Rabu, 25 Januari 2017

MANAJEMEN LIKUIDITAS BANK SYARIAH


MANAJEMEN LIKUIDITAS BANK SYARI’AH
(Upaya Peningkatan Good Corporate Governance)

Nora Harjuliana
Ekonomi Syariah Kelompok 4
Semester 7

Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri(STAIN)Watampone
Jalan Hos Cokroaminoto, Watampone



Abstrak

Baik bank konvensinal dan syariah memiliki kewajiban untuk  meyakinkan pelanggan bahwa uang yang mereka simpan dijamin. sehingga dalam rangka memberikan keamanan kepada pelanggan, bank harus memiliki manajemen likuiditas yang memaksa bank untuk memenuhi saat ini atau kewajiban masa depan.
Secara umum, likuiditas adalah kemampuan  untuk memenuhi kebutuhan dana (cash flow) dengan segera dan dengan biaya yang sesuai. Likuiditas bank adalah kemampuan bank untuk memenuhi kewajibannya, terutama kewajiban dana jangka pendek. Dari sudut aktiva, likuiditas adalah kemampuan untuk mengubah seluruh asset menjadi bentuk tunai (cash). Sedangkan dari sudut pasiva, likuiditas adalah kemampuan memenuhi kebutuhan dana melalui peningkatan portofolio liabilitas. Manajemen likuiditas adalah mengelola bagai mana bank dapat memenuhi baik kewajiban yang sekarang maupun kewajiban yang akan datang bila terjadi penarikan atau pelunasan asset liability yang sesuai perjanjian atau pun yang belum diperjanjikan (tidak terduga).
Likuditas merupakan hal yang penting dalam bisnis perbankan. Sebab, likuiditas berkaitan dengan masalah keoercayaan masyarakat. Bank adalah bisnis yang dilandasi pada kepercayaan. Baik buruknya likuiditas bank dipengaruhi oleh banyak faktor. Namun faktor dominannya dapat dikelompokkan menjadi faktor eksternal dan faktor internal.
Ada beberapa instrumen likuiditas yang da pat dijalankan bank syari’ah dalam rangka memenuhi kewajiban likuiditasnya, antara lain : Giro Wajib Minimum (Statury Reserve Requirement) adalah simpanan minimum bank umum dalam giro pada Bank Indonesia yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia berdasarkan per sentase tertentu dari Dana Pihak Ketiga (DPK), Kliring adalah suatu istilah dalam dunia perbankan dan keuangan yang menunjukkan suatu aktivitas yang berjalan sejak saat terjadinya kesepakatan untuk suatu transaksi hingga selesainya pelaksanaan kesepakatan tersebut. Agar bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syari’ah dapat juga mengelola kelebihan dan kekurangan dana secara efisien, maka diperlukan Pasar Uang Antarbank berdasarkan prinsip Syari’ah (PUAS) dan menggunakan piranti yang sesuai dengan prinsip syari’ah. Sertifikat Wadi’ah Bank Indonesia (SWBI), pasar modal merupakan tempat pertemuan antara penawaran dan permintaan surat berharga. Pasar modal merupakan tempat pertemuan antara penawaran dan permintaan surat berharga.
Pengelolaan likuditas merupakan masalah yang sangat kompleks dalam kegiatan operasional suatu bank. Pemicu utama kebangkrutan bank baik bank yang besar maupun yang kecil, bukanlah karena kegagalan pada pembiayaan yang menyebabkan kerugian, melainkan lebih kepada ketidakmampuan bank untuk melakuan pengelolaan likuditas.
Dalam menjalankan kegiatan operasionalnya bank dapat mengalami kelebihan atau kekurangan likuiditas. Dalam hal terjadi kelebihan likuiditas, bank melakukan penempatan kelebihan likuiditas sehingga dapat mem peroleh keuntungan. Sedangkan bila mengalami kekurangan likuiditas bank memerlukan sarana untuk menutupi kekurangan likuiditas baik yang disebabkan oleh kalah kliring maupun untuk menambah likuiditas dalam rangka kegiatan pembiayaan sehingga kegiatan operasional bank dapat berjalan dengan baik.
Keywords : Likuiditas, Manajemen Likuiditas, Instrumen Likuiditas, Pengelolaan Likuiditas.

A. Latar Belakang
Secara umum tugas utama bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan. Kemudian dana yang telah terkumpul tersebut disalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman (kredit), serta memberikan jasa-jasa bank lain nya. Untuk bisa menghimpun dana dari masya rakat, maka bank memiliki keharusan untuk meyakinkan nasabah bahwa uang yang mereka titipkan dijamin keamanannya. Dengan demikian, agar bisa memberikan keamanan kepada para nasabah, maka bank tersebut haruslah likuid atau dapat memenuhi kewajiban jangka pendeknya yakni memiliki dana fresh atau uang cash untuk melayani nasabah dalam pengambilan tunai dan juga memenuhi dan merealisasikan pengajuan permohonan kredit atau pembiayaan.[1]
Kajian mengenai likuiditas di dunia perbankan, merupakan satu keharusan yang harus dilakukan, baik itu oleh pihak perbankan, praktisi keuangan, ataupun pihak-pihak ketiga yang berencana menitipkan dananya di bank. Pentingnya penilaian atas likuiditas suatu bank merupakan salah satu cara untuk bisa menentukan apakah bank tersebut dalam kondisi yang sehat, cukup sehat, kurang sehat, dan tidak sehat.[2]
Salah satu penyebab kebangkrutan suatu bank adalah karena ketidakmampuannya dalam memenuhi kebutuhan likuiditasnya. Oleh karena itu, likuiditas yang tersedia harus cukup sehingga tidak mengganggu kebutuhan operasional.[3] Salah satu alat ukur yang utama yang bisa digunakan untuk menentukan kondisisuatu bank dikenal dengan nama analisis CAMEL. Analisis ini terdiri dari beberapa aspek: Pertama, Capital, yakni penilaian terhadap kewajiban penyediaan modal minimum yang dimiliki bank. Kedua, Kualitas Aset, yakni menilai jenis-jenis asset yang dimiliki suatu bank. Ketiga, Kualitas Manajemen, yakni penilaian terhadap kualitas manusianya dalam mengelola bank, bisa dilihat dari segi pendidikan, pengalaman para karyawannya, dan lain-lain. Ke empat, Earning, yakni penilaian terhadap kemam puan bank dalam meningkatkan keuntungan. Kelima, Likuiditas, yakni penilaian atas kemampuan bank untuk membayar semua utangnya, terutama utang jangka pendek.[4]

B. Pengertian Likuiditas Bank Syariah
Secara umum, likuiditas adalah kemampuan  untuk memenuhi kebutuhan dana (cash flow) dengan segera dan dengan biaya yang sesuai. Fungsi likuiditas secara umum adalah:
1.    Menjalankan transaksi bisnisnya sehari-hari.
2.    Mengatasi kebutuhan dana yang mendesak.
3.    Memuaskan permintaan nasabah akan pinjaman dan memberikan fleksibilitas dalam meraih kesempatan investasi menarik yang menguntungkan.[5]
Likuiditas bank adalah kemampuan bank untuk memenuhi kewajibannya, terutama kewa jiban dana jangka pendek. Dari sudut aktiva, likuiditas adalah kemampuan untuk mengubah seluruh asset menjadi bentuk tunai (cash). Sedangkan dari sudut pasiva, likuiditas adalah kemampuan memenuhi kebutuhan dana melalui peningkatan portofolio liabilitas.[6]
Manajemen likuiditas adalah mengelola bagai mana bank dapat memenuhi baik kewajiban yang sekarang maupun kewajiban yang akan datang bila terjadi penarikan atau pelunasan asset liability yang sesuai perjanjian atau pun yang belum diperjanjikan (tidak ter duga).[7]
Suatu bank syariah dapat dikatakan likuid apabila:[8]
1.    Dapat memelihara Giro Wajib Minimum di Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2.    Dapat memelihara Giro di Bank Koresponden. Giro di Bank Koresponden ada lah rekening yang dipelihara di Bank Koresponden yang besarnya ditetapkan berdasar kan Saldo Minimum.
3.    Dapat memelihara sejumlah Kas secukupnya untuk memenuhi pengambilan uang tunai.
Tujuan manajemen likuiditas adalah:
a.    Menjaga posisi likuiditas bank agar selalu berada pada posisi yang ditentukan oleh otoritas moneter, yakni bank Indonesia.
b.    Mengelola alat likuid agar memenuhi semua kebutuhan cash flow termasuk kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan.
c.    Memperkecil terjadinya idel fund (dana yang menganggur).
d.    Menjaga posisi likuiditas dan proyeksi arus kas agar selalu dalam posisi aman.
Fungsi manajemen likuiditas salah satunya adalah memberikan keyakinan kepada para penyimpan dana bahwa deposan dapat menarik dananya sewaktu-waktu atau pada saat jatuh tempo , dana tersebut dapat ditarik. Oleh karena itu, bank wajib mempertahankann sejumlah dana likuid agar bank dapat memenuhi kewajibannya tersebut.[9]
Ciri-ciri bank yang memiliki likuiditas yang sehat, adalah sebagai berikut:
1.    Memiliki sejumlah alat likuid, cash assset (uang kas, rekening pada bank senttralndan bank lainnya) setara dengan kebutuhan likuiditas yang diperkirakan.
2.    Memiliki likuiditas kurang dari kebutuhan, tetapi memiliki surat-surat berharga yang segera dapat dialihkan menjadi kas, tanpa harus mengalami kerugian baik sebelum atau sesudah jatuh tempo.
3.    Memiliki kemampuan untuk memperoleh likuiditas dengan cara menciptkan uang, misalnya dengan menjual surat berharga dengan menjual surat berharga dengan repurchase agreement.
4.    Memenuhi ratio pengukuran likuiditas yang sehat, yaitu:
a.    Rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga:
1)    Merupak ukuran untuk menilai kemampuan bank dalam memenuhi kebutuhan likuiditas akibat penarikan dana oleh pihak ketiga dengan menggunakan alat likuid bank yang tersedia.
2)    Alat likuid bank terdiri atas uang kas, saldo giro, pada bank sentra dan bank koresponden.
3)    Semakin besar rasio ini semakin besar kemampuan bank memenuhi kewajiban jangka pendeknya, tetapi disisi lain mengidentifikasikan semakin besarnya idle money.
b.    Ratio pembayaran terhadap total dana pihak ketiga (FDR):
1)    Finance to Deposit Ratio (FDR), yang menggambarkan perbandingan pembiayaan yang disalurkan dengan jumlah DPK yang disalurkan.
2)    Ratio ini harus dipelihara pada posisi tertentu yaitu 75-100%. Jika ratio dibawah 75% maka bank dalam kondisi kelebihan likuiditas dan jika ratio diatas 100% maka bank dalam kondisi kurang likuid.
3)    Menurut kriteria Bank Indonesia, Ratio sebesar 115% keatas nilai kesehatan likuiditas bank adalah nol.[10]

C. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LIKUDITAS
Likuditas merupakan hal yang penting dalam bisnis perbankan. Sebab, likuiditas berkaitan dengan masalah keoercayaan masyarakat. Bank adalah bisnis yang dilandasi pada kepercayaan. Baik buruknya likuiditas bank dipengaruhi oleh banyak faktor. Namun faktor dominannya dapat dikelompokkan menjadi faktor eksternal dan faktor internal.
1.    Faktor eksternal
Faktor eksternal yang mempengaruhi kondisi likuiditas bank syariah dapat di identifikasikan sebagai berikut:
a.    Karakterisitik penabung
Faktor eksternal adalah berbgai hal yang erjadi diluar bank yang dapat mempengaruhi fund inflow. Sebagi contoh di Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia menunjukkn bahwa mereka sanagt rasional dalam urusan bisnis walaupun menyadari nilai-nilai religius dalam transaksi keuangan. Majelis ulama indonesia telah mengharamkan bunga tetapi mereka tetap menyimpan uangnya di Bnak Konvensional sepnjang lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan bank syariah. Ini merupakan salah satu masalah yang harus diperhatikan jika kita bicara tentang manajemen likuiditas.
Secara spesifik para deposan bank syariah memiliki pola perilaku menabung sebagai berikut:
1)    Menyimpan dalam instrumen tabungan jangka pendek sehingga bisa dicairkan kapan saja baik dengan penalti atau tanpa penalti.
2)    Untuk kepentingan jangka pendek dan lebih mengutmakan keuntungan. Dalam kondisi ekonomi dimana suku bunganaik dan pasar uang yang volatile, mereka akan akan pindah ke bank konvensional atau pasar uang konvensional.
3)    Oleh karenanya banyak penabung di bank syariah juga tetap memelihara rekening tabungan di bank konvensional.

b.    Kondisi ekonomi dan moneter
Sebagai bagian dari sistem perekonomian, kondisi perekonomian secara umu sangat mempengaruhi kondisi likuiditas perbnkan syariah. Pada saat tingkat inflasi tinggi yang ditandai dengan tingginya demand, otoritas moneter dengan memainkaninstrumen moneter seperti menaikkan suku bunga sertifikat bank indonesia. Akibatnya bank konvensioanl juga akan menaikkan tingkat suku bunganya sehingga deposan yangmemiliki mindset rational akan menarik dananya dari bank syariah ke bank konvensional. Bank konvensional lebih memiliki fleksibilitas dalam menyesuaikan returnnya(suku bunganya) dibandingkan dengan bank syariah. Tidak bisa dipungkiri bahwa persaingan didalam menarik dana masyarakat tidak hanya datang dai bank sejenis (syariah) tetapi juga datang dari bank konvensional, terutama persaingan didalam memperebutkan segmen deposan rasional.
c.    Persaingan antar lembaga keuangan
Persaingan antar lembaga keuangan juga mempengaruhi likuiditas bank syariah. Pada saat bank syariah memberikan retun yang rendah para pemilik dana terutama pemilik dana rasioanl akan mencari alternatif lain untuk mengoptimumkan return mereka. Berbagai lembaga keuangan seperti bank konvensional,lembaga keuangan bukan bank dan pasar uang dan modal merupakan pesaing yang harus diperhitungkan didalam memperebutkan dana masyarakat.
2.    Faktor internal
Faktor internla yang mempengaruhi kondisi likuiditas bank syariah dapat diidentifikasilkan sebagai berikut:
a.    Manajemen risiko likuiditas
Risiko likuiditas adalah risiko terjadinya kerugian yang merupakan akibat dari adanya kesenjangan antara sumber pendanaan yang pada umumnya berjangka pendek dan aktiva ang pada umumnnya berjangka panjang. Besar kecilnya  risiko likuiditas ditentukan antara lain:
1.    Kecermatan dalam perencanaan arus kas atau arus dana berdasarkan prediksi pembiayaan dan prediksi pertumbuhn dana, termasuk mencermati tingkta fluktuasi dana.
2.    Ketepatan dalam mengatur struktur dana termasuk kecukupan dana-dana non PLS.
3.    Ketersediaan aset yang siap dikonversikan menjadi kas.
4.    Kemaampuan menciptakan akses ke passar antar bank atau sumber dana lainnya, termasuk fasilitas lender of last resort.

D. Instrument Likuiditas Bank Syari’ah
Sebagai pendukung kelancaran lalu lintas pembayaran antar bank dan pelaksanaan kegiatan Pasar Uang antar Bank Syari’ah (PUAS), seluruh kantor pusat bank umum baik bank umum konvensional maupun syari’ah diwajibkan untuk membuka rekening giro dalam valuta rupiah di kantor pusat Bank Indonesia atau Kantor Bank Indonesia setempat[11].
Dalam menjalankan kegiatan operasionalnya bank dapat mengalami kelebihan atau kekurangan likuiditas. Dalam hal terjadi kelebihan likuiditas, bank melakukan penempatan kelebihan likuiditas sehingga dapat mem peroleh keuntungan. Sedangkan bila mengalami kekurangan likuiditas bank memerlukan sarana untuk menutupi kekurangan likuiditas baik yang disebabkan oleh kalah kliring maupun untuk menambah likuiditas dalam rangka kegiatan pembiayaan sehingga kegiatan operasional bank dapat berjalan dengan baik.
Ada beberapa instrumen likuiditas yang da pat dijalankan bank syari’ah dalam rangka memenuhi kewajiban likuiditasnya[12], yaitu:
a.    Giro Wajib Minimum (GWM)
Giro Wajib Minimum (Statury Reserve Requirement) adalah simpanan minimum bank umum dalam giro pada Bank Indonesia yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia berdasarkan per sentase tertentu dari Dana Pihak Ketiga (DPK). Giro wajib minimum ini merupakan kewajiban bank dalam rangka mendukung pelaksanaan prinsip kehati-hatian bank dan berperan pula sebagai instrumen moneter untuk mengendalikan jumlah uang beredar.
1.    Perhitungan GWM[13]
Giro Wajib Minimum merupakan rasioantara saldo giro dari seluruh kantor Bank yang tercatat pada Bank Indonesia setiap hari dengan rata-rata harian jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank. Karena informasi mengenai DPK baru diketahui dua minggu kemudian maka GWM pada masa laporan berlaku dibandingkan dengan jumlah ratarata harian DPK dari dua masa laporan sebelumnya. Perhitungan ini berlaku baik untuk Giro Wajib Minimum dalam rupiah maupun dalam valuta asing. Rumus perhitungan GWM :
GWM Rupiah = 5% x DPKt-2
GWM Valas = 3% x DPKt-2
Keterangan:
GWM = Giro Wajib Minimum
DPKt-2 = Rata-rata harian jumlah DPK
Bank dalam satu masa laporan untuk periode dua masa laporan sebelumnya. Perhitungan persentase GWM didasarkan pada jumlah harian saldo pada Bank Indonesia dan rata-rata harian jumlah DPK sebagai berikut:
Persentase GWM

Jumlah Harian
Saldo Giro Rata-rata DPK
Tanggal
Tanggal
Tanggal

1 s.d 7
1 s.d 7
16-23 bulan sebelumnya

8 s.d 15

8 s.d 15
24 s.d akhir bulan
sebelumnya

16 s.d 23
16 s.d 23

1-7 bulan yang sama
24 s.d
akhir bulan
24 s.d
akhir bulan
8-15 bulan yang sama


Sumber: Bank Indonesia (2000 : 8)
Dana Pihak Ketiga bank yang dimaksudkan di sini meliputi seluruh DPK dalam rupiah maupun valuta asing pada kantor bank yang bersangkutan di Indinesia. DPK bank dalam rupiah meliputi kewajiban kepada pihak ketiga bukan bank yang terdiri dari:
a.    Giro wadi’ah
b.    Tabungan mudharabah
c.    Deposito investasi mudharabah, dan
d.    Kewajiban lainnya.
DPK bank dalam rupiah ini tidak termasuk dana yang diterima oleh bank dari Bank Indonesia dan Bank Perkreditan Rakyat.[14]
DPK bank dalam valuta asing meliputi kewajiban dalam valuta asing kepada pihak ketiga termasuk bank dan Bank Indonesia[15], yang terdiri dari:
1.    Giro wadi’ah
2.    Deposito investasi mudharabah, dan
3.    Kewajiban lainnya. [16]

b.    Penyampaian Laporan
Bank wajib menyampaikan laporan secara berkala dan benar kepada Bank Indonesia mengenai DPK serta pos-pos aktiva dan pasiva dalam rupiah maupun valuta asing. Tata cara penyusunan dan penyampaian  laporan dimaksud diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran Bank Indonesia mengenai pelaporan bank.
c.    Sanksi
Bank akan dikenakan sanksi apabila melakukan kelambanan penyampaian laporan, menyampaikan angka-angka yang tidak benar, melanggar Giro Wajib Minimum dan mengalami saldo giro negatif pada Bank Indonesia.
d.    Kelambatan penyampaian laporan dan penyam paian angka yang tidak benar.
Keterlambatan penyampaian laporan dan pe nyampaian angka yang tidak benar dalam laporan mingguan bank akan dikenakan sanksi sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia No.28/10/UPPB tanggal 14 desember 1995 tentang GWM Bank Umum pada Bank Indonesia dalam rupiah dan valas[17]. Sebagai  berikut :
JENIS PELANGGARAN
SANKSI KEWAJIBAN MEMBAYAR
Keterlambatan
penyampaian
laporan mingguan
bank termasuk
koreksinya

Rp. 2.500.000.00,- untuk
setiap laporan

Penyampaian angka
yang tidak benar
dalam laporan
mingguan

Rp. 250.000.00,- untuk
setiap kesalahan dengan
setinggi-tingginya Rp.
10.000.000.00,- untuk setiap
Laporan
Sumber: Bank Indonesia (2000 : 10)
e.    Kekurangan GWM
Pelanggaran giro wajib minimum pada rekening giro rupiah dan rekening giro rupiah yang dimaksud masih bersaldo positif, maka bank dikenakan sanksi kewajiban mem bayar sebesar 125% (seratus dua puluh lima perseratus) dari tingkat indikasi imbalan PUAS terhadap kekurangan Giro Wajib minimum. Data mengenai Tingkat Indikasi imbalan PUAS yang digunakan adalah rata-rata tertimbang tingkat indikasi imbalan Sertifi kat IMA yang tercatat pada PIPU, Bank Indonesia.
Kekurangan GWM x 125% x Tingkat Indikasi Imbalan PUAS x 1/360, Contoh:
·         Saldo giro rupiah bank pada Bank Indonesia yang wajib dipelihara untuk periode tanggal 1 s.d 7 adalah sebesar Rp. 10 Milyar
·         Saldo giro rupiah Bank yang tercatat pada Bank Indonesia pada tanggal 1 adalah sebesar Rp. 1 Milyar
·         Tingkat Indikasi Imbalan PUAS pada tanggal 1 sebesar 12%
·         Sehingga sanksi kewajiban membayar untuk PUAS pada tanggal 1 adalah sebesar:
·         (Rp. 10 M – Rp. 1 M) x 1,25 x 0,12 x 1/360 = Rp. 3.750.000.00,-

f.     Saldo Negatif GWM Pelanggaran giro wajib minimum pada rekening giro rupiah yang mengakibatkan saldo negatif, maka Bank dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar 125% dari Tingkat Indikasi Imbalan PUAS terhadap giro wajib minimum ditambah dengan sebesar 150% dari Tingkat Indikasi Imbalan PUAS terhadap saldo negatif. Perhitungan sanksi kewajiban membayar saldo negatif adalah:
GWM x 125% x tingkat indikasi imbalan puas x 1/360
Ditambah dengan:
Saldo negatif x 150% x tingkat indikasi imbalan puas x 1/360[18]
Apabila data mengenai Tingkat Indikasi Imbalan PUAS tidak tersedia, maka pengenaan sanksi dihitung berdasarkan rata-rata tingkat imbalan deposito investasi mudharabah sebelum didistribusikan pada bulan sebelumnya dari seluruh bank, dengan pengertian bahwa tingkat imbalan deposito investasi mudharabah sebelum didistribusikan tersebut hanya sebagai acuan dalam menentukan sanksi kewajiban membayar. Hal ini sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia No. 2/8/2000 tentang Pasar Uang Antar Bank Berdasarkan Prinsip Syari’ah PUAS, bahwa penghitungan tingkat indikasi maupun realisasi imbalan Sertifikat IMA mengacu pada tingkat imbalan deposito investasi mudharabah sebelum didis tribusikan dengan jangka waktu satu dan tiga bulan.16[19]

b.    Kliring
Di dalam dunia perbankan terdapat istilah kliring yang sering kali kita dengar. Ketika seseorang mentrasfer uang dari satu rekening bank ke rekening bank yang berbeda, misalnya dari bank BCA ke bank Mandiri dan sebaliknya maka terjadilah proses kliring.Kliring adalah suatu istilah dalam dunia perbankan dan keuangan yang menunjukkan suatu aktivitas
yang berjalan sejak saat terjadinya kesepakatan untuk suatu transaksi hingga selesainya pelaksanaan kesepakatan tersebut.[20]
Kliring dibutuhkan untuk mempercepat penyelesaian transaksi perdagangan yang mem butuhkan perlengkapan aset transaksi. Hal yang paling mudah dipahami dalam kliring adalah kesepakatan antar lembaga keuangan mengenai hutang piutang dalam suatu transaksi keuangan. Kliring melibatkan manajemen dari paska perdagangan, pra penyelesaian
eksposur kredit, untuk memastikan bahwa tran saksi dagang terselesaikan sesuai dengan atu r an pasar, walaupun pembeli maupun penjual menjadi tidak mampu melaksanakan penyelesaian kesepakatannya. Yang termasuk dalam proses kliring antara lain pelaporan/ pemantauan, marjin risiko, netting transaksi dagang menjadi posisi tunggal, penanganan per pajakan dan penanganan kegagalan18[21].
Secara umum kliring melibatkan lembaga keuangan yang memiliki permodalan yang kuat yang dikenal dengan sebutan Mitra Peng imbang Sentral (MPS) atau dalam istilah asingnya dikenal dengan central counterparty. MPS ini menjadi pihak dalam setiap transaksi yang terjadi baik sebagai penjual maupun sebagai pembeli. Dalam hal terjadinya kega galan penyelesaian atas suatu transaksi maka pelaku pasar menanggung suatu risiko kredit yang distandarisasi dari MPS[22].
a.    Cara dan persyaratan peserta kliring
Pada dasarnya persyaratan dan tata cara peserta kliring untuk kantor bank syari’ah mau pun konvensional diperlakukan sama dengan bank umum. Untuk menjadi peserta kliring, Kantor Cabang Syari’ah dapat berstatus sebagai Peserta Langsung (PL) atau Peserta Tidak Langsung. Peserta langsung adalah peserta kliring yang da lam pelaksanaan kliring lokal dapat mem perhitungkan warkat-warkat kliring dengan menggunakan identitas sendiri. Sedang kan peserta tidak langsung adalah peserta yang turut serta dalam pelaksanaan kliring lokal melalui peserta langsung yang menjadi induk nya dari bank yang sama. Persyaratan dan tata cara untuk menjadi peserta kliring sebagaimana tersebut di atas diatur dalam ketentuan mengenai pe nye lenggaraan kliring lokal sesuai de ngan masing-masing sistem kliring yang digunakan[23].
b.    Penghentian sebagai peserta kliring
Dengan diberikannya kesempatan bank umum konvesioanl untuk membuka kantor cabang yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dan mem buka rekening giro yang terpisah dari rekening giro bank konvesioanl perlu penyem purnaan ketentuan mengenai penghentian se ba gai peserta kliring atau skorsing kliring.[24]
Dasar pertimbangan dalam melakukan penyempurnan ketentuan tersebut adalah kantor cabang syariah dari suatu bank umum merupakan suatu legal entity (wih dah qanuniah) dari institusinya. Dengan memepertimbangkan hal tersebut dipandang perlu penyesuaian mengenai defi nisi saldo giro negatif yang membedakan dengan defi nisi saldo giro negatif pada bank konvesional atau bank syariah secara murni. Pengertian saldo giro negatif pada bank uum konvesioanl yang memiliki kantor cabang syariah sebagai berikut:[25]
·         Kantor pusat bank dinyatakan memiliki saldo giro negatif apabila penjumlahan saldo rekening giro kantor pusat bank dan saldo rekening giro US pada bank Indonesia yang mewilayahi kliring lokal menunjukkan angka negatif pada saat bank Indonesia menutup sistem akuntansi.
·         Kantor cabang dinyatakan memiliki saldo giro negatif apabila penjumlahan sal do reekning giro kantor cabang bank konvesioanal dan saldo rekening giro kantor cabang syariah pada Bank Indonesia yang mewilayahi kliring lokal menunjukkan angka negatif pada saat bank Indonesia menutup sisitem akunting.
·         Bilamana terjadi saldo giro negatif seperti tersebut di atas pada:[26]
1.    Kantor pusat bank, maka semua kantor bank baik yang melakukan kegiatan kon vesional maupun syariah di seluruh Indonesia dari Bank yang bersangkutan, dihentikan keikutsertaannya daalm kliring.
2.    Kantor cabang bank, maak semua kantor baik kantor cabang konvesional maupun kantor cabang syariah yang berlokasi pada wilayah kantor Bank Indonesia setempat dari Bank yang bersangkutan, dihentikan keikutsertaannyya dalam kliring.

c.    Pasar Uang Antar Bank Berdasarkan Prinsip Syari’ah (Puas)
Bank yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi antara pemilik dan pengguna dana dapat berpotensi mengalami kekurangan atau kelebihan likuditas. Kekurangan likuiditas umumnya disebabkan oleh perbedaan jangka waktu antara penerimaan dan penanaman dana, sedangkan kelebihan likuiditas dapat terjadi karena dana yang terhimpun belum dapat disalurkan kepada pihak yang membutuhkan.[27]
Dalam rangka peningkatan pengelolaan dana bank, yaitu pengelolaan kelebihan dan kekurangan dana, perlu diselenggarakan Pasar Uang Antarbank. Agar bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syari’ah dapat juga mengelola kelebihan dan kekurangan dana secara efisien, maka diperlukan Pasar Uang Antarbank
berdasarkan prinsip Syari’ah (PUAS) dan menggunakan piranti yang sesuai dengan prinsip syari’ah.
d.    Piranti Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syari’ah (Puas)
e.    Sertifikat IMA (Investasi Mudharabah AntarBank) Piranti yang digunakan dalam PUAS adalah Sertifi kat IMA.[28] Sertifikat ini digunakan sebagai sarana investasi bagi bank yang kelebihan dana untuk mendapatkan keuntungan dan di lain pihak untuk mendapatkan dana jangka pendek bagi bank syari’ah yang mengalami kekurangan dana. Penerbitan Sertifikat IMA sekurangkurangnya memenuhi persayaratan sebagai berikut:
1.    Mencantumkan;
a.    Kata-kata “Sertifi kat Investasi Mudharabah
b.    AntarBank”
c.    Tempat dan Tanggal penerbitan Sertifi
d.    kat IMA
e.    Nomor seri Sertifi kat IMA
f.     Nilai nominal investasi
g.    Nisbah bagi hasil
h.    Jangka waktu investasi
i.      Tingkat indikasi imbalan
j.      Tempat pembayaran nominal dan imbalan
k.    Tempat pembayaran
l.      Nama bank penanam dana
m.   Nama bank penerbit dan tanda tangan
n.    pejabat yang berwenang

2.    Berjangka waktu paling lama 90 hari
a.    Diterbitkan oleh kantor Pusat Bank Syari’ah atau UUS
b.    Format Sertifikat IMA. Sedangkan mengenai jenis dan kualitas kertas Sertifikat IMA diserahkan sepenuhnya kepada bank penerbit, tanpa harus mengikuti ketentuan yang berlaku mengenai penerbitan surat berharga.
c.    Peserta Pasar Uang AntarBank berdasarkan prinsip Syari’ah (PUAS) Peserta PUAS adalah bank-bank yang menerbitkan Sertifikat IMA[29] dan bank-bank yang menanamkan dana pada Sertifikat IMA.

·         Bank Penerbitan Sertifi kat IMA:
a.    Kantor Pusat Bank Syari’ah yaitu bank yang seluruh kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syari’ah.
b.    Unit Usaha Syari’ah (UUS) yaitu kantor pusat dari kantor-kantor cabang syari’ah dari bank umum yang kantor pusat nya melakukan kegiatan usaha secara konvensional.
·         Bank Penanam Dana pada Sertifi kat IMA
a.    Kantor Pusat Bank Syari’ah yaitu bank yang seluruh kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syari’ah.
b.    Unit Usaha Syari’ah (UUS) yaitu kantor pusat dari kantor-kantor cabang syari’ah dari bank umum yang kantor pusatnya melakukan kegiatan usaha secara konvensioanal.
c.    Kantor Pusat Bank Umum yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional.
d.    Mekanisme dan Penyelesaian Transaksi Sertifikat IMA diterbitkan rangkap tiga:
1)    Lembar kerja asli diserahkan kepada pihak bank penanam dana Sertifikat IMA.
2)    Lembar kedua digunakan oleh bank penanam dana sebagai lampiran pada nota kredit, bilyet giro Bank Indonesia atau transfer dana secara elektronis.
3)    Lembar ketiga digunakan sebagai arsip bagi bank penerbit.
Bank penanam dana pada sertifi kat IMA melakukan pembayarab kepada bank penerbit dengan menggunakan nota kredit melalui kliring, bilyet giro bank Indonesia atau transfer dana secara elektronis, disertai tembusan Sertifi kat IMA. Pemindah-tanganan Sertifi kat IMA hanya dapat dilakukan oleh pihak bank penanam dana pertama, sedangkan bank penanam dana kedua tidak diperkenankan memindahtangankan kepada bank lain sampai dengan berakhirnya jangka waktu. Agar bank penerbit Sertifi kat IMA dapat melakukan pembayaran kepada bank yang berhak, maka bank pemegang sertifikat yang terakhir wajib memberitahukan ke pemilikan sertifi kat tersebut kepada bank penerbit.[30]
Pada saat Sertifi kat IMA jatuh tempo, penyelesaian transaksi dilakukan oleh bank penerbit dengan melakukan pembayaran kepada bank pemegang sertifi kat terakhir sebesar nilai nominal investasi (fase value), sedangkan imbalan dibayar pada awal berikutnya. Pembayaran tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan nota kredit melalui kliring, bilyet giro Bank Indonesia atau transfer dana secara elektronis.

d.    Perhitungan Imbalan IMA
Besarnya imbalan Sertifi kat IMA yang diba yarkan pada awal bulan dihitung atas dasar tingkat realisasi imbalan deposito investasimudharabah pada bank penerbit sebelum didistribusikan sesuai dengan jangka waktu penanaman. Penentuan tingkat imbalan dimaksud sesuai dengan jangka waktu deposito investasi mudharabah seperti terlihat pada table berikut:
JANGKA WAKTU

SERTIFIKAT IMA
TINGKAT IMBALAN YANG
DIGUNAKAN

1 hari s.d 30 hari
31 hari s.d 90 hari

Deposito Investasi
Mudharabah 1 bulan
Deposito Investasi
Mudahrabah 3 bulan

Rumus perhitungan besarnya imbalan Sertifikat IMA adalah sebagai berikut:
X= P X R xt/360xk
Keterangan :
X : Besarnya imbalan yang diterbitkan kepada bank penanam dana
P : Nilai nominal Investasi
R: Tingkat realisasi imbalan Deposito Investasi Mudharabah (sebelum didistribusikan)
t : Jangka waktu Investasi
k : Nisbah bagi hasil untuk bank penanam dana[31]
4.    Sertifikat Wadi’ah Bank Indonesia (SWBI)
Selama ini kebijakan moneter yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam rangka pengen dalian uang beredar ditempuh dengan pelaksanaan operasi pasar terbuka yaitu menambah atau mengurangi jumlah uang beredar di masyarakat melalui bank-bank konvensional. Dengan makin berkembangnya bank-bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syari’ah maka pengendalian uang dapat diperluas melalui bank-bank tersebut. Agar pelaksanaan operasi pasar terbuka ber dasarkan prinsip syari’ah dapat berjalan dengan baik, maka diciptakanlah suatu piranti pengendalian uang beredar yang sesuai dengan prinsip syari’ah dalam bentuk Sertifi kat Wadi’ah Bank Indonesia (SWBI). Piranti ter sebut
dapat dijadikan sarana penitipan dana jangka pendek khususnya bagi bank yang mengalami kelebihan likuiditas.[32]
a.    Jumlah Dana dan Jangka Waktu Jumlah dana yang dapat dititipkan se kurang- kurangnya Rp 500.000.000,- dan sele bihnya dengan kelipatan Rp 50.000.000,-. Jang ka waktu SWBI adalah satu minggu, dua minggu dan satu bulan yang dinyatakan dalam jumlah hari.
b.    Tata Cara penitipan Dana dan Penyelesaian Penitipan Dana Kegiatan penerimaan titipan dana oleh Bank Indonesia dilakukan dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 14.00 WIB. Tata cara penitipan dilakukan sebagai berikut[33]:
a)    Bank atau UUS mengajukan permohonan titipan dana sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan melalui Reuters Monitoring Dealing System (RMDS), faksimili, telepon atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
b)    Permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a diatas wajib ditegaskan secara tertulis dengan Surat Penegasan Transaksi Peni tipan Dana (SPTP) selambat-lambatnya pukul 15.00 WIB dan disampaikan kepada : Direktorat Pengelolaan Moneter Cq.Bagian Operasi pasar Uang Bank Indonesia Jl.MH Thamrin No.2 Jakarta 10110
c.    Tata Cara Penyelesaian Transaksi
Tata cara penyelesaian transaksi penitipan dana adalah sebagai berikut:[34]
1)    Penyelesaian transaksi penitipan dana dilakukan pada hari kerja yang sama.
2)    Penyelesaian transaksi penitipan dana yang permohonannya disetujui oleh Bank Indonesia dilakukan dengan mendebit reke ning giro Bank atau UUS sebesar nilai titipan dana.
3)    Pada saat jatuh waktu penitipan dana, Bank Indonesia akan mengkredit rekening giro Bank atau UUS sebesar nilai titipan dana.
4)    Bank Indonesia dapat memberikan bonus kepada Bank atau UUS pada saat jatuh waktu penitipan dana dengan cara mengkredit rekening giro bank. Dalam hal Bank Indonesia akan memberikan bonus, maka besarnya bonus akan dihitung dengan meng gunakan acuan tingkat indikasi imbalan PUAS yang merupakan rata-rata ter timbang dari tingkat indikasi imbalan Sertifi kat IMA yang terjadi di PUAS pada tanggal penitipan dana.
5)    Dalam hal tidak terjadi transaksi PUAS pada tanggal penitipan dana, maka perhitungan bonus didasarkan pada tingkat indikasi imbalan PUAS terakhir atau ratarata tingkat imbalan deposito investasi mudharabah.
6)    Pelaksanaan pendebetan dan pengkreditan rekening giro Bank atau UUS pada bank Indonesia diatur sebagai berikut:
a.    Bagi bank yang berkantor pusat di wilayah Jabotabek dilakukan oleh Kantor Pusat Bank Indonesia, Jl.MH.Thamrin No.2 Jakarta 10110
b.    Bagi Bank yang berkantor pusat diluar wilayah Jabotabek dilakukan oleh Kantor Bank Indonesia setempat.[35]

d.    Sanksi
Dalam transaksi penitipan dana, Bank atau UUS dapat dikenakan sanksi apabila[36]:
1.    Saldo rekening giro Bank atau UUS tidak mencukupi untuk menyelesaikan transaksi, sehingga transaksi penitipan dana dibatalkan. Bank atau UUS dikenakan sanksi administrasi berupa surat peringatan.
2.    Pembatalan transaksi penitipan dana lebih dari dua kali dalam kurun waktu enam bulan, maka atas pembatalan yang ketiga dan seterusnya Bank atau UUS dikenakan sanksi sebagaimana pada huruf a, dan dikenakan pula sanksi kewajiban mem bayar sebesar 0,1% (satu permil) dari kekurangan transaksi.
3.    Bank atau UUS mengambil titipan dana sebelum jatuh waktu, tidak diberikan bonus dan dikenakan sanksi membayar biaya administrasi sebagai berikut:
Jumlah Dana Titipan
Biaya
Administrasi

Rp 500 juta s.d Rp 100 milyar
Diatas Rp 100 milyar s.d Rp
500 milyar Diatas Rp 500 milyar
Rp 5.000.000,-
Rp 10.000.000.-
Rp 15.000.000,-

5.    Pasar Modal Syari’ah
Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 (UUPM). Pasal 1 butir 13, “pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan Efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek.” UUPM tidak membedakan apakah kegiatan
pasar modal tersebut dilakukan dengan prinsip-prinsip syariah atau tidak.[37]
Dengan kata lain, pasar modal merupakan tempat pertemuan antara penawaran dan permintaan surat berharga. Di tempat inilah para pelaku pasar yaitu individu-individu atau badan usaha yang mempunyai kelebihan dana (surplus funds), melakukan investasi dalam surat berharga yang ditawarkan oleh emiten. Sebaliknya, di tempat itu pula perusahaan yang membutuhkan dana menawarkan surat berharganya.[38]
Dalam ekonomi islam, melihat bentuk dan transaksinya pasar modal cenderung kepada teori pertukaran dalam system ekonom islam. Menurut Adiwarman Karim, teori pertukaran dalam bisnis transaksi islam terdiri atas dua pilar, yaitu: 1) objek per tukaran dan 2) waktu pertukaran.[39] jadi, dalam islam pasar modal merupakan bagian dari objek pertukaran, yaitu berbentuk fi nancial asset, dimana pertukaran berupa uang dengan surat berharga.[40]
a)    Peranan Pasar Modal
Peranan pasar modal pada suatu Negara dapat dilihat dari 5 aspek berikut ini[41].
1.    Sebagai fasilitas melakukan interaksian tara pembeli dengan penjual untuk menetukan harga saham atau surat berharga yang diperjualbelikan.
2.    Pasar modal member kesempatan kepada para investor untuk memperoleh hasil (return) yang diharapkan.
3.    Pasar modal member kesempatan kepada in vestor untuk menjual kembali saham yang dimilikinya atau surat berharga lainnya.
4.    Pasar modal menciptakan kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam perkembangan suatu perekonomian.
5.    Pasar modal mengurangi biaya informasi dan transaksi surat berharga. Bagi para inves tor, keputusan investasi harus didasar kan pada tersedianya informasi yang akurat dan dapat dipercaya (amanah)[42].
b)    Instrumen Pasar Modal Syariah
Instrument pasar modal adalah semua surat berharga yang diperdagangkan di bursa, karena itu bentuknya beraneka ragam. Namun dari sekian surat berharga yang diperdagangkan melalui pasar modal, dua yang paling utama ialah saham dan obligasi.[43]
Dalam konteks investasi syariah di pasar modal pemahaman akan pengendalian risiko dan return saja tidak cukup, hal ini yang tak kalah penting untuk dipahami adalah pengenalan akan sekuritas-sekuritas mana yang selaras dengan syariah Islam.
c)    Saham Syariah
Saham merupakan salah satu instrument surat berharga yang paling dominan dalam pasar modal. Saham dapat diartikan sebagai ser tifi kat penyertaan modal dari seseorang atau badan hukum terhadap suatu perusahaan, dan tanda bukti tertulis bagi para investor terhadap kepemilikan suatu perusahaan yang telah go public. Sedangkan bagi investor saham merupakan instrument investasi yang menarik ka rena keberadaannya dinilai menjanjikan keuntungan tertentu.
Pembagian Keuntungan Saham Syariah yang diperoleh dari kepemilikan saham secara umum dapat dibagi menjadi dua[44], yaitu:
a.    Dividen yaitu pembagian keuntungan berdasarkan jumlah kepemilikan saham terhadap perusahaan yang telah berhasil dalam menjalankan usahanya.
b.    Capital gain yaitu hasil selisih antara harga beli dan harga jual saham pada saat transaksi. Capital gain terbentuk karena aktivitas perdagangan di pasar sekunder yang keberadaannya sangat dipengaruhi oleh tingkat permintaan dan penawaran.

d)    Sukuk (obligasi syariah)
Kata sukuk ( 􀁅􀃽􀃰􀃗)bentuk jamak dari sakk ( 􀃮􀃗) merupakan istilah Arab yang dapat diartikan sertifi kat. Sukuk ini bukan merupakan istilah yang baru dalam sejarah Islam. Istilah tersebut sudah dikenal sejak abad pertengahan, dimana umat Islam menggunakannya dalam konteks perdagangan internasional. Sukuk secara umum dapat dipahami sebagai
“obligasi’ yang sesuai dengan prinsip syariah dalam bentuk sederhana sukuk meng gambarkan kepemilikan dari suatu asset.[45]
e)    Transaksi Yang Dilarang di Pasar Modal Syariah
Menurut ketentuan umum Keputusan Ketua BAPEPAM dan Lembaga Keuangan No:KEP-130/BL/2006 tentang penerbitan efek syariah, jenis transaksi yang diharamkan dalam pasar modal syariah adalah :
1.    Perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang.
2.    Menyelenggarakan jasa keungan yang menerapkan konsep ribawi, jual beli risiko yang mengandung gharar dan atau maysir.
3.    Memproduksi, mendistribusikan, memperdagang kan, dan atau mennyediakan
a. Barang/jasa yang haram karena zatnya (Haram li-dzatihi)
b. Barang/jasa yang haram bukan karena zatnya (Haram li-ghairihi) yang ditetapkan oleh DSN-MUI
c. Barang/jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat
4.    Melakukan investasi pada perusahaan yang pada saat transaksi tingkat (nisbah) hutang perusahaan kepada lembaga keuangan ribawi lebih dominan dari modalnya, kecuali investasi tersebut dinyatakan kesyariahannya oleh DSN-MUI.[46]

F. Pengelolaan Likuiditas Bank Syariah
Baik bank konvesional maupun bank syariah wajib mengelola likuiditasnya karena pengelolaan likuiditas tersebut diperlukan untuk memenuhi kewajiban bank, terutama kewajiban jangka pendek. Sekalipun demikian, terdapat beberapa kendala dalam pengelolaan likuiditas dalam bank dengan berbasis syariah(bank Islam) apabila dibandingkan dengan bank konvensional, mengingat bank dengan berbasis syariah produk-produknya masih baru, seiring dengan usia berkembangnya bank syaria. Adapun kendala-kendala tersebut adalah:
1.    Kurangnya akses untuk memperoleh pendanaan jangka pendek.
2.    Kurangnya akses ke pasar uang, sehingga bank syariah hanya dapat memelihara likuiditas dalam bentuk kas.
3.    Kendala operasional, kesulitan dalam mengendalikan likuiditasnya secara efisien, sebagai contoh tidak tersedianya kesempatan investasi segera atas dana-dana yang diterimanya, kesulitan mencirkan dana investasi yang sedang berjalan sehingga bank-bank Islam menahan alat likuidnya dalam junlah besar dibandingkan dengan rata-rata perbankan konvensional.
Untuk mengatasi masalah tersebut, ada beberapa pilihan yang banyak dilakukan oleh pengelola bank-bank Islam yang bersifat darurat, yaitu:
1.     Mengupayakan dana di pasar uang antarbank berdasarkan prinsip syariah dengan menggunakan berbagai instrumen pasar uang yang tersedia di pasar uang tersebut.
2.    Mengambil bunga dan menggunakannya untuk tujuan sosial berdasarkan fatwa.
3.    Menginvestasikan dalam bentuk emas dan/atau logam mulia lainnya secara tunai dengan kontrak berjangka.
4.    Menyimpan dananya di bank konvensional tanpa menerima bunga sebagai imbalan dari servis yang diperolehnya..[47]

G. PERENCANAAN LIKUIDITAS
Dalam hal bank syariah melakukan perencanaan likuiditas maka perencanaan likuiditas dapat dilakukanmelalui tahapan sebagai berikut:
1.    Melakukan analisis perencanaa likuiditas yaitu mengidentifikasi kebutuhan utama tehdap likuiditas kemudian membandingkan kebutuhan tersebut dengan jumlah aktiva lancar yang dimilki bank pada saat itu. Analisis ini dilakukan dengan tiga tahap sebagai berikut:
a.    Tahap pertama:
Klasifikasikan sumber-sumber dana utama bank berdasarkan tingakt kecepatan berputanya. Kelompokan dana yng ssifatnya stabil atau tetap dan dana yang berfluktuasi.
b.    Tahap kedua:
1)    Kelompokkan jenis aktiva yang likuid maupun yang tidak likuid.
2)    Pengelompokkan ini dimaksudkan untuk mengukur kemampua bank dalam memenuhi kebutuhan likuiditasnya dari aktiva lancar yang dimilikinya.
c.    Tahap keempat
Tentukan kebutuhan likuiditas bank yang biasanya dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut ini:
1)    Kewajiban reserve yang ditetapkan oleh bank sentral yaitu merupakan Giro Wajib Minimum (GWM) yang merupakan ketentuan Bank Indonesia.
2)    Kebutuhan dana operasional.
3)    Rencana penyaluran pembiayaan termasuk komitemn bank kepada nasabah atau pihak lain untuk memberikan fasilitas pembiayaan  atau melakukan investasi. Bisnis di perbankan merupakan bisnis kepercayaan oleh karenanya pemenuhn komitmen harus menjadi fokus bank syariah.
4)    Estimasi penarikan dana oleh nasabah baik yang reguler maupun irreguler
5)    Saldo minimum pada bank koresponden.[48]

H. Kesimpulan
Manajemen likuiditas bank syari’ah dapat dikatakan suatu program pengendalian dari alat-alat likuid yang mudah ditunaikan guna memenuhi semua kewajiban bank yang harus segera dibayar.Didalam manajemen likuiditas bank syari’ah terdapat beberapa ins trumen, yang antara lain Giro Wajib Minimum (GWM), Kliring, Pasar uang antar bank berdasarkan prinsip syari’ah (PUAS), Piranti pasar uang antar bank syari’ah yakni Investasi Mudharabah Antarbank (IMA), Sertifi kat Wadi’ah Bank Indonesia (SWBI) dan Pasar modal syari’ah yang mana pada tiap-tiap ins trumen/ komponen tersebut mempunyai ketentuan masing-masing yang berbeda.





























DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainul, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, Cetakan 4, 2006
Aziz, Abdul, EKONOMI ISLAM; Analisis Mikro dan Makro, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008
Boy Leon, Sonny Ericson, Manajemen Aktiva Pasiva Bank Non Devisa, cetakan 1, 2007
Ghufron, Sofiniyah, Konsep dan Implementasi Bank Syari’ah. Jakarta: Renaisans, 2005
Hadiwigeno, Soetatwo & Faried Wijaya, Lembaga-Lembaga Keuangan & Bank Perkembangan, Teori & Kebijaksanaan,Yogyakarta: BPFE, 1984
Huda, Nurul & Mustafa Edwin Nasution, Investasi Pada Pasar Modal Syariah, Jakarta: Kencana, 2007
Inggi H, Investasi DI Pasar Modal Menggagas Konsep & Praktek Manajemen Portofolio Syariah, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000
Karim, Adiwarman, Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan, Jakarta: IIIT, 2003
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002
Martono, Bank & Lembaga Keuangan Lainnya, Yogyakarta: Ekonisia, FE UII, 2004
Muhamad, Manajemen Bank Syari’ah,Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2002
Nafik, Muhammad, Bursa Efek & Investasi Syariah, Jakarta: Serambi, 1999
Nasrun, Harun, Perdagangan Saham di Bursa Efek Tinjauan Hukum Islam, Jakarta: Penerbit Yayasan Kalimah, 2000
R. Latumaerissa, Julius, Mengenal Aspek-aspek Operasi Bank Umum, Jakarta: Bumi Aksara, 1999
Remy, Sjahdeini Sutan, Perbankan Islam &Kedudukannya Dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia, Jakarta: Pustaka Utama, 1999
Rianto, Bambang Rustam, Manajemen Risiko Perbankan Indonesia, Jakarta: Salemba Empat, 2013
Riyadi, Selamet, Banking Assets and Liability Management Jakarta: UI Press, 2006
Rusyams, Imam, Asset Liability Management: Strategi Pengelolaan Aktiva Pasiva Bank, Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 1999
Siamat, Dahlan, Manajemen Lembaga Keuangan, Jakarta: Intermedia, 1995
Simorangkir, Pengantar Lembaga Keuangan Bank & Non Bank, Bogor: Ghalia Indonesia, 2004
Sinungan, Mucdarsyah, Manajemen Dana Bank, Jakarta: Bumi Aksara, 1993
Sunariyah, Pengantar Pasar Modal, Yogyakarta: UPP AMPYKPN, 2000
Sutojo Siswanto, Manajemen Terapan Bank Jakarta; Binaman Pressindo, 1997
Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, cetakan 1, 2001 Tim Pengembangan Perbankan Syari’ah Institute Bankir Indonesia, Bank Syari’ah: Konsep, Produk Dan Implementasi Operasional, Jakarta: Djambatan, 2003
Warsono, Analisis Investasi & Manajemen Portofolio: Keputusan Investasi Pada Sektor Sekuritas dan Pasar Modal, Jakarta: UM Press, 2001
Youssef Shaheed Maroun, Liquidity Management and Trade fi nancing in Islamic Finance; Innovation and Growth, London: Euromoney Books, 2002


[1]Martono, Bank & Lembaga Keuangan Lainnya (Yogyakarta: Ekonisia, FE UII, 2004), h. 126
[2]Muchdarsyah Sinungan, Manajemen Dana Bank Syariah, Edisi II (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), h .114
[3]Saat dilanda krisis moneter tahun 1998-1999, banyak sekali bank yang terlikuidasi. Pada tanggal 13 Maret 1999 saja, setidaknya ada 31 bank yang dilikuidasi oleh pemerintah, antara lain: BDNI, Budi Int’l, Centris, Deka, Dana Asia, Dewa Rutji, Dana Hutama, BDI, Intan, Hokindo, Indotrade, Kredit Asia,
[4]Sofi niyah Ghufron, Konsep dan Implementasi Bank Syari’ah (Jakarta: Renaisan, 2005), h. 67
[5] Kherul Umam, Manajemen Perbankan Syariah, (Cet. 1; Bandung): CV. Pustaka Setia) h. 182
Modern, Namura Int’l, Putra Surya Perkasa, Pelita, Pesona, Surya, Subentra, SGP, Tata, Yama, BUN, Uppindo, Aspac, Orient, BCD, Hastin, Ganesha, Harda Int’l, Aken. Hal ini kemudian menyebabkan tingkat kepercayaan masyarakat menjadi berkurang, atau bisa dikatakan menjadi hilang. Lantas mereka beramai-ramai menarik dananya dari bank. Yang terjadi kemudian adalah banyak sekali bank yang gulung tikar, diakuisisi, dimerger  dan lain sebagainya, Hadiwigeno Soetatwo & Faried Wijaya, Lembaga-Lembaga Keuangan & Bank Perkembangan, Teori & Kebijaksanaan ( Yogyakarta: BPFE, 1984), h. 211
[6] Zainul Arifin, MBA, Dasar-dasar manajemen bank syariah cet.2 (Jakarta: AlvaBet, 2003), h.165
[7] Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah (Yogyakarta: ekonisiahal), h. 64
[8] Imam Rusyamsi, Asset Liability Management: Strategi Pengelolaan Aktiva Pasiva Bank (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 1999), h. 39
[9]  Kherul Umam, Manajemen Perbankan Syariah... h. 185
[10] Muhammad,  Manajemen Dana Bank Syariah, (Cet. 1; Jakarta: PT. Raja Grafindo), h. 167
[11] Simorangkir, Pengantar Lembaga Keuangan Bank & Non Bank (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), h.178
[12] Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam & Kedudukannya Dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia (Jakarta: Pustaka Utama, 1999), h.198
[13] Imam Rusyamsi, Asset Liability Management: Strategi Pengelolaan Aktiva Pasiva Bank (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 1999), h. 67-68
[14] Yang memiliki DPK > Rp 1 triliun s/d Rp 10 triliun wajim memelihara GWM tambahan dalam rupiah sebesar 1% dari DPK dalam rupiah., Yang memiliki DPK > Rp 10 triliun s/d Rp 50 triliun wajib memelihara GWM tambahan dalam rupiah sebesar 2% dari DPK dalam rupiah., sedangkan yang memiliki DPK > Rp 50 triliun wajib memelihara GWM tambahan dalam rupiah sebesar 3% dari DPK dalam rupiah., Sedangkan bagi yang memiliki rasio pembiayaan dalam rupiah terhadap DPK sebesar 80% atau lebih; dan /atau yang memiliki DPK dalam rupiah sampai dengan Rp 1 triliun tidak dikenakan tambahan GWM, Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan (Jakarta: Intermedia, 1995), h.14
[15] Youssef Shaheed Maroun, Liquidity Management and Trade fi nancing in Islamic Finance ; Innovation and Growth (London : Euromoney Books, 2002), h. 165.
[16] Muhammad, Manajemen Bank Syariah (Yogyakarta: BPFE, 2004), h.211
[17] Syafi ’i Antoniio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, cetakan 1, 2001, h.86
[18] 15Saldo giro rupiah Bank pada Bank Indonesia yang wajib dipelihara untuk periode tanggal 2 s.d 7 sebesar Rp.10 Milyar, Saldo rupiah bank yang tercatat pada Bank Indonesia pada tanggal 2 sebesar negatif Rp. 1 Milyar, Tingkat indikasi imbalan PUAS pada tanggal 2 sebesar 11%, Sehingga sanksi kewajiban membayar untuk tanggal 2 sebesar: (Rp. 10 M x 1,25 x 0,11 x 1/360) + (Rp. 1 M x 1,50 x 0,11 x 1/360) = Rp. 3.819.444,44 + Rp. 458.333,33 = Rp. 4.277.777,77, Muhammad,Manajemen Bank Syariah (Yogyakarta: BPFE, 2004), h. 21
[19] Syafi ’I Antoniio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, cetakan 1, 2001, h. 87
[20] Ketentuan mengenai kliring yang berlaku bagi bank umum konvesional berlaku pula bagi bank umum yang berdasarkan prinsip syariah, dengan beberapa perbedaan dan tambahan. Ketentuan yang berlaku bagi bank berdasarkan prinsip syariah antara lain meliputi ukuran besarnya sanksi pelanggaran saldo giro negatif dan tata cara bpengenaan sanksi untuk bank-bank yang bersaldo giro negative, Sofi niyah Ghufron, Sofi niyah, Konsep dan Implementasi bank Syari’ah (Jakarta: Renaisans, 2005), h. 89
[21] Rianto Bambang Rustam, Manajemen Risiko Perbankan Indonesia (Jakarta: Salemba Empat, 2013), hlm. 234
[22] Boy Leon, Sonny Ericson, Manajemen Aktiva Pasiva Bank Non Devisa, cetakan 1, 2007, h. 70
[23] Seperti diketahui penyelenggaraan kliring lokal di Indonesia menggunakan empat sistem kliring, yang terdiri dari Manual, Semi otomasi, Otomasi, dan Elektronik, Syafi ’I Antoniio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, cetakan 1, 2001, h. 102
[24] Julius R. Latumaerissa, Mengenal Aspek-aspek Operasi Bank Umum (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), h. 43
[25]Boy Leon, Sonny Ericson, Manajemen Aktiva Pasiva Bank Non Devisa, cetakan 1, 2007, h. 70
[26] Selamet Riyadi, Banking Assets and Liability Management (Jakarta: UI Press, 2006), h. 27-39.
[27] Muhammad, Manajemen Bank Syari’ah (Yogyakarta:UPPAMP YKPN, 2005), h. 335
[28] Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank (sertifi kat IMA) didefinisikan sebagai sertifi kat yang diterbitkan oleh Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah (UUS) yang digunakan sebagai sarana investasi jangka pendek di PUAS dengan akad mudharabah, Mucdarsyah Sinungan, Manajemen Dana Bank (Jakarta: Bumi Aksara,1993), h.13.
[29]Berlakunya instrument keuangan syariah IMA ini berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia no 9/8/DPM tertanggal 30 Maret 2007.Tujuan diberlakukannya Sertifi kat IMA ini adalah untuk sarana investasi bagi Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah, terutama untuk mengatur kebutuhan likuiditasnya, Zainul Arifin,Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, Cetakan 4, 2006, h.183
[30] Penerbit sertifikat IMA menginformasikan kepada pembeli sertifi kat IMA antara lain : nilai nominal investasi, nisbah bagi hasil, jangka waktu investasi, indikasi tingkat imbalan sertifikat IMA sebelum didistribusikan pada bulan terakhir, Siswanto Sutojo, Manajemen Terapan Bank (Jakarta; Binaman Pressindo, 1997), h.137
[31] 28Contoh Bank A Bulan Maret 2000 R deposito investasi mudharabah 1 bulan = 8% dan 3 bulan= 8,5%,
[32] Tim Pengembangan Perbankan Syari’ah Institute Bankir Indonesia, Bank Syari’ah: Konsep, Produk Dan Implementasi Operasional (Jakarta: Djambatan, 2003), h. 227
Bulan April 2000 R deposito investasi mudharabah 1 bulan = 9% dan 3 bulan= 10%. Tanggal 3 Maret 2000: Bank B menanamkan dana pada bank A dalam bentuk Sertifikat IMA sebesar Rp 10 milyar selama 10 hari dengan nisbah bagi hasil yang disepakati (70:30)., Tanggal 15 April 2000: Bank C menanamkan dana pada bank A dalam bentuk Sertifi kat IMA sebesar Rp 20 milyar selama 40 hari dengan nisbah bagi hasil yang disepakati (75:25), Pengembalian nominal Investasi:Kepada bank B sebesar Rp 10 milyar pada tanggal 13 Maret 2000 Kepada bank C sebesar Rp 20 milyar pada tanggal 24 April 2000, Pembayaran imbalan Sertifi kat IMA: Tanggal 3 April 2000:, Kepada Bank B sebesar, Rp 10 milyar x 8% x 10/360 x 0,7 = Rp 15,55 juta. Kepada Bank C sebesar Rp 20 milyar x 8,5% x 16/360 x 0,75 = Rp 56,67 juta Tanggal 1 Mei 2000 Kepada Bank C sebesar Rp 20 milyar x 10% x 24/360 x 0,75 = Rp 99,99 juta, Muhammad. Manajemen Bank Syariah. (Yogyakarta: UPP. 2005), h. 234
[33] Muchdarsyah Sinungan, Manajemen Dana Bank, Edisi II (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), h. 211
[34] Siswanto Sutojo, Manajemen Terapan Bank (Jakarta; Binaman Pressindo, 1997), h. 143
[35] Zainul Arifi n, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, Cetakan 4, 2006, h. 123
[36] Muhammad, Manajemen Bank Syari’ah (Yogyakarta: UPPAMP YKPN, 2005), h. 354
[37] Harun Nasrun, Perdagangan Saham di Bursa Efek Tinjauan Hukum Islam (Jakarta: Penerbit Yayasan Kalimah, 2000), h. 218
[38] Abdul Aziz, Ekonomi Islam Analisis Mikro dan Makro (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008), h. 144
[39] Adiwarman Karim, Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan (Jakarta: IIIT, 2003), h. 53
[40] Warsono, Analisis Investasi & Manajemen Portofolio: Keputusan Investasi Pada Sektor Sekuritas dan Pasar Modal (Jakarta: UM Press, 2001), h.167
[41] Sunariyah, pengantar pasar modal (Yogyakarta: UPP AMPYKPN, 2000), h. 8
[42] Nurul Huda & Mustafa Edwin Nasution, Investasi Pada Pasar Modal Syariah (Jakarta: Kencana, 2007), h. 111
[43] Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya (Jakarta: PT Raja Grafi ndo Persada, 2002), h.194
[44] Inggi H, Investasi DI Pasar Modal Menggagas Konsep & Praktek Manajemen Portofolio Syariah (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000), h. 231
[45] Muhammad Nafi k, Bursa Efek & Investasi Syariah (Jakarta: Serambi, 1999), h. 89
[46] Inggi H, Investasi DI Pasar Modal Menggagas Konsep & Praktek Manajemen Portofolio Syariah (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000), h. 244
[47] Kherul Umam, Manajemen Perbankan Syariah... h. 185
[48] Muhammad,  Manajemen Dana Bank Syariah..., h. 167

2 komentar:

  1. Sudahkah Anda mendapat pinjaman dari bank
    Atau ada beberapa lembaga keuangan yang menolak permintaan Anda untuk satu atau lebih alasan ?.

    KAMI MENAWARKAN SEMUA JENIS PINJAMAN DARI:
    - Pinjaman usaha,
    - Pinjaman modal,
    - Pinjaman real estat,
    - Pinjaman pribadi,
    - Pinjaman mahasiswa,
    - Pinjaman pertanian
    Dan lebih dalam berinvestasi dengan investor yang baik ... Kami menawarkan pinjaman
    untuk perusahaan dan individu dengan tingkat bunga rendah sebesar 2%. Anda berada di sebelah kanan
    tempat untuk mendapatkan pinjaman Anda

    Hubungi kami hari ini dan dapatkan masalah keuangan Anda!

    Email: MARGERTPEDROLOANCOMPANY@GMAIL.COM

    Dapatkan masalah keuangan Anda dipecahkan di sini ...

    BalasHapus
  2. Saya Widya Okta, saya ingin memberi kesaksian tentang karya bagus Tuhan dalam hidup saya kepada orang-orang saya yang mencari pinjaman di Asia dan sebagian lain dari kata tersebut, karena ekonomi yang buruk di beberapa negara. Apakah mereka mencari pinjaman di antara kamu? Maka Anda harus sangat berhati-hati karena banyak perusahaan pinjaman yang curang di sini di internet, tapi mereka tetap asli sekali di perusahaan pinjaman palsu. Saya telah menjadi korban penipuan pemberi pinjaman 6-kredit, saya kehilangan banyak uang karena saya mencari pinjaman dari perusahaan mereka.

    Saya hampir mati dalam proses karena saya ditangkap oleh orang-orang dari hutang saya sendiri, sebelum saya dibebaskan dari penjara dan teman saya yang saya jelaskan situasi saya, kemudian mengenalkan saya ke perusahaan pinjaman yang andal yaitu SANDRAOVIALOANFIRM. Saya mendapat pinjaman saya sebesar Rp900.000.000 dari SANDRAOVIALOANFIRM dengan tarif rendah 2% dalam 24 jam yang saya gunakan tanpa tekanan atau tekanan. Jika Anda membutuhkan pinjaman Anda dapat menghubungi dia melalui email: (sandraovialoanfirm@gmail.com)

    Jika Anda memerlukan bantuan dalam melakukan proses pinjaman, Anda juga bisa menghubungi saya melalui email: (widyaokta750@gmail.com) dan beberapa orang lain yang juga mendapatkan pinjaman mereka Mrs. Jelli Mira, email: (jellimira750@gmail.com). Yang saya lakukan adalah memastikan saya tidak pernah terpenuhi dalam pembayaran cicilan bulanan sesuai kesepakatan dengan perusahaan pinjaman.

    Jadi saya memutuskan untuk membagikan karya bagus Tuhan melalui SANDRAOVIALOANFIRM, karena dia mengubah hidup saya dan keluarga saya. Itulah alasan Tuhan Yang Mahakuasa akan selalu memberkatinya.

    BalasHapus