketiga yang
berencana menitipkan dananya di bank. Pentingnya penilaian atas likuiditas
suatu bank merupakan salah satu cara untuk bisa menentukan apakah bank tersebut
dalam kondisi yang sehat, cukup sehat, kurang sehat, dan tidak sehat.[2]
Salah satu penyebab
kebangkrutan suatu bank adalah karena ketidakmampuannya dalam memenuhi kebutuhan
likuiditasnya. Oleh karena itu, likuiditas yang tersedia harus cukup sehingga
tidak mengganggu kebutuhan operasional.[3] Salah satu alat ukur yang
utama yang bisa digunakan untuk menentukan kondisisuatu bank dikenal dengan
nama analisis CAMEL. Analisis ini terdiri dari beberapa aspek: Pertama, Capital, yakni penilaian
terhadap kewajiban penyediaan modal minimum yang dimiliki bank. Kedua, Kualitas Aset, yakni menilai
jenis-jenis asset yang dimiliki suatu bank. Ketiga, Kualitas Manajemen, yakni penilaian terhadap
kualitas manusianya dalam mengelola bank, bisa dilihat dari segi pendidikan,
pengalaman para karyawannya, dan lain-lain. Ke empat, Earning, yakni penilaian
terhadap kemam puan bank dalam meningkatkan keuntungan. Kelima, Likuiditas, yakni penilaian atas
kemampuan bank untuk membayar semua utangnya, terutama utang jangka pendek.[4]
B. Pengertian
Likuiditas Bank Syariah
Secara umum, likuiditas
adalah kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan dana (cash flow) dengan segera dan dengan biaya yang sesuai. Fungsi
likuiditas secara umum adalah:
1.
Menjalankan transaksi bisnisnya sehari-hari.
2.
Mengatasi kebutuhan dana yang mendesak.
3.
Memuaskan permintaan nasabah akan pinjaman dan memberikan
fleksibilitas dalam meraih kesempatan investasi menarik yang menguntungkan.[5]
Likuiditas bank adalah
kemampuan bank untuk memenuhi kewajibannya, terutama kewa jiban dana jangka
pendek. Dari sudut aktiva, likuiditas adalah kemampuan untuk mengubah seluruh
asset menjadi bentuk tunai (cash). Sedangkan dari sudut pasiva, likuiditas adalah kemampuan
memenuhi kebutuhan dana melalui peningkatan portofolio liabilitas.[6]
Manajemen likuiditas adalah
mengelola bagai mana bank dapat memenuhi baik kewajiban yang sekarang maupun
kewajiban yang akan datang bila terjadi penarikan atau pelunasan asset
liability yang sesuai perjanjian atau pun yang belum diperjanjikan (tidak ter
duga).[7]
Suatu bank syariah dapat
dikatakan likuid apabila:[8]
1.
Dapat memelihara Giro Wajib Minimum di Bank Indonesia sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
2.
Dapat memelihara Giro di Bank Koresponden. Giro di Bank
Koresponden ada lah rekening yang dipelihara di Bank Koresponden yang besarnya
ditetapkan berdasar kan Saldo Minimum.
3.
Dapat memelihara sejumlah Kas secukupnya untuk memenuhi
pengambilan uang tunai.
Tujuan manajemen likuiditas
adalah:
a.
Menjaga posisi likuiditas bank agar selalu berada pada posisi yang
ditentukan oleh otoritas moneter, yakni bank Indonesia.
b.
Mengelola alat likuid agar memenuhi semua kebutuhan cash flow
termasuk kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan.
c.
Memperkecil terjadinya idel fund (dana yang menganggur).
d.
Menjaga posisi likuiditas dan proyeksi arus kas agar selalu dalam
posisi aman.
Fungsi manajemen likuiditas
salah satunya adalah memberikan keyakinan kepada para penyimpan dana bahwa
deposan dapat menarik dananya sewaktu-waktu atau pada saat jatuh tempo , dana
tersebut dapat ditarik. Oleh karena itu, bank wajib mempertahankann sejumlah
dana likuid agar bank dapat memenuhi kewajibannya tersebut.[9]
Ciri-ciri bank yang memiliki
likuiditas yang sehat, adalah sebagai berikut:
1.
Memiliki sejumlah alat likuid, cash assset (uang kas, rekening
pada bank senttralndan bank lainnya) setara dengan kebutuhan likuiditas yang
diperkirakan.
2.
Memiliki likuiditas kurang dari kebutuhan, tetapi memiliki
surat-surat berharga yang segera dapat dialihkan menjadi kas, tanpa harus
mengalami kerugian baik sebelum atau sesudah jatuh tempo.
3.
Memiliki kemampuan untuk memperoleh likuiditas dengan cara
menciptkan uang, misalnya dengan menjual surat berharga dengan menjual surat
berharga dengan repurchase agreement.
4.
Memenuhi ratio pengukuran likuiditas yang sehat, yaitu:
a.
Rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga:
1)
Merupak ukuran untuk menilai kemampuan bank dalam memenuhi
kebutuhan likuiditas akibat penarikan dana oleh pihak ketiga dengan menggunakan
alat likuid bank yang tersedia.
2)
Alat likuid bank terdiri atas uang kas, saldo giro, pada bank
sentra dan bank koresponden.
3)
Semakin besar rasio ini semakin besar kemampuan bank memenuhi
kewajiban jangka pendeknya, tetapi disisi lain mengidentifikasikan semakin
besarnya idle money.
b.
Ratio pembayaran terhadap total dana pihak ketiga (FDR):
1)
Finance to Deposit Ratio (FDR), yang menggambarkan perbandingan
pembiayaan yang disalurkan dengan jumlah DPK yang disalurkan.
2)
Ratio ini harus dipelihara pada posisi tertentu yaitu 75-100%.
Jika ratio dibawah 75% maka bank dalam kondisi kelebihan likuiditas dan jika
ratio diatas 100% maka bank dalam kondisi kurang likuid.
3)
Menurut kriteria Bank Indonesia, Ratio sebesar 115% keatas nilai
kesehatan likuiditas bank adalah nol.[10]
C. FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI LIKUDITAS
Likuditas
merupakan hal yang penting dalam bisnis perbankan. Sebab, likuiditas berkaitan
dengan masalah keoercayaan masyarakat. Bank adalah bisnis yang dilandasi pada
kepercayaan. Baik buruknya likuiditas bank dipengaruhi oleh banyak faktor.
Namun faktor dominannya dapat dikelompokkan menjadi faktor eksternal dan faktor
internal.
1. Faktor
eksternal
Faktor
eksternal yang mempengaruhi kondisi likuiditas bank syariah dapat di
identifikasikan sebagai berikut:
a. Karakterisitik
penabung
Faktor
eksternal adalah berbgai hal yang erjadi diluar bank yang dapat mempengaruhi
fund inflow. Sebagi contoh di Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim
terbesar di dunia menunjukkn bahwa mereka sanagt rasional dalam urusan bisnis
walaupun menyadari nilai-nilai religius dalam transaksi keuangan. Majelis ulama
indonesia telah mengharamkan bunga tetapi mereka tetap menyimpan uangnya di
Bnak Konvensional sepnjang lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan bank
syariah. Ini merupakan salah satu masalah yang harus diperhatikan jika kita
bicara tentang manajemen likuiditas.
Secara
spesifik para deposan bank syariah memiliki pola perilaku menabung sebagai
berikut:
1) Menyimpan
dalam instrumen tabungan jangka pendek sehingga bisa dicairkan kapan saja baik
dengan penalti atau tanpa penalti.
2) Untuk
kepentingan jangka pendek dan lebih mengutmakan keuntungan. Dalam kondisi
ekonomi dimana suku bunganaik dan pasar uang yang volatile, mereka akan akan
pindah ke bank konvensional atau pasar uang konvensional.
