Manajemen
Sumber Dana
Bank
Syariah
Oleh
ENDAH
NUR DWIYANTI
STAIN
WATAMPONE
Abstrak
Setiap
penerima dana pihak ketiga (kreditur) merupakan amanah yang harus dijaga
keamanan dan kemaslahatannya bagi pemilik dana dan bank. Oleh karena itu,
setiap proses penghimpunan dan penerimaan dana harus dilakukan berdasarkan
ketentuan peraturan Bank Indonesia, fatwa DSN ataupun peraturan intern bank
yang didasarkan pada asas penerimaan, yaitu kebijakan pokok penghimpunan dana
bank syariah sebagai lembaga intermediasi dalam mengelola dana masyarakat harus
memiliki komitmen dan integritas. Oleh karena itu, setiap proses penghimpunan
dana harus mempertimbangkan asas penghimpunan dana yang sehat. Perbankan
Syariah lebih mendominasi prinsip bagi hasil berbagi resiko dalam melakukan
kegiatan pembiayaan bank syariah menggunakan model pembiayaan muamalah māliyah. Sehubungan dengan itu bank
syariah melakukan pooling dana
dana nasabah dan berkewajiban menyediakan manajemen investasi yang
professional. Proses pemilihan investasi harus dilakukan dengan seksama karena
kesalahan dalam pemilihan bentuk investasi akan membawa akibat bank tidak bisa
memenuhi kewajibannya kepada para nasabahnya. Tugas utama manajemen asset
adalah memaksimalkan laba meminimalkan risiko dan menjamin tersedianya likuiditas
yang cukup. Potensi risiko yang di hadapi oleh bank konvensional juga dihadapi
oleh bank syariah, kecuali risiko tingkat
bunga karena profit and loss sharing yang
menjadi landasan operasionalnya. Sebagaimana diketahui manajemen tidak bisa
menarik nasabah untuk mennyimpan uangnya di bank, tanpa adanya keyakinan bahwa
dana itu dapat diinvestasikan secara menguntungkan dan dapat dikembalikan
ketika dana itu sewaktu waktu di tarik oleh nasabah atau dana tersebut telah
jatuh tempo. Oleh karena itu manajemen juga harus secara simultan
mempertimbangkan berbagai resiko yang akan berpengaruh pada perubahan tingkat
laba yang diperoleh. Manajemen meliputi penilaian terhadap budget dan rencana
pendapatan,penilaian kinerja investasi perusahaan lalu memantau distribusi aset
bank dan menerapkan strategi manajemen
asset. Ruang lingkup teknik manajemen asset bergantung pada sifat dari
sumber dana dan sifat investasi atas dana dana tersebut.
Kata
Kunci: Manajemen, Bank Syariah, Dana.
PENDAHULUAN
Manajemen dalam suatu badan usaha, baik industri,
niaga dan jasa, tidak terkecuali jasa perbankan, didorong oleh motif
mendapatkan keuntungan (profit).
Untuk itu mendapatkan keuntungan yang besar, manajemen haruslah diselenggarakan
dengan efisien. Sikap ini harus dimiliki oleh setiap pengusaha dan manager
dimanapun mereka berada, baik dalam organisasi bisnis, pelayanan publik, maupun
organisasi sosial kemasyarakatan. Perbedaannya hanyalah pada falsafah hidup
yang dianut oleh masingmasing pendiri atau manajer badan usaha tersebut.[1]
Demikian juga dalam dunia perbankan, manajemen menjadi sangat penting sebab hal
ini akan mempengaruhi kinerja perbankan dan kepercayaan masyarakat.
Masyarakat hanya menginginkan lembaga keuangan yang
dapat dipercaya dalam mengembangkan dana yang dimilikinya, khususnya pada
perbankan. Selain menginginkan dana yang dikelola oleh orang-orang terpercaya,
sehingga mereka merasa aman akan dananya, nasabah juga pasti menginginkan
dananya dapat dikembangkan dan memperoleh keuntungan yang maksimal.[2]
Banyak yang meragukan adanya perbankan syariah,
sebab mereka beranggapan bahwa sistem perbankan bebas. Bunga adalah suatu yang tidak mungkin dan tidak lazim, dan juga
banyak yang mempertanyakan bagaimana bank akan membiayai operasinya.[3]
Pada dasarnya bank syariah berfungsi sebagai agen perantara pemilik dengan
modal (nasabah) yang menitipkan uangnya dengan para pengelola usaha atau
masyarakat yang membutuhkan dana untuk memenuhi kebutuhan mereka baik kebutuhan
konsumtif maupun kebutuhan produktif. Dalam rangka memenuhi kebutuhan
masyarakat ini, bank menggunakan prinsip penyertaan dalam rangka pemenuhan
permodalan atau dengan prinsip peminjaman untuk pembiayaan.
Bank syariah mempunyai hukum tersendiri yang lain
dengan bank konvensional dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia diatas,
yakni dengan menggunakan akad-akad hasil (profit
loss sharing), sebagai metode pemenuhan kebutuhan permodalan (equty financing) dan akad-akad jual
beli untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan (deep
financing).
Bank syariah adalah bank yang menjalankan bisnis
perbankan dengan menganut sistem syariah yang berbasis hukum Islam. Dalam hukum
Islam dinyatakan bahwa riba itu haram, sehingga bisnis bank konvensional yang
menerapkan system rente atau riba dengan perhitungan Bunga berbunga, baik untuk
produk simpanan maupun pinjamannya tidak sesuai dengan hukum Islam.[4]
Bank syariah tidak menerapkan sistem bunga tetapi
menerapkan sistem bagi hasil, yaitu sistem pengelolaan dana dalam perekonomian
Islam. Perhitungan bagi hasil didasarkan pada mufakat pihak bank bersama
nasabah yang menginvestasikan dananya di bank syariah. Besarnya hak nasabah terhadap
banknya dalam perhitungan bagi hasil tersebut, ditetapkan dengan sebuah angka
ratio atau besaran bagian yang disebut Nisbah.
Pembiayaan bank syariah bagi pengembangan usaha
berdasarkan prinsip kemitraan. Dalam prinsip ini, konsep yang diterapkan adalah
hubungan antar investor yang harmonis (mutual
investor relationship). Adapun dalam sistem konvensional konsep yang
diterapkan adalah hubungan debitur dan kreditur yang antagonis (debitor to creditor relationship).
Sudah barang tentu, pengelolaan Bank Syariah dengan
demikian perlu suatu manajemen yang dapat memberikan kepercayaan masyarakat dan
sesuai dengan ajaran agama. Sebagaimana pendapat Adnan (1999). Bank syariah
harus bisa menempatkan posisi ‘nasabah’ sebagaimana mestinya. Manajemen harus
betul-betul dapat memposisikan nasabah sebagai mitra, dan bukan lebih tinggi
atau lebih rendah. Manajemen juga harus memahami sisi psikis, bahkan kalau
mungkin sisi tauhid nasabah. Sehingga konflik yang bias terjadi akibat
perbedaan yang menyolok antara kedua pihak bias dihindari, atau mungkin dimanfaatkan
secara positif dan konstruktif.
Berdasarkan latar belakang ini, dapat dirumuskan
satu masalah yaitu bagaimanakah manajemen danan bank syariah?
PEMBAHASAN
A. Pengertian Manajemen Dana
Pertumbuhan
setiap bank sangat dipengaruhi oleh perkembangan kemampuan menghimpun dana
masyarakat, baik berskala kecil maupun besar, dengan masa pengendapan yang
memadai. Sebagai lembaga keuangan, maka dana merupakan masalah bank yang paling
utama. Tanpa dana yang cukup, bank tidak dapat berbuat apa-apa, atau dengan
kata lain, bank menjadi tidak berfungsi sama sekali.
Dana
adalah uang tunai yang dimiliki atau dikuasai oleh bank dalam bentuk tunai,
atau aktiva lain yang dapat segera diubah menjadi uang tunai. Uang tunai yang
dimiliki atau dikuasai oleh bank tidak hanya berasal dari para pemilik bank itu
sendiri, tetapi juga berasal dari titipan atau penyertaan dana orang lain atau
pihak lain yang sewaktu-waktu atau pada suatu saat tertentu akan ditarik kembali,
baik sekaligus ataupun secara berangsur-angsur.[5]
Berdasarkan
data empiris selama ini, dana yang berasal dari para pemilik bank itu sendiri,
ditambah cadangan modal yang berasal dari akumulasi keuntungan yang ditanam
kembali pada bank, hanya sebesar 7 sampai 8% dari total aktiva bank. Bahkan di
Indonesia rata-rata jumlah modal dan cadangan yang dimiliki oleh bank-bank
belum pernah melebihi 4% dari total aktiva. Ini berarti bahwa sebagian besar
modal kerja bank berasal dari masyarakat, lembga keuangan lain dan pinjaman
likuiditas dari bank sentral.
Dalam
pandangan syariah, uang bukanlah merupakan suatu komoditas melainkan hanya
sebagai alat untuk mencapai pertambahan nilai ekonomis (economic added value).
Hal ini bertentangan dengan perbankan berbasis bunga dimana “uang
mengembangbiakkan uang”, tidak peduli apakah uang itu dipakai dalam kegiatan
produktif atau tidak. Untuk menghasilkan keuntungan, uang harus dikaitkan
dengan kegiatan ekonomi dasar (primary economic activities), baik secara
langsung melalui transaksi seperti pedagangan, industri manufaktur,
sewa-menyewa, dan lain-lain atau secara tidak langsung melalui penyertaan modal
guna melakukan salah satu atau seluruh kegiatan usaha tersebut.
Berdasarkan
prinsip tersebut bank syariah dapat menarik dana pihak ketiga atau masyarakat
dalam bentuk :
1. Titipan
(wadiah) simpanan yang dijamin keamanan dan pengembaliannya (guaranteed
deposit) tetapi tanpa memperoleh imbalan atau keuntungan.
2. Partisipasi
modal berbagi hasil dan berbagi resiko (non guaranteed account) untuk investasi
umum (general investment account/mudharabah mutlaqah) dimana bank akan membayar
bagian keuntungan secara proporsional dengan portofolio yang didanai dengan
modal tersebut.
3. Investasi
khusus (special investment account/mudharabah muqayyadah) dimana bank bertindak
sebagai manajer investasi untuk memperoleh fee. Jadi bank tidak ikut
berinvestasi sedangkan investor sepenuhnya mengambil resiko atas investasi itu
Dalam pandangan ajaran Islam, segala sesuatu harus
dilakukan secara rapi, benar dan teratur, proses-prosesnya harus diikuti
dengan baik.Sesuatu tidak boleh dilakukan secara asal-asalan. Hal ini
merupakan prinsip utama dalam ajaran islam. Sesuai dengan Hadis Nabi
saw: “sesungguhnya Allah sangat mencintai orang yang jika melakukan
pekerjaan, dilakukan secara itqān (tepat,
terarah, jelas dan tuntas).” (HR. Thabrani).
Melakukan pekerjaan dengan benar, rapi dan benar
itulah pokok dari manajemen, dan merupakan suatu yang di syariatkan
dalam ajaran Islam. Manajemen secara umum berarti suatu aktifitas khusus
yang mencakup kepemimpinan. Pengarahan, pengembangan personal, perencanaan
dan pengawasan terhadap pekerjaan-pekerjaan yang berkenaan dengan
unsur-unsur pokok dalam suatu proyek, agar hasil-hasil yang ditargetkan
dapat tercapai dengan cara efektif dan efisien. Dalam Islam, manajemen terdiri
dari beberapa prinsip yang harus ada didalamnya, yaitu prinsip keadilan, amanah
dan tanggung jawab.[6]
Demikian juga manajemen dalam Perbankan Islam, sebab
lembaga keuangan merupakan lembaga yang dibangun atas dasar kepercayaan,
sehingga manajemen yang baik sangat diperlukan, termasuk di dalamnya
manajemen dana.
Manajemen Dana Bank Syariah adalah upaya yang
dilakukan oleh lembaga bank syariah dalam mengelola atau mengatur posisi
dana yang diterima dari aktifitas funding
untuk disalurkan kepada aktifitas financing.
Dengan harapan bank yang bersangkutan tetap mampu memenuhi
kriteria-kriteria likuiditas, rentabilitas dan solvabilitasnya.[7]
B.
Tujuan dan Pengelolaan Manajemen Dana
Sebagaimana hal nya dengan bank konvensional, Bank
Syariah juga mempunyai peran sebagai lembaga perantara (intermediary) antara satuan-satuan kelompok
masyarakat atau unit-unit ekonomi yang mengalami kelebihan dana atau surplus unit dengan unit-unit
lainyang mengalami kekurangan dana difisit
unit. Melalui bank kelebihan dana-dana tersebut dapat disalurkan kepada
pihak-pihak yang memerlukan dan memberikan manfaat kepada kedua belah
pihak.[8]
Upaya pencapaian keuntungan yang setinggi-tingginya (profit maximation) adalah
tujuan yang biasa di canangkan oleh bank komersial, berbeda dengan tujuan ini Bank
Islam berdiri untuk menggalakkan, memelihara, serta mengembangkan jasa serta
produk perbankan yang berazaskan syari’at Islam.[9]
Demikian juga dalam pengelolaan dana, diperlukan
manajemen dana dengan tujuan yang sesuai dengan ajaran syariat Islam.
Secara umum dapat digambarkan bahwa tujuan manajemen dana adalah :[10]
1. Memperoleh profit yang optimal
2. Menyediakan aktiva cair dan kas yang memadai
3. Menyimpan cadangan
4. Mengelola kegiatan-kegiatan lembaga ekonomi
dengan kebijakan yang pantas bagi seseorang yang bertindak sebagai
pemelihara dana-dana orang lain.
5. Memenuhi kebutuhan masyarakat akan pembiayaan.
Bank syariah dirancang untuk melakukan fungsi pelayanan
sebagai lembaga keuangan bagi para nasabah dan masyarakat. Untuk itu,
Bank Syariah harus mengelola dana yang dapat digolongkan sebagai berikut
:[11]
1. Kekayaan Bank Syariah dalam bentuk :
a). kekayaan yang menghasilkan (aktiva produktif)
yaitu pembiayaan untuk debitur serta penempatan dana di bank atau
investasi lain yang menghasilkan pendapatan.
b). Kekayaan yang tidak menghasilkan, yaitu kas dan
investaris (harta tetap)
2. Modal Bank Syariah, berasal dari :
a). Modal sendiri, yaitu simpanan pendiri (modal),
cadangan dan hibah, infaq atau shadaqah.
b). Simpanan atau hutang dari pihak lain.
3. Pendapatan usaha keuangan Bank Syariah berupa
bagi hasil atau mark up dari
pembiayaan yang diberikan dan biaya administrasi serta jasa tabungan bank syariah
di bank.
4. Biaya yang harus dipikul oleh Bank Syariah, yaitu
biaya operasi, biaya gaji, manajemen, kantor dan bagi hasil simpanan
nasabah penabung.
Untuk mengetahui hal tersebut pihak bank syariah
dapat melakukan kegiatan
manajemen
sebagai berikut :
1.
Rencana keuangan(budgeting)
2.
Pemelihara likuiditas
3.
Pengawasan efisiensi
4.
Rentabilitas
5.
Aktiva produktif (pembiayaan)
Pertumbuhan
setiap bank sangat dipengaruhi oleh perkembangan kemampuan menghimpun dana
masyarakat, baik berskala kecil maupun besar, dengan masa pengendapan yang
memadai. Sebagai lembaga keuangan, maka dana merupakan masalah bank yang paling
utama. Tanpa dana yang cukup, bank tidak dapat berbuat apa-apa, atau dengan
kata lain, bank menjadi tidak berfungsi sama sekali.
Dana
adalah uang tunai yang dimiliki atau dikuasai oleh bank dalam bentuk tunai,
atau aktiva lain yang dapat segera diubah menjadi uang tunai. Uang tunai yang
dimiliki atau dikuasai oleh bank tidak hanya berasal dari para pemilik bank itu
sendiri, tetapi juga berasal dari titipan atau penyertaan dana orang lain atau
pihak lain yang sewaktu-waktu atau pada suatu saat tertentu akan ditarik
kembali, baik sekaligus ataupun secara berangsur-angsur.
Berdasarkan
data empiris selama ini, dana yang berasal dari para pemilik bank itu sendiri,
ditambah cadangan modal yang berasal dari akumulasi keuntungan yang ditanam
kembali pada bank, hanya sebesar 7 sampai 8% dari total aktiva bank. Bahkan di
Indonesia rata-rata jumlah modal dan cadangan yang dimiliki oleh bank-bank
belum pernah melebihi 4% dari total aktiva. Ini berarti bahwa sebagian besar
modal kerja bank berasal dari masyarakat, lembga keuangan lain dan pinjaman
likuiditas dari bank sentral.
Dalam
pandangan syariah, uang bukanlah merupakan suatu komoditas melainkan hanya sebagai
alat untuk mencapai pertambahan nilai ekonomis (economic added value). Hal ini
bertentangan dengan perbankan berbasis bunga dimana “uang mengembangbiakkan
uang”, tidak peduli apakah uang itu dipakai dalam kegiatan produktif atau
tidak. Untuk menghasilkan keuntungan, uang harus dikaitkan dengan kegiatan
ekonomi dasar (primary economic activities), baik secara langsung melalui
transaksi seperti pedagangan, industri manufaktur, sewa-menyewa, dan lain-lain
atau secara tidak langsung melalui penyertaan modal guna melakukan salah satu
atau seluruh kegiatan usaha tersebut.
Berdasarkan
prinsip tersebut bank syariah dapat menarik dana pihak ketiga atau masyarakat
dalam bentuk :
4. Titipan
(wadiah) simpanan yang dijamin keamanan dan pengembaliannya (guaranteed deposit)
tetapi tanpa memperoleh imbalan atau keuntungan.
5. Partisipasi
modal berbagi hasil dan berbagi resiko (non guaranteed account) untuk investasi
umum (general investment account/mudharabah mutlaqah) dimana bank akan membayar
bagian keuntungan secara proporsional dengan portofolio yang didanai dengan
modal tersebut.
6. Investasi
khusus (special investment account/mudharabah muqayyadah) dimana bank bertindak
sebagai manajer investasi untuk memperoleh fee. Jadi bank tidak ikut
berinvestasi sedangkan investor sepenuhnya mengambil resiko atas investasi itu
C. Sumber-Sumber Dana Bank Syariah
Dengan
demikian, sumber dana bank syariah terdiri dari :[12]
a. Modal
inti (core capital)
b. Kuasi
ekuitas (mudharabah account)
c. Titipan
(wadiah) atau simpanan tanpa imbalan (not remunerated deposit).
1.
Modal inti
Modal ini adalah dana modal sendiri
yaitu dana yang berasal dari para pemegang saham bank, yakni pemilik bank. Pada
umumnya dana modal inti terdiri dari :[13]
a.
Modal yang disetor oleh para pemegang
saham, sumber utama dari modal perusahaan adalah saham. Sumber dana ini hanya
akan timbul apabila pemilik menyertakan dananya pada bank melalui pembelian
saham, dan untuk penambahan dana berikutnya dapat dilakukan oleh bank dengan
mengeluarkan dan menjual tambahan saham baru.
b.
Cadangan, yaitu sebagian laba bank yang
tidak dibagi, yang disisihkan untuk menutup timbulnya risiko kerugian
dikemudian hari.
c.
Laba ditahan, yaitu sebagian laba yang
seharusnya dibagikan kepada para pemegang saham, tetapi oleh para pemegang
saham sendiri (melalui rapat umum pemegang saham) diputuskan untuk ditanam
kembali dalam bank. Laba ditahan ini juga merupakan cara untuk menambah dana
modal lebih lanjut.
2.
Kuasi ekuitas (mudharabah account)
Bank menghimpun dana berbagi hasil atas
dasar prinsip mudharabah, yaitu akad kerja sama antara pemilik dana (shahib al
maal) dengan pengusaha (mudharib) untuk melakukan suatu usaha bersama, dan
pemilik dana tidak boleh mencampuri pengelolaan bisnis sehari-hari. Keuntungan
yang diperoleh dibagi antara keduanya dengan perbandingan (nisbah) yang telah
disepakati sebelumnya. Kerugian finansial menjadi beban pemilik dana sedangkan
pengelola tidak memperoleh imbalan atau usaha yang dilakukan.
Berdasarkan prinsip ini, dalam
kedudukannya sebagai mudharib, bank menyediakan jasa bagi para investor berupa
:
a.
Rekening investasi umum, dimana bank
menerima simpanan dari nasabah yang mencari kesempatan investasi atas dana
mereka dalam bentuk investasi berdasarkan prinsip mudharabah mutlaqah
(unrestricted investment account). Simpana diperjanjikan untuk jangka waktu
tertentu. Bank dapat menerima simpanan tersebut untuk jangka waktu 1, 3, 6, 12,
24 bulan dan seterusnya. Dalam hal ini bank bertindak sebagai mudharib dan
nasabah bertindak sebagai shahih al maal, sedang keduanya menyepakati pembagian
laba (bila ada) yang dihasilkan dari penanaman dana tersebut dengan nisbah
tertentu. Dalam hal terjadi kerugian, nasaba menanggung kerugian tersebut dan
bank kehilangan keuntungan.
b.
Rekening investasi khusus, dimana bank
bertindak sebagai manajer investasi bagi nasabah institusi (pemerintah atau
lembaga keuangan lain) atau nasabah korporasi untuk menginvestasikan dana
mereka pada unit-unit usaha atau proyek-proyek tertentu yang mereka setujui
atau mereka kehendaki. Rekening ini dioperasikan berdasarkan prinsip mudharabah
muqayyadah (restricted investment account). Bentuk investasi dan nisbah
pembagian keuntungannya biasanya dinegosiasikan secara kasus per kasus.
c.
Rekening tabungan mudharabah, prinsip
mudharabah juga digunakan untuk jasa pengelolaan rekening tabungan. Salah satu
syarat mudharabah adalah bahwa dana harus dalm bentuk uang (monetary form),
dalam jumlah tertentu dan diserahkan kepada mudharib. Oleh karena itu, tabungan
mudharabah tidak dapat ditarik sewaktu-waktu sebagaimana tabungan wadiah.
Dengan demikian, tabungan mudharabah biasanya tidak diberikan fasilitas ATM,
karena penabung tidak dapat menarik dananya dengan leluasa. Dalam aplikasinya
bank syariah melayani tabungan mudharabah dalam bentuk targeted saving ,
seperti tabungan korban, tabungan haji atau tabungan lain yang dimaksudkan
untuk suatu pencapaian target kebutuhan dalam jumlah dan atau jangka waktu
tertentu.
Tidak seperti bank konvensionl, bank
syariah tidak menjamin pembayaran kembali nilai nominal dari investasi mudharabah.
Bank syariah juga tidak menjamin keuntungan atas investasi mudharabah.
Mekanisme pengaturan realisasi pembagian keuntungan final atas investasi
mudharabah tergantung pada kinerja bank, berlainan dengan bank konvensional
yang menjamin keuntungan atas deposito berdasarkan tingkat bunga tertentu
dengan mengabaikan performance-nya.
3.
Dana titipan (wadiah/non remunerated deposit)
Selain bank menerima dana investasi,
juga menerima dana titipan. Dana titipan adalah dana pihak ketiga yang
dititipkan pada bank, yang umumnya berupa giro atau tabungan. Pada umumnya
motivasi utama orang menitipkan dana pada bank adalah untuk keamanan dana
mereka dan memperoleh keleluasaan untuk menarik kembali dananya sewaktu-waktu.
Menurut Zainul Arifin, dana titipan
wadiah ini dikembangkan dalam bentuk rekening giro wadiah dan rekening tabungan
wadiah. Dengan penjelasan sebagai berikut :
a. Rekening
giro wadiah
Bank
islam dapat memberikan jasa simpanan giro dalam bentuk rekening wadiah. Dalam
hal ini bank islam menggunakan prinsip wadiah yad dhamanah. Dengan prinsip ini
bank sebagai custodian harus menjamin pembayaran kembali nominal simpanan
wadiah. Dana tersebut dapat digunakan oleh bank untuk kegiatan komersial dan
bank berhak atas pendapatan yang diperoleh dari pemanfaatan harta titipan
tersebut dalam kegiatan komersil. Pemilik simpanan dapat menarik kembali
simpanannya sewaktu-waktu, baik sebagian atau seluruhnya. Bank tidak boleh
menyatakan atau menjanjikan imbalan atau keuntungan apapun kepada pemegang rekening
wadiah dan sebaliknya pemegang rekening juga tidak boleh mengharapkan atau
meminta imbalan atau keuntungan atas rekening wadiah. Setiap imbalan atau
keuntungan yang dijanjikan dapat dianggap riba. Namun demikian bank, atas
kehendaknya sendiri, dapat memberikan imbalan berupa bonus (hibah) kepada
pemilik dana (pemegang rekening wadiah).
Ciri-ciri
giro wadiah adalah sebagai berikut :
1) Bagi
pemegang rekening disediakan cek untuk mengoperasikan rekeningnya.
2) Untuk
membuka rekening diperlukan surat referensi nasabah lain atau pejabat bank dan
menyetor sejumlah dana minimum (yang ditentukan kebijaksanaan masing-masing
bank) sebagai setoran awal.
3) Calon
pemegang rekening tidak terdaftar dalam daftar hitam Bank Indonesia.
4) Penarikan
dapat dilakukan setiap waktu dengan cara menyerahkan cek atau instruksi
tertulis lainnya.
5) Tipe
rekening :
a. Rekening
perorangan
b. Rekening
pemilik tunggal
c. Rekening
bersama (dua orang individu atau lebih)
d. Rekening
organisasi atau perkumpulan yang tidak berbadan hukum
e. Rekening
perusahaan yang berbadan hukum
f. Rekening
kemitraan
g. Rekening
titipan
6) Servis
lainnya :
a. Cek
istimewa
b. Instruksi
siaga (standing instruction)
c. Transfer
dana otomatis
d. Kepada
pemegang rekening akan diberikan salinan rekening (statement of account) dengan
rincian transaksi setiap bulan
e. Konfirmasi
saldo dapat dikirimkan oleh bank kepada pemegang rekening setiap enam bulan
atau periode yang dikehendaki oleh pemegang rekening.
b. Rekening
tabungan wadiah
Prinsip
wadiah yah dhamanah ini juga diperjunakan oleh bank dalam mengelola jasa tabungan,
yaitu simpana dari nasabah yang memerlukan jasa penitipan dana dengan tingkat
keleluasan tertentu untuk menariknya kembali. Bank memperoleh izin dari nasabah
untuk menggunakan dana tersebut selama mengendap di bank. Nasabah dapat menarik
sebagian atau seluruh saldo simpanannya sewaktu-waktu atau sesuai dengan
perjanjian yang disepakati. Bank menjamin pembayaran kembali simpanan mereka.
Semua keuntungan atas pemanfaatan dana tersebut adalah milik bank, tetapi atas
kehendaknya sendiri, bank dapat memberikan imbalan keuntungan yang berasal dari
sebagian keuntungan bank. Bank menyediakan buku tabungan dan jasa-jasa yang
berkaitan dengan rekening tersebut.
Ciri-ciri rekening tabungan wadiah adalah sebagai
berikut :
1) Menggunakan
buku (passbook) atau kartu ATM
2) Besarnya
setoran pertama dan saldo minimum yang harus mengendap, tergantung pada
kebijakan masing-masing bank
3) Penarikan
tidak dibatasi, berapa saja dan kapan saja
4) Tipe
rekening :
a. Rekening
perorangan
b. Rekening
bersama (dua orang atau lebih)
c. Rekening
oranisasi atau perkumpulan yang tidak berbadan hukum
d. Rekening
perwalian (yang dioperasikan oleh orang tua atau wali dari pemegang rekening)
e. Rekening
jaminan (untuk menjamin pembiayaan).
5) Pembayaran
bonus (hibah) dilakukan dengan cara mengkredit rekening tabungan.
Berbeda dengan jenis
tabungan mudharabah, bank syariah tidak memperjanjikan bagi hasil atas tabungan
wadiah, walaupun atas kemauannya sendiri bank dapat memberikan bonus kepada
para pemegang rekening wadiah. Besarnya pemberian bonus kepada nasabah pemegang
rekening titipan maupun tabungan wadiah adalah tergantung pada kebijakan
manajemen bank. Bonus, “biasanya” hanya diberikan apabila bank mengalami
surplus pendapatan, setelah dikurangi pembagian bagi hasil kepada pemegang
rekening tabungan dan deposito mudharabah.
D. Sumber dana lain
Selain berasal dari dana sendiri, dana deposan, dan
dana pinjaman, sumber penghimpunan dana dapat juga berasal dari sumber-sumber
lain yang tidak dapat digolongkan dalam
jenis dana di atas. Sumber dana yang lain selalu berkembang sesuai dengan
perkembangan usaha perbankan dan perekonomian secara umum.
Sumber-sumber tersebut antara lain sebagai berikut.[14]
1)
Setoran jaminan
Setoran jaminan atau sering disingkat menjadi
storjam merupakan sejumlah dana yang wajib diserahkan oleh nasabah yang
menerima jasa jasa tertentu dari bank. Nasabah