3) Oleh
karenanya banyak penabung di bank syariah juga tetap memelihara rekening
tabungan di bank konvensional.
b. Kondisi
ekonomi dan moneter
Sebagai
bagian dari sistem perekonomian, kondisi perekonomian secara umu sangat
mempengaruhi kondisi likuiditas perbnkan syariah. Pada saat tingkat inflasi
tinggi yang ditandai dengan tingginya demand, otoritas moneter dengan
memainkaninstrumen moneter seperti menaikkan suku bunga sertifikat bank
indonesia. Akibatnya bank konvensioanl juga akan menaikkan tingkat suku
bunganya sehingga deposan yangmemiliki mindset rational akan menarik dananya
dari bank syariah ke bank konvensional. Bank konvensional lebih memiliki
fleksibilitas dalam menyesuaikan returnnya(suku bunganya) dibandingkan dengan
bank syariah. Tidak bisa dipungkiri bahwa persaingan didalam menarik dana
masyarakat tidak hanya datang dai bank sejenis (syariah) tetapi juga datang
dari bank konvensional, terutama persaingan didalam memperebutkan segmen
deposan rasional.
c. Persaingan
antar lembaga keuangan
Persaingan
antar lembaga keuangan juga mempengaruhi likuiditas bank syariah. Pada saat
bank syariah memberikan retun yang rendah para pemilik dana terutama pemilik
dana rasioanl akan mencari alternatif lain untuk mengoptimumkan return mereka.
Berbagai lembaga keuangan seperti bank konvensional,lembaga keuangan bukan bank
dan pasar uang dan modal merupakan pesaing yang harus diperhitungkan didalam
memperebutkan dana masyarakat.
2. Faktor
internal
Faktor
internla yang mempengaruhi kondisi likuiditas bank syariah dapat
diidentifikasilkan sebagai berikut:
a. Manajemen
risiko likuiditas
Risiko
likuiditas adalah risiko terjadinya kerugian yang merupakan akibat dari adanya
kesenjangan antara sumber pendanaan yang pada umumnya berjangka pendek dan
aktiva ang pada umumnnya berjangka panjang. Besar kecilnya risiko likuiditas ditentukan antara lain:
1.
Kecermatan dalam perencanaan arus
kas atau arus dana berdasarkan prediksi pembiayaan dan prediksi pertumbuhn
dana, termasuk mencermati tingkta fluktuasi dana.
2.
Ketepatan dalam mengatur struktur
dana termasuk kecukupan dana-dana non PLS.
3.
Ketersediaan aset yang siap
dikonversikan menjadi kas.
4.
Kemaampuan menciptakan akses ke
passar antar bank atau sumber dana lainnya, termasuk fasilitas lender of last
resort.
D. Instrument
Likuiditas Bank Syari’ah
Sebagai pendukung kelancaran
lalu lintas pembayaran antar bank dan pelaksanaan kegiatan Pasar Uang antar
Bank Syari’ah (PUAS), seluruh kantor pusat bank umum baik bank umum
konvensional maupun syari’ah diwajibkan untuk membuka rekening giro dalam
valuta rupiah di kantor pusat Bank Indonesia atau Kantor Bank Indonesia setempat[11].
Dalam menjalankan kegiatan
operasionalnya bank dapat mengalami kelebihan atau kekurangan likuiditas. Dalam
hal terjadi kelebihan likuiditas, bank melakukan penempatan kelebihan
likuiditas sehingga dapat mem peroleh keuntungan. Sedangkan bila mengalami kekurangan
likuiditas bank memerlukan sarana untuk menutupi kekurangan likuiditas baik
yang disebabkan oleh kalah kliring maupun untuk menambah likuiditas dalam
rangka kegiatan pembiayaan sehingga kegiatan operasional bank dapat berjalan
dengan baik.
Ada beberapa instrumen
likuiditas yang da pat dijalankan bank syari’ah dalam rangka memenuhi kewajiban
likuiditasnya[12], yaitu:
a.
Giro Wajib Minimum (GWM)
Giro Wajib Minimum (Statury Reserve Requirement) adalah simpanan minimum bank
umum dalam giro pada Bank Indonesia yang besarnya ditetapkan oleh Bank
Indonesia berdasarkan per sentase tertentu dari Dana Pihak Ketiga (DPK). Giro
wajib minimum ini merupakan kewajiban bank dalam rangka mendukung pelaksanaan
prinsip kehati-hatian bank dan berperan pula sebagai instrumen moneter untuk mengendalikan
jumlah uang beredar.
1.
Perhitungan GWM[13]
Giro Wajib Minimum merupakan
rasioantara saldo giro dari seluruh kantor Bank yang tercatat pada Bank
Indonesia setiap hari dengan rata-rata harian jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK)
Bank. Karena informasi mengenai DPK baru diketahui dua minggu kemudian maka GWM
pada masa laporan berlaku dibandingkan dengan jumlah ratarata harian DPK dari
dua masa laporan sebelumnya. Perhitungan ini berlaku baik untuk Giro Wajib
Minimum dalam rupiah maupun dalam valuta asing. Rumus perhitungan GWM :
GWM Rupiah = 5% x DPKt-2
GWM Valas = 3% x DPKt-2
Keterangan:
GWM = Giro Wajib Minimum
DPKt-2 = Rata-rata harian jumlah DPK
Bank dalam satu masa laporan
untuk periode dua masa laporan sebelumnya. Perhitungan persentase GWM
didasarkan pada jumlah harian saldo pada Bank Indonesia dan rata-rata harian
jumlah DPK sebagai berikut:
Persentase GWM
|
Jumlah Harian
|
Saldo Giro Rata-rata DPK
|
Tanggal
|
Tanggal
|
Tanggal
|
1 s.d 7
|
1 s.d 7
|
16-23 bulan sebelumnya
|
8 s.d 15
|
8 s.d 15
|
24 s.d akhir bulan
sebelumnya
|
16 s.d 23
|
16 s.d 23
|
1-7 bulan yang sama
|
24 s.d
akhir bulan
|
24 s.d
akhir bulan
|
8-15 bulan yang sama
|
Sumber: Bank
Indonesia (2000 : 8)
Dana Pihak Ketiga bank yang
dimaksudkan di sini meliputi seluruh DPK dalam rupiah maupun valuta asing pada
kantor bank yang bersangkutan di Indinesia. DPK bank dalam rupiah meliputi
kewajiban kepada pihak ketiga bukan bank yang terdiri dari:
a.
Giro wadi’ah
b.
Tabungan mudharabah
c.
Deposito investasi mudharabah, dan
d.
Kewajiban lainnya.
DPK bank dalam rupiah ini
tidak termasuk dana yang diterima oleh bank dari Bank Indonesia dan Bank
Perkreditan Rakyat.[14]
DPK bank dalam valuta asing
meliputi kewajiban dalam valuta asing kepada pihak ketiga termasuk bank dan
Bank Indonesia[15], yang
terdiri dari:
1.
Giro wadi’ah
2.
Deposito investasi mudharabah, dan
3.
Kewajiban lainnya. [16]
b.
Penyampaian Laporan
Bank wajib menyampaikan
laporan secara berkala dan benar kepada Bank Indonesia mengenai DPK serta
pos-pos aktiva dan pasiva dalam rupiah maupun valuta asing. Tata cara
penyusunan dan penyampaian laporan
dimaksud diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran Bank Indonesia mengenai pelaporan
bank.
c.
Sanksi
Bank akan dikenakan sanksi
apabila melakukan kelambanan penyampaian laporan, menyampaikan angka-angka yang
tidak benar, melanggar Giro Wajib Minimum dan mengalami saldo giro negatif pada
Bank Indonesia.
d.
Kelambatan penyampaian laporan dan penyam paian angka yang tidak
benar.
Keterlambatan penyampaian
laporan dan pe nyampaian angka yang tidak benar dalam laporan mingguan bank
akan dikenakan sanksi sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia No.28/10/UPPB
tanggal 14 desember 1995 tentang GWM Bank Umum pada Bank Indonesia dalam rupiah
dan valas[17]. Sebagai
berikut :
JENIS PELANGGARAN
|
SANKSI KEWAJIBAN MEMBAYAR
|
Keterlambatan
penyampaian
laporan mingguan
bank termasuk
koreksinya
|
Rp. 2.500.000.00,- untuk
setiap laporan
|
Penyampaian angka
yang tidak benar
dalam laporan
mingguan
|
Rp. 250.000.00,- untuk
setiap kesalahan dengan
setinggi-tingginya Rp.
10.000.000.00,- untuk
setiap
Laporan
|
Sumber: Bank
Indonesia (2000 : 10)
e.
Kekurangan GWM
Pelanggaran giro wajib
minimum pada rekening giro rupiah dan rekening giro rupiah yang dimaksud masih
bersaldo positif, maka bank dikenakan sanksi kewajiban mem bayar sebesar 125%
(seratus dua puluh lima perseratus) dari tingkat indikasi imbalan PUAS terhadap
kekurangan Giro Wajib minimum. Data mengenai Tingkat Indikasi imbalan PUAS yang
digunakan adalah rata-rata tertimbang tingkat indikasi imbalan Sertifi kat IMA
yang tercatat pada PIPU, Bank Indonesia.
Kekurangan GWM x 125% x
Tingkat Indikasi Imbalan PUAS x 1/360, Contoh:
·
Saldo giro rupiah bank pada Bank Indonesia yang wajib dipelihara
untuk periode tanggal 1 s.d 7 adalah sebesar Rp. 10 Milyar
·
Saldo giro rupiah Bank yang tercatat pada Bank Indonesia pada
tanggal 1 adalah sebesar Rp. 1 Milyar
·
Tingkat Indikasi Imbalan PUAS pada tanggal 1 sebesar 12%
·
Sehingga sanksi kewajiban membayar untuk PUAS pada tanggal 1
adalah sebesar:
·
(Rp. 10 M – Rp. 1 M) x 1,25 x 0,12 x 1/360 = Rp. 3.750.000.00,-
f.
Saldo Negatif GWM Pelanggaran giro wajib minimum pada rekening giro
rupiah yang mengakibatkan saldo negatif, maka Bank dikenakan sanksi kewajiban
membayar sebesar 125% dari Tingkat Indikasi Imbalan PUAS terhadap giro wajib
minimum ditambah dengan sebesar 150% dari Tingkat Indikasi Imbalan PUAS
terhadap saldo negatif. Perhitungan sanksi kewajiban membayar saldo negatif adalah:
GWM x 125% x tingkat
indikasi imbalan puas x 1/360
Ditambah dengan:
Saldo negatif x 150% x
tingkat indikasi imbalan puas x 1/360[18]
Apabila data mengenai
Tingkat Indikasi Imbalan PUAS tidak tersedia, maka pengenaan sanksi dihitung
berdasarkan rata-rata tingkat imbalan deposito investasi mudharabah sebelum
didistribusikan pada bulan sebelumnya dari seluruh bank, dengan pengertian
bahwa tingkat imbalan deposito investasi mudharabah sebelum didistribusikan
tersebut hanya sebagai acuan dalam menentukan sanksi kewajiban membayar. Hal
ini sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia No. 2/8/2000 tentang Pasar Uang
Antar Bank Berdasarkan Prinsip Syari’ah PUAS, bahwa penghitungan tingkat indikasi
maupun realisasi imbalan Sertifikat IMA mengacu pada tingkat imbalan deposito
investasi mudharabah sebelum didis tribusikan dengan jangka waktu satu dan tiga
bulan.16[19]
b.
Kliring
Di dalam dunia perbankan
terdapat istilah kliring yang sering kali kita dengar. Ketika seseorang
mentrasfer uang dari satu rekening bank ke rekening bank yang berbeda, misalnya
dari bank BCA ke bank Mandiri dan sebaliknya maka terjadilah proses
kliring.Kliring adalah suatu istilah dalam dunia perbankan dan keuangan yang
menunjukkan suatu aktivitas
yang berjalan sejak saat terjadinya kesepakatan untuk
suatu transaksi hingga selesainya pelaksanaan kesepakatan tersebut.[20]
Kliring dibutuhkan untuk
mempercepat penyelesaian transaksi perdagangan yang mem butuhkan perlengkapan
aset transaksi. Hal yang paling mudah dipahami dalam kliring adalah kesepakatan
antar lembaga keuangan mengenai hutang piutang dalam suatu transaksi keuangan.
Kliring melibatkan manajemen dari paska perdagangan, pra penyelesaian
eksposur kredit, untuk memastikan bahwa tran saksi
dagang terselesaikan sesuai dengan atu r an pasar, walaupun pembeli maupun penjual
menjadi tidak mampu melaksanakan penyelesaian kesepakatannya. Yang termasuk dalam
proses kliring antara lain pelaporan/ pemantauan, marjin risiko, netting
transaksi dagang menjadi posisi tunggal, penanganan per pajakan dan penanganan
kegagalan18[21].
Secara umum kliring
melibatkan lembaga keuangan yang memiliki permodalan yang kuat yang dikenal
dengan sebutan Mitra Peng imbang Sentral (MPS) atau dalam istilah asingnya
dikenal dengan central counterparty. MPS ini menjadi pihak dalam setiap transaksi yang
terjadi baik sebagai penjual maupun sebagai pembeli. Dalam hal terjadinya kega
galan penyelesaian atas suatu transaksi maka pelaku pasar menanggung suatu
risiko kredit yang distandarisasi dari MPS[22].
a.
Cara dan persyaratan peserta kliring
Pada dasarnya persyaratan dan tata cara peserta kliring untuk
kantor bank syari’ah mau pun konvensional diperlakukan sama dengan bank umum.
Untuk menjadi peserta kliring, Kantor Cabang Syari’ah dapat berstatus sebagai
Peserta Langsung (PL) atau Peserta Tidak Langsung. Peserta langsung adalah
peserta kliring yang da lam pelaksanaan kliring lokal dapat mem perhitungkan warkat-warkat
kliring dengan menggunakan identitas sendiri. Sedang kan peserta tidak langsung
adalah peserta yang turut serta dalam pelaksanaan kliring lokal melalui peserta
langsung yang menjadi induk nya dari bank yang sama. Persyaratan dan tata cara
untuk menjadi peserta kliring sebagaimana tersebut di atas diatur dalam ketentuan
mengenai pe nye lenggaraan kliring lokal sesuai de ngan masing-masing sistem kliring
yang digunakan[23].
b.
Penghentian sebagai peserta kliring
Dengan diberikannya
kesempatan bank umum konvesioanl untuk membuka kantor cabang yang melakukan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dan mem buka rekening giro yang
terpisah dari rekening giro bank konvesioanl perlu penyem purnaan ketentuan
mengenai penghentian se ba gai peserta kliring atau skorsing kliring.[24]
Dasar pertimbangan dalam
melakukan penyempurnan ketentuan tersebut adalah kantor cabang syariah dari
suatu bank umum merupakan suatu legal entity (wih dah qanuniah) dari
institusinya. Dengan memepertimbangkan hal tersebut dipandang perlu penyesuaian
mengenai defi nisi saldo giro negatif yang membedakan dengan defi nisi saldo
giro negatif pada bank konvesional atau bank syariah secara murni. Pengertian
saldo giro negatif pada bank uum konvesioanl yang memiliki kantor cabang
syariah sebagai berikut:[25]
·
Kantor pusat bank dinyatakan memiliki saldo giro negatif apabila
penjumlahan saldo rekening giro kantor pusat bank dan saldo rekening giro US
pada bank Indonesia yang mewilayahi kliring lokal menunjukkan angka negatif
pada saat bank Indonesia menutup sistem akuntansi.
·
Kantor cabang dinyatakan memiliki saldo giro negatif apabila
penjumlahan sal do reekning giro kantor cabang bank konvesioanal dan saldo
rekening giro kantor cabang syariah pada Bank Indonesia yang mewilayahi kliring
lokal menunjukkan angka negatif pada saat bank Indonesia menutup sisitem
akunting.
·
Bilamana terjadi saldo giro negatif seperti tersebut di atas pada:[26]
1.
Kantor pusat bank, maka semua kantor bank baik yang melakukan
kegiatan kon vesional maupun syariah di seluruh Indonesia dari Bank yang
bersangkutan, dihentikan keikutsertaannya daalm kliring.
2.
Kantor cabang bank, maak semua kantor baik kantor cabang
konvesional maupun kantor cabang syariah yang berlokasi pada wilayah kantor
Bank Indonesia setempat dari Bank yang bersangkutan, dihentikan
keikutsertaannyya dalam kliring.
c.
Pasar Uang Antar Bank Berdasarkan Prinsip Syari’ah (Puas)
Bank yang berfungsi sebagai
lembaga intermediasi antara pemilik dan pengguna dana dapat berpotensi
mengalami kekurangan atau kelebihan likuditas. Kekurangan likuiditas umumnya
disebabkan oleh perbedaan jangka waktu antara penerimaan dan penanaman dana,
sedangkan kelebihan likuiditas dapat terjadi karena dana yang terhimpun belum
dapat disalurkan kepada pihak yang membutuhkan.[27]
Dalam rangka peningkatan
pengelolaan dana bank, yaitu pengelolaan kelebihan dan kekurangan dana, perlu
diselenggarakan Pasar Uang Antarbank. Agar bank yang melakukan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syari’ah dapat juga mengelola kelebihan dan kekurangan dana
secara efisien, maka diperlukan Pasar Uang Antarbank
berdasarkan prinsip Syari’ah (PUAS) dan menggunakan
piranti yang sesuai dengan prinsip syari’ah.
d.
Piranti Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syari’ah (Puas)
e.
Sertifikat IMA (Investasi Mudharabah AntarBank) Piranti yang
digunakan dalam PUAS adalah Sertifi kat IMA.[28] Sertifikat ini digunakan sebagai
sarana investasi bagi bank yang kelebihan dana untuk mendapatkan keuntungan dan
di lain pihak untuk mendapatkan dana jangka pendek bagi bank syari’ah yang
mengalami kekurangan dana. Penerbitan Sertifikat IMA sekurangkurangnya memenuhi
persayaratan sebagai berikut:
1.
Mencantumkan;
a.
Kata-kata “Sertifi kat Investasi Mudharabah
b.
AntarBank”
c.
Tempat dan Tanggal penerbitan Sertifi
d.
kat IMA
e.
Nomor seri Sertifi kat IMA
f.
Nilai nominal investasi
g.
Nisbah bagi hasil
h.
Jangka waktu investasi
i.
Tingkat indikasi imbalan
j.
Tempat pembayaran nominal dan imbalan
k.
Tempat pembayaran
l.
Nama bank penanam dana
m.
Nama bank penerbit dan tanda tangan
n.
pejabat yang berwenang
2.
Berjangka waktu paling lama 90 hari
a.
Diterbitkan oleh kantor Pusat Bank Syari’ah atau UUS
b.
Format Sertifikat IMA. Sedangkan mengenai jenis dan kualitas
kertas Sertifikat IMA diserahkan sepenuhnya kepada bank penerbit, tanpa harus
mengikuti ketentuan yang berlaku mengenai penerbitan surat berharga.
c.
Peserta Pasar Uang AntarBank berdasarkan prinsip Syari’ah (PUAS) Peserta
PUAS adalah bank-bank yang menerbitkan Sertifikat IMA[29] dan bank-bank yang
menanamkan dana pada Sertifikat IMA.
·
Bank Penerbitan Sertifi kat IMA:
a.
Kantor Pusat Bank Syari’ah yaitu bank yang seluruh kegiatan
usahanya berdasarkan prinsip syari’ah.
b.
Unit Usaha Syari’ah (UUS) yaitu kantor pusat dari kantor-kantor
cabang syari’ah dari bank umum yang kantor pusat nya melakukan kegiatan usaha
secara konvensional.
·
Bank Penanam Dana pada Sertifi kat IMA
a.
Kantor Pusat Bank Syari’ah yaitu bank yang seluruh kegiatan
usahanya berdasarkan prinsip syari’ah.
b.
Unit Usaha Syari’ah (UUS) yaitu kantor pusat dari kantor-kantor
cabang syari’ah dari bank umum yang kantor pusatnya melakukan kegiatan usaha secara
konvensioanal.
c.
Kantor Pusat Bank Umum yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional.
d.
Mekanisme dan Penyelesaian Transaksi Sertifikat IMA diterbitkan
rangkap tiga:
1)
Lembar kerja asli diserahkan kepada pihak bank penanam dana
Sertifikat IMA.
2)
Lembar kedua digunakan oleh bank penanam dana sebagai lampiran
pada nota kredit, bilyet giro Bank Indonesia atau transfer dana secara
elektronis.
3)
Lembar ketiga digunakan sebagai arsip bagi bank penerbit.
Bank penanam dana pada
sertifi kat IMA melakukan pembayarab kepada bank penerbit dengan menggunakan
nota kredit melalui kliring, bilyet giro bank Indonesia atau transfer dana
secara elektronis, disertai tembusan Sertifi kat IMA. Pemindah-tanganan Sertifi
kat IMA hanya dapat dilakukan oleh pihak bank penanam dana pertama, sedangkan
bank penanam dana kedua tidak diperkenankan memindahtangankan kepada bank lain
sampai dengan berakhirnya jangka waktu. Agar bank penerbit Sertifi kat IMA
dapat melakukan pembayaran kepada bank yang berhak, maka bank pemegang
sertifikat yang terakhir wajib memberitahukan ke pemilikan sertifi kat tersebut
kepada bank penerbit.[30]
Pada saat Sertifi kat IMA
jatuh tempo, penyelesaian transaksi dilakukan oleh bank penerbit dengan
melakukan pembayaran kepada bank pemegang sertifi kat terakhir sebesar nilai
nominal investasi (fase value), sedangkan imbalan dibayar pada awal berikutnya. Pembayaran tersebut
dapat dilakukan dengan menggunakan nota kredit melalui kliring, bilyet giro
Bank Indonesia atau transfer dana secara elektronis.
d.
Perhitungan Imbalan IMA
Besarnya imbalan Sertifi kat
IMA yang diba yarkan pada awal bulan dihitung atas dasar tingkat realisasi
imbalan deposito investasimudharabah pada bank penerbit sebelum didistribusikan sesuai dengan jangka
waktu penanaman. Penentuan tingkat imbalan dimaksud sesuai dengan jangka waktu
deposito investasi mudharabah seperti terlihat pada table berikut:
JANGKA WAKTU
|
SERTIFIKAT IMA
TINGKAT IMBALAN YANG
DIGUNAKAN
|
1 hari s.d 30 hari
31 hari s.d 90 hari
|
Deposito Investasi
Mudharabah 1 bulan
Deposito Investasi
Mudahrabah 3 bulan
|
Rumus perhitungan besarnya imbalan Sertifikat IMA
adalah sebagai berikut:
X= P X R xt/360xk
Keterangan :
X : Besarnya imbalan yang diterbitkan kepada bank
penanam dana
P : Nilai nominal Investasi
R: Tingkat realisasi imbalan Deposito Investasi
Mudharabah (sebelum didistribusikan)
t : Jangka waktu Investasi
k : Nisbah bagi hasil untuk bank penanam dana[31]
4.
Sertifikat Wadi’ah Bank Indonesia (SWBI)
Selama ini kebijakan moneter
yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam rangka pengen dalian uang beredar
ditempuh dengan pelaksanaan operasi pasar terbuka yaitu menambah atau
mengurangi jumlah uang beredar di masyarakat melalui bank-bank konvensional. Dengan
makin berkembangnya bank-bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syari’ah maka pengendalian uang dapat diperluas melalui bank-bank tersebut. Agar
pelaksanaan operasi pasar terbuka ber dasarkan prinsip syari’ah dapat berjalan dengan
baik, maka diciptakanlah suatu piranti pengendalian uang beredar yang sesuai
dengan prinsip syari’ah dalam bentuk Sertifi kat Wadi’ah Bank Indonesia (SWBI).
Piranti ter sebut
dapat dijadikan sarana penitipan dana jangka pendek
khususnya bagi bank yang mengalami kelebihan likuiditas.[32]
a.
Jumlah Dana dan Jangka Waktu Jumlah dana yang dapat dititipkan se
kurang- kurangnya Rp 500.000.000,- dan sele bihnya dengan kelipatan Rp 50.000.000,-.
Jang ka waktu SWBI adalah satu minggu, dua minggu dan satu bulan yang
dinyatakan dalam jumlah hari.
b.
Tata Cara penitipan Dana dan Penyelesaian Penitipan Dana Kegiatan
penerimaan titipan dana oleh Bank Indonesia dilakukan dari pukul 08.00 WIB sampai
dengan pukul 14.00 WIB. Tata cara penitipan dilakukan sebagai berikut[33]:
a)
Bank atau UUS mengajukan permohonan titipan dana sesuai dengan
jangka waktu yang ditetapkan melalui Reuters Monitoring Dealing System (RMDS), faksimili, telepon atau
sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
b)
Permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a diatas wajib
ditegaskan secara tertulis dengan Surat Penegasan Transaksi Peni tipan Dana
(SPTP) selambat-lambatnya pukul 15.00 WIB dan disampaikan kepada : Direktorat Pengelolaan
Moneter Cq.Bagian Operasi pasar Uang Bank Indonesia Jl.MH Thamrin No.2 Jakarta
10110
c.
Tata Cara Penyelesaian Transaksi
Tata cara penyelesaian transaksi penitipan dana adalah sebagai
berikut:[34]
1)
Penyelesaian transaksi penitipan dana dilakukan pada hari kerja
yang sama.
2)
Penyelesaian transaksi penitipan dana yang permohonannya disetujui
oleh Bank Indonesia dilakukan dengan mendebit reke ning giro Bank atau UUS
sebesar nilai titipan dana.
3)
Pada saat jatuh waktu penitipan dana, Bank Indonesia akan
mengkredit rekening giro Bank atau UUS sebesar nilai titipan dana.
4)
Bank Indonesia dapat memberikan bonus kepada Bank atau UUS pada
saat jatuh waktu penitipan dana dengan cara mengkredit rekening giro bank.
Dalam hal Bank Indonesia akan memberikan bonus, maka besarnya bonus akan
dihitung dengan meng gunakan acuan tingkat indikasi imbalan PUAS yang merupakan
rata-rata ter timbang dari tingkat indikasi imbalan Sertifi kat IMA yang
terjadi di PUAS pada tanggal penitipan dana.
5)
Dalam hal tidak terjadi transaksi PUAS pada tanggal penitipan
dana, maka perhitungan bonus didasarkan pada tingkat indikasi imbalan PUAS
terakhir atau ratarata tingkat imbalan deposito investasi mudharabah.
6)
Pelaksanaan pendebetan dan pengkreditan rekening giro Bank atau
UUS pada bank Indonesia diatur sebagai berikut:
a.
Bagi bank yang berkantor pusat di wilayah Jabotabek dilakukan oleh
Kantor Pusat Bank Indonesia, Jl.MH.Thamrin No.2 Jakarta 10110
b.
Bagi Bank yang berkantor pusat diluar wilayah Jabotabek dilakukan
oleh Kantor Bank Indonesia setempat.[35]
d.
Sanksi
Dalam transaksi penitipan
dana, Bank atau UUS dapat dikenakan sanksi apabila[36]:
1.
Saldo rekening giro Bank atau UUS tidak mencukupi untuk
menyelesaikan transaksi, sehingga transaksi penitipan dana dibatalkan. Bank
atau UUS dikenakan sanksi administrasi berupa surat peringatan.
2.
Pembatalan transaksi penitipan dana lebih dari dua kali dalam
kurun waktu enam bulan, maka atas pembatalan yang ketiga dan seterusnya Bank
atau UUS dikenakan sanksi sebagaimana pada huruf a, dan dikenakan pula sanksi
kewajiban mem bayar sebesar 0,1% (satu permil) dari kekurangan transaksi.
3.
Bank atau UUS mengambil titipan dana sebelum jatuh waktu, tidak
diberikan bonus dan dikenakan sanksi membayar biaya administrasi sebagai
berikut:
Jumlah Dana Titipan
|
Biaya
Administrasi
|
Rp 500 juta s.d Rp 100
milyar
Diatas Rp 100 milyar s.d
Rp
500 milyar Diatas Rp 500
milyar
|
Rp 5.000.000,-
Rp 10.000.000.-
Rp 15.000.000,-
|
5.
Pasar Modal Syari’ah
Berdasarkan Undang-Undang
No. 8 Tahun 1995 (UUPM). Pasal 1 butir 13, “pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan
dengan penawaran umum dan perdagangan Efek, perusahaan publik yang berkaitan
dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan
dengan Efek.” UUPM tidak membedakan apakah kegiatan
pasar modal tersebut dilakukan dengan prinsip-prinsip
syariah atau tidak.[37]
Dengan kata lain, pasar
modal merupakan tempat pertemuan antara penawaran dan permintaan surat
berharga. Di tempat inilah para pelaku pasar yaitu individu-individu atau badan
usaha yang mempunyai kelebihan dana (surplus funds), melakukan investasi dalam
surat berharga yang ditawarkan oleh emiten. Sebaliknya, di tempat itu pula perusahaan yang
membutuhkan dana menawarkan surat berharganya.[38]
Dalam ekonomi islam, melihat
bentuk dan transaksinya pasar modal cenderung kepada teori pertukaran dalam
system ekonom islam. Menurut Adiwarman Karim, teori pertukaran dalam bisnis
transaksi islam terdiri atas dua pilar, yaitu: 1) objek per tukaran dan 2)
waktu pertukaran.[39] jadi, dalam islam pasar
modal merupakan bagian dari objek pertukaran, yaitu berbentuk fi nancial asset, dimana pertukaran berupa uang
dengan surat berharga.[40]
a) Peranan Pasar Modal
Peranan pasar modal pada suatu Negara dapat dilihat dari 5 aspek
berikut ini[41].
1.
Sebagai fasilitas melakukan interaksian tara pembeli dengan penjual
untuk menetukan harga saham atau surat berharga yang diperjualbelikan.
2.
Pasar modal member kesempatan kepada para investor untuk
memperoleh hasil (return) yang diharapkan.
3.
Pasar modal member kesempatan kepada in vestor untuk menjual
kembali saham yang dimilikinya atau surat berharga lainnya.
4.
Pasar modal menciptakan kesempatan kepada masyarakat untuk
berpartisipasi dalam perkembangan suatu perekonomian.
5.
Pasar modal mengurangi biaya informasi dan transaksi surat
berharga. Bagi para inves tor, keputusan investasi harus didasar kan pada
tersedianya informasi yang akurat dan dapat dipercaya (amanah)[42].
b)
Instrumen Pasar Modal Syariah
Instrument pasar modal
adalah semua surat berharga yang diperdagangkan di bursa, karena itu bentuknya
beraneka ragam. Namun dari sekian surat berharga yang diperdagangkan melalui
pasar modal, dua yang paling utama ialah saham dan obligasi.[43]
Dalam konteks investasi
syariah di pasar modal pemahaman akan pengendalian risiko dan return saja tidak
cukup, hal ini yang tak kalah penting untuk dipahami adalah pengenalan akan
sekuritas-sekuritas mana yang selaras dengan syariah Islam.
c)
Saham Syariah
Saham merupakan salah satu
instrument surat berharga yang paling dominan dalam pasar modal. Saham dapat
diartikan sebagai ser tifi kat penyertaan modal dari seseorang atau badan hukum
terhadap suatu perusahaan, dan tanda bukti tertulis bagi para investor terhadap
kepemilikan suatu perusahaan yang telah go public. Sedangkan bagi investor
saham merupakan instrument investasi yang menarik ka rena keberadaannya dinilai
menjanjikan keuntungan tertentu.
Pembagian Keuntungan Saham
Syariah yang diperoleh dari kepemilikan saham secara umum dapat dibagi menjadi
dua[44], yaitu:
a.
Dividen yaitu pembagian keuntungan berdasarkan jumlah kepemilikan saham
terhadap perusahaan yang telah berhasil dalam menjalankan usahanya.
b.
Capital gain yaitu hasil selisih antara harga beli dan harga jual saham pada
saat transaksi. Capital gain terbentuk karena aktivitas perdagangan di pasar
sekunder yang keberadaannya sangat dipengaruhi oleh tingkat permintaan dan
penawaran.
d)
Sukuk (obligasi syariah)
Kata sukuk ( )bentuk jamak dari sakk ( ) merupakan istilah Arab yang dapat diartikan sertifi
kat. Sukuk ini bukan merupakan istilah yang baru dalam sejarah Islam. Istilah tersebut
sudah dikenal sejak abad pertengahan, dimana umat Islam menggunakannya dalam konteks
perdagangan internasional. Sukuk secara umum dapat dipahami sebagai
“obligasi’ yang sesuai dengan prinsip syariah dalam
bentuk sederhana sukuk meng gambarkan kepemilikan dari suatu asset.[45]
e) Transaksi Yang
Dilarang di Pasar Modal Syariah
Menurut ketentuan umum
Keputusan Ketua BAPEPAM dan Lembaga Keuangan No:KEP-130/BL/2006 tentang
penerbitan efek syariah, jenis transaksi yang diharamkan dalam pasar modal syariah
adalah :
1.
Perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang
dilarang.
2.
Menyelenggarakan jasa keungan yang menerapkan konsep ribawi, jual
beli risiko yang mengandung gharar dan atau maysir.
3.
Memproduksi, mendistribusikan, memperdagang kan, dan atau mennyediakan
a. Barang/jasa yang haram karena zatnya (Haram li-dzatihi)
b. Barang/jasa yang haram bukan karena zatnya (Haram li-ghairihi) yang ditetapkan oleh DSN-MUI
c. Barang/jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat
4.
Melakukan investasi pada perusahaan yang pada saat transaksi
tingkat (nisbah) hutang perusahaan kepada lembaga keuangan ribawi lebih dominan
dari modalnya, kecuali investasi tersebut dinyatakan kesyariahannya oleh
DSN-MUI.[46]
F. Pengelolaan Likuiditas
Bank Syariah
Baik bank konvesional maupun
bank syariah wajib mengelola likuiditasnya karena pengelolaan likuiditas
tersebut diperlukan untuk memenuhi kewajiban bank, terutama kewajiban jangka
pendek. Sekalipun demikian, terdapat beberapa kendala dalam pengelolaan likuiditas
dalam bank dengan berbasis syariah(bank Islam) apabila dibandingkan dengan bank
konvensional, mengingat bank dengan berbasis syariah produk-produknya masih
baru, seiring dengan usia berkembangnya bank syaria. Adapun kendala-kendala
tersebut adalah:
1.
Kurangnya akses untuk memperoleh pendanaan jangka pendek.
2.
Kurangnya akses ke pasar uang, sehingga bank syariah hanya dapat
memelihara likuiditas dalam bentuk kas.
3.
Kendala operasional, kesulitan dalam mengendalikan likuiditasnya
secara efisien, sebagai contoh tidak tersedianya kesempatan investasi segera
atas dana-dana yang diterimanya, kesulitan mencirkan dana investasi yang sedang
berjalan sehingga bank-bank Islam menahan alat likuidnya dalam junlah besar
dibandingkan dengan rata-rata perbankan konvensional.
Untuk mengatasi masalah
tersebut, ada beberapa pilihan yang banyak dilakukan oleh pengelola bank-bank
Islam yang bersifat darurat, yaitu:
1.
Mengupayakan dana di pasar
uang antarbank berdasarkan prinsip syariah dengan menggunakan berbagai
instrumen pasar uang yang tersedia di pasar uang tersebut.
2.
Mengambil bunga dan menggunakannya untuk tujuan sosial berdasarkan
fatwa.
3.
Menginvestasikan dalam bentuk emas dan/atau logam mulia lainnya
secara tunai dengan kontrak berjangka.
4.
Menyimpan dananya di bank konvensional tanpa menerima bunga
sebagai imbalan dari servis yang diperolehnya..[47]
G. PERENCANAAN LIKUIDITAS
Dalam
hal bank syariah melakukan perencanaan likuiditas maka perencanaan likuiditas
dapat dilakukanmelalui tahapan sebagai berikut:
1. Melakukan
analisis perencanaa likuiditas yaitu mengidentifikasi kebutuhan utama tehdap
likuiditas kemudian membandingkan kebutuhan tersebut dengan jumlah aktiva
lancar yang dimilki bank pada saat itu. Analisis ini dilakukan dengan tiga
tahap sebagai berikut:
a.
Tahap pertama:
Klasifikasikan sumber-sumber dana
utama bank berdasarkan tingakt kecepatan berputanya. Kelompokan dana yng
ssifatnya stabil atau tetap dan dana yang berfluktuasi.
b.
Tahap kedua:
1)
Kelompokkan jenis aktiva yang
likuid maupun yang tidak likuid.
2)
Pengelompokkan ini dimaksudkan
untuk mengukur kemampua bank dalam memenuhi kebutuhan likuiditasnya dari aktiva
lancar yang dimilikinya.
c.
Tahap keempat
Tentukan kebutuhan likuiditas bank
yang biasanya dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut ini:
1)
Kewajiban reserve yang ditetapkan
oleh bank sentral yaitu merupakan Giro Wajib Minimum (GWM) yang merupakan
ketentuan Bank Indonesia.
2)
Kebutuhan dana operasional.
3)
Rencana penyaluran pembiayaan
termasuk komitemn bank kepada nasabah atau pihak lain untuk memberikan
fasilitas pembiayaan atau melakukan
investasi. Bisnis di perbankan merupakan bisnis kepercayaan oleh karenanya
pemenuhn komitmen harus menjadi fokus bank syariah.
4)
Estimasi penarikan dana oleh
nasabah baik yang reguler maupun irreguler
5)
Saldo minimum pada bank koresponden.[48]
H. Kesimpulan
Manajemen likuiditas bank
syari’ah dapat dikatakan suatu program pengendalian dari alat-alat likuid yang
mudah ditunaikan guna memenuhi semua kewajiban bank yang harus segera
dibayar.Didalam manajemen likuiditas bank syari’ah terdapat beberapa ins
trumen, yang antara lain Giro Wajib Minimum (GWM), Kliring, Pasar uang antar
bank berdasarkan prinsip syari’ah (PUAS), Piranti pasar uang antar bank
syari’ah yakni Investasi Mudharabah Antarbank (IMA), Sertifi kat Wadi’ah Bank
Indonesia (SWBI) dan Pasar modal syari’ah yang mana pada tiap-tiap ins trumen/ komponen
tersebut mempunyai ketentuan masing-masing yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainul, Dasar-Dasar
Manajemen Bank Syariah, Cetakan 4, 2006
Aziz, Abdul, EKONOMI ISLAM; Analisis Mikro dan Makro, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008
Boy Leon, Sonny Ericson, Manajemen Aktiva
Pasiva Bank Non Devisa, cetakan 1, 2007
Ghufron, Sofiniyah, Konsep dan
Implementasi Bank Syari’ah. Jakarta: Renaisans, 2005
Hadiwigeno, Soetatwo & Faried Wijaya, Lembaga-Lembaga
Keuangan & Bank Perkembangan, Teori & Kebijaksanaan,Yogyakarta: BPFE, 1984
Huda, Nurul & Mustafa Edwin Nasution, Investasi Pada Pasar
Modal Syariah, Jakarta: Kencana, 2007
Inggi H, Investasi DI Pasar Modal Menggagas Konsep
& Praktek Manajemen Portofolio Syariah, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000
Karim, Adiwarman, Bank Islam: Analisis
Fiqh dan Keuangan, Jakarta: IIIT, 2003
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2002
Martono, Bank & Lembaga Keuangan Lainnya, Yogyakarta: Ekonisia, FE
UII, 2004
Muhamad, Manajemen Bank Syari’ah,Yogyakarta: UPP AMP YKPN,
2002
Nafik, Muhammad, Bursa Efek & Investasi Syariah, Jakarta: Serambi, 1999
Nasrun, Harun, Perdagangan Saham di Bursa Efek Tinjauan
Hukum Islam, Jakarta: Penerbit Yayasan Kalimah, 2000
R. Latumaerissa, Julius, Mengenal Aspek-aspek
Operasi Bank Umum, Jakarta: Bumi Aksara, 1999
Remy, Sjahdeini Sutan, Perbankan Islam
&Kedudukannya Dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia, Jakarta: Pustaka Utama, 1999
Rianto, Bambang Rustam, Manajemen Risiko
Perbankan Indonesia, Jakarta: Salemba Empat, 2013
Riyadi, Selamet, Banking Assets and
Liability Management Jakarta: UI Press, 2006
Rusyams, Imam, Asset Liability Management: Strategi
Pengelolaan Aktiva Pasiva Bank, Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 1999
Siamat, Dahlan, Manajemen Lembaga Keuangan, Jakarta: Intermedia, 1995
Simorangkir, Pengantar Lembaga Keuangan Bank & Non
Bank, Bogor: Ghalia Indonesia, 2004
Sinungan, Mucdarsyah, Manajemen Dana Bank, Jakarta: Bumi Aksara, 1993
Sunariyah, Pengantar Pasar Modal, Yogyakarta: UPP AMPYKPN,
2000
Sutojo Siswanto, Manajemen Terapan
Bank Jakarta; Binaman Pressindo, 1997
Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari
Teori ke Praktek, cetakan 1, 2001 Tim Pengembangan Perbankan Syari’ah Institute
Bankir Indonesia, Bank Syari’ah: Konsep, Produk Dan Implementasi Operasional, Jakarta: Djambatan, 2003
Warsono, Analisis Investasi & Manajemen
Portofolio: Keputusan Investasi Pada Sektor Sekuritas dan Pasar Modal, Jakarta: UM Press, 2001
Youssef Shaheed Maroun, Liquidity Management
and Trade fi nancing in Islamic Finance; Innovation and Growth, London: Euromoney Books,
2002
[1]Martono,
Bank & Lembaga Keuangan Lainnya (Yogyakarta: Ekonisia, FE UII,
2004), h. 126
[2]Muchdarsyah
Sinungan, Manajemen Dana Bank Syariah, Edisi
II (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), h .114
[3]Saat
dilanda krisis moneter tahun 1998-1999, banyak sekali bank yang terlikuidasi.
Pada tanggal 13 Maret 1999 saja, setidaknya ada 31 bank yang dilikuidasi oleh
pemerintah, antara lain: BDNI, Budi Int’l, Centris, Deka, Dana Asia, Dewa
Rutji, Dana Hutama, BDI, Intan, Hokindo, Indotrade, Kredit Asia,
[4]Sofi
niyah Ghufron, Konsep dan Implementasi Bank Syari’ah (Jakarta: Renaisan,
2005), h. 67
[5] Kherul Umam, Manajemen Perbankan Syariah, (Cet. 1;
Bandung): CV. Pustaka Setia) h. 182
Modern, Namura Int’l, Putra Surya Perkasa, Pelita, Pesona, Surya,
Subentra, SGP, Tata, Yama, BUN, Uppindo, Aspac, Orient,
BCD, Hastin, Ganesha, Harda Int’l, Aken. Hal ini kemudian menyebabkan tingkat
kepercayaan masyarakat menjadi berkurang, atau bisa dikatakan menjadi hilang.
Lantas mereka beramai-ramai menarik dananya dari bank. Yang terjadi kemudian adalah
banyak sekali bank yang gulung tikar, diakuisisi, dimerger dan lain sebagainya, Hadiwigeno Soetatwo
& Faried Wijaya, Lembaga-Lembaga Keuangan & Bank Perkembangan, Teori
& Kebijaksanaan ( Yogyakarta: BPFE, 1984), h. 211
[6] Zainul Arifin, MBA, Dasar-dasar manajemen bank syariah cet.2
(Jakarta: AlvaBet, 2003), h.165
[7] Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah (Yogyakarta:
ekonisiahal), h. 64
[8] Imam Rusyamsi, Asset Liability Management: Strategi
Pengelolaan Aktiva Pasiva Bank (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 1999), h. 39
[9] Kherul Umam, Manajemen Perbankan Syariah... h. 185
[10]
Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah, (Cet. 1;
Jakarta: PT. Raja Grafindo), h. 167
[11] Simorangkir, Pengantar Lembaga Keuangan Bank & Non
Bank (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), h.178
[12] Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam & Kedudukannya
Dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia (Jakarta: Pustaka Utama, 1999), h.198
[13] Imam Rusyamsi, Asset Liability Management: Strategi
Pengelolaan Aktiva Pasiva Bank (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 1999), h. 67-68
[14] Yang memiliki DPK > Rp 1 triliun s/d Rp 10 triliun wajim
memelihara GWM tambahan dalam rupiah sebesar 1% dari DPK dalam rupiah., Yang
memiliki DPK > Rp 10 triliun s/d Rp 50 triliun wajib memelihara GWM tambahan
dalam rupiah sebesar 2% dari DPK dalam rupiah., sedangkan yang memiliki DPK
> Rp 50 triliun wajib memelihara GWM tambahan dalam rupiah sebesar 3% dari
DPK dalam rupiah., Sedangkan bagi yang memiliki rasio pembiayaan dalam rupiah
terhadap DPK sebesar 80% atau lebih; dan /atau yang memiliki DPK dalam rupiah
sampai dengan Rp 1 triliun tidak dikenakan tambahan GWM, Dahlan Siamat, Manajemen
Lembaga Keuangan (Jakarta: Intermedia, 1995), h.14
[15] Youssef Shaheed Maroun, Liquidity Management and Trade
fi nancing in Islamic Finance ; Innovation and Growth (London : Euromoney
Books, 2002), h. 165.
[16] Muhammad, Manajemen Bank Syariah (Yogyakarta: BPFE,
2004), h.211
[17] Syafi ’i Antoniio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek,
cetakan 1, 2001, h.86
[18] 15Saldo giro rupiah Bank pada Bank Indonesia yang wajib
dipelihara untuk periode tanggal 2 s.d 7 sebesar Rp.10 Milyar, Saldo rupiah
bank yang tercatat pada Bank Indonesia pada tanggal 2 sebesar negatif Rp. 1
Milyar, Tingkat indikasi imbalan PUAS pada tanggal 2 sebesar 11%, Sehingga
sanksi kewajiban membayar untuk tanggal 2 sebesar: (Rp. 10 M x 1,25 x 0,11 x
1/360) + (Rp. 1 M x 1,50 x 0,11 x 1/360) = Rp. 3.819.444,44 + Rp. 458.333,33 =
Rp. 4.277.777,77, Muhammad,Manajemen Bank Syariah (Yogyakarta: BPFE,
2004), h. 21
[19] Syafi
’I Antoniio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, cetakan 1, 2001, h. 87
[20] Ketentuan mengenai kliring yang berlaku bagi bank umum
konvesional berlaku pula bagi bank umum yang berdasarkan prinsip syariah,
dengan beberapa perbedaan dan tambahan. Ketentuan yang berlaku bagi bank
berdasarkan prinsip syariah antara lain meliputi ukuran besarnya sanksi
pelanggaran saldo giro negatif dan tata cara bpengenaan sanksi untuk bank-bank
yang bersaldo giro negative, Sofi niyah Ghufron, Sofi niyah, Konsep dan
Implementasi bank Syari’ah (Jakarta: Renaisans, 2005), h. 89
[21] Rianto Bambang Rustam, Manajemen Risiko Perbankan
Indonesia (Jakarta: Salemba Empat, 2013), hlm. 234
[22] Boy Leon, Sonny Ericson, Manajemen Aktiva Pasiva Bank
Non Devisa, cetakan 1, 2007, h. 70
[23] Seperti diketahui penyelenggaraan kliring lokal di
Indonesia menggunakan empat sistem kliring, yang terdiri dari Manual, Semi
otomasi, Otomasi, dan Elektronik, Syafi ’I
Antoniio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, cetakan 1, 2001, h. 102
[24] Julius R. Latumaerissa, Mengenal Aspek-aspek Operasi
Bank Umum (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), h. 43
[25]Boy
Leon, Sonny Ericson, Manajemen Aktiva Pasiva Bank Non Devisa, cetakan 1, 2007,
h. 70
[26] Selamet Riyadi, Banking Assets and Liability Management (Jakarta:
UI Press, 2006), h. 27-39.
[27] Muhammad, Manajemen Bank Syari’ah (Yogyakarta:UPPAMP
YKPN, 2005), h. 335
[28] Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank (sertifi kat
IMA) didefinisikan sebagai sertifi kat yang diterbitkan oleh Bank Syariah atau
Unit Usaha Syariah (UUS) yang digunakan sebagai sarana investasi jangka pendek
di PUAS dengan akad mudharabah, Mucdarsyah Sinungan, Manajemen Dana Bank (Jakarta:
Bumi Aksara,1993), h.13.
[29]Berlakunya
instrument keuangan syariah IMA ini berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia no
9/8/DPM tertanggal 30 Maret 2007.Tujuan diberlakukannya Sertifi kat IMA ini
adalah untuk sarana investasi bagi Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah,
terutama untuk mengatur kebutuhan likuiditasnya, Zainul Arifin,Dasar-Dasar
Manajemen Bank Syariah, Cetakan 4, 2006, h.183
[30] Penerbit sertifikat IMA menginformasikan kepada pembeli
sertifi kat IMA antara lain : nilai nominal investasi, nisbah bagi hasil,
jangka waktu investasi, indikasi tingkat imbalan sertifikat IMA sebelum
didistribusikan pada bulan terakhir, Siswanto Sutojo, Manajemen Terapan Bank
(Jakarta; Binaman Pressindo, 1997), h.137
[31] 28Contoh Bank A Bulan Maret 2000 R deposito
investasi mudharabah 1 bulan = 8% dan 3 bulan= 8,5%,
[32] Tim Pengembangan Perbankan Syari’ah Institute Bankir
Indonesia, Bank Syari’ah: Konsep, Produk Dan Implementasi Operasional (Jakarta:
Djambatan, 2003), h. 227
Bulan April 2000 R deposito investasi mudharabah 1 bulan = 9% dan
3 bulan= 10%. Tanggal 3 Maret 2000: Bank B menanamkan dana pada bank A dalam
bentuk Sertifikat IMA sebesar Rp 10 milyar selama 10 hari dengan nisbah bagi
hasil yang disepakati (70:30)., Tanggal 15 April 2000: Bank C menanamkan dana
pada bank A dalam bentuk Sertifi kat IMA sebesar Rp 20 milyar selama 40 hari
dengan nisbah bagi hasil yang disepakati (75:25), Pengembalian nominal
Investasi:Kepada bank B sebesar Rp 10 milyar pada tanggal 13 Maret 2000 Kepada
bank C sebesar Rp 20 milyar pada tanggal 24 April 2000, Pembayaran imbalan
Sertifi kat IMA: Tanggal 3 April 2000:, Kepada Bank B sebesar, Rp 10 milyar x
8% x 10/360 x 0,7 = Rp 15,55 juta. Kepada Bank C sebesar Rp 20 milyar x 8,5% x
16/360 x 0,75 = Rp 56,67 juta Tanggal 1 Mei 2000 Kepada Bank C sebesar Rp 20
milyar x 10% x 24/360 x 0,75 = Rp 99,99 juta, Muhammad. Manajemen Bank
Syariah. (Yogyakarta: UPP. 2005), h. 234
[33] Muchdarsyah Sinungan, Manajemen Dana Bank, Edisi II (Jakarta:
Rineka Cipta, 1993), h. 211
[35] Zainul Arifi n, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah,
Cetakan 4, 2006, h. 123
[36] Muhammad, Manajemen Bank Syari’ah (Yogyakarta:
UPPAMP YKPN, 2005), h. 354
[37] Harun Nasrun, Perdagangan Saham di Bursa Efek Tinjauan
Hukum Islam (Jakarta: Penerbit Yayasan Kalimah, 2000), h. 218
[38] Abdul Aziz, Ekonomi Islam Analisis Mikro dan Makro (Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2008), h. 144
[39] Adiwarman Karim, Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan
(Jakarta: IIIT, 2003), h. 53
[40] Warsono, Analisis Investasi & Manajemen Portofolio:
Keputusan Investasi Pada Sektor Sekuritas dan Pasar Modal (Jakarta: UM
Press, 2001), h.167
[41] Sunariyah, pengantar pasar modal (Yogyakarta: UPP
AMPYKPN, 2000), h. 8
[42] Nurul Huda & Mustafa Edwin Nasution, Investasi Pada
Pasar Modal Syariah (Jakarta: Kencana, 2007), h. 111
[43] Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya (Jakarta:
PT Raja Grafi ndo Persada, 2002), h.194
[44] Inggi H, Investasi DI Pasar Modal Menggagas Konsep &
Praktek Manajemen Portofolio Syariah (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
2000), h. 231
[45] Muhammad Nafi k, Bursa Efek & Investasi Syariah (Jakarta:
Serambi, 1999), h. 89
[46] Inggi H, Investasi DI Pasar Modal Menggagas Konsep &
Praktek Manajemen Portofolio Syariah (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
2000), h. 244
[47] Kherul Umam, Manajemen Perbankan Syariah... h. 185
[48]
Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah..., h. 167
Sudahkah Anda mendapat pinjaman dari bank
BalasHapusAtau ada beberapa lembaga keuangan yang menolak permintaan Anda untuk satu atau lebih alasan ?.
KAMI MENAWARKAN SEMUA JENIS PINJAMAN DARI:
- Pinjaman usaha,
- Pinjaman modal,
- Pinjaman real estat,
- Pinjaman pribadi,
- Pinjaman mahasiswa,
- Pinjaman pertanian
Dan lebih dalam berinvestasi dengan investor yang baik ... Kami menawarkan pinjaman
untuk perusahaan dan individu dengan tingkat bunga rendah sebesar 2%. Anda berada di sebelah kanan
tempat untuk mendapatkan pinjaman Anda
Hubungi kami hari ini dan dapatkan masalah keuangan Anda!
Email: MARGERTPEDROLOANCOMPANY@GMAIL.COM
Dapatkan masalah keuangan Anda dipecahkan di sini ...
Saya Widya Okta, saya ingin memberi kesaksian tentang karya bagus Tuhan dalam hidup saya kepada orang-orang saya yang mencari pinjaman di Asia dan sebagian lain dari kata tersebut, karena ekonomi yang buruk di beberapa negara. Apakah mereka mencari pinjaman di antara kamu? Maka Anda harus sangat berhati-hati karena banyak perusahaan pinjaman yang curang di sini di internet, tapi mereka tetap asli sekali di perusahaan pinjaman palsu. Saya telah menjadi korban penipuan pemberi pinjaman 6-kredit, saya kehilangan banyak uang karena saya mencari pinjaman dari perusahaan mereka.
BalasHapusSaya hampir mati dalam proses karena saya ditangkap oleh orang-orang dari hutang saya sendiri, sebelum saya dibebaskan dari penjara dan teman saya yang saya jelaskan situasi saya, kemudian mengenalkan saya ke perusahaan pinjaman yang andal yaitu SANDRAOVIALOANFIRM. Saya mendapat pinjaman saya sebesar Rp900.000.000 dari SANDRAOVIALOANFIRM dengan tarif rendah 2% dalam 24 jam yang saya gunakan tanpa tekanan atau tekanan. Jika Anda membutuhkan pinjaman Anda dapat menghubungi dia melalui email: (sandraovialoanfirm@gmail.com)
Jika Anda memerlukan bantuan dalam melakukan proses pinjaman, Anda juga bisa menghubungi saya melalui email: (widyaokta750@gmail.com) dan beberapa orang lain yang juga mendapatkan pinjaman mereka Mrs. Jelli Mira, email: (jellimira750@gmail.com). Yang saya lakukan adalah memastikan saya tidak pernah terpenuhi dalam pembayaran cicilan bulanan sesuai kesepakatan dengan perusahaan pinjaman.
Jadi saya memutuskan untuk membagikan karya bagus Tuhan melalui SANDRAOVIALOANFIRM, karena dia mengubah hidup saya dan keluarga saya. Itulah alasan Tuhan Yang Mahakuasa akan selalu memberkatinya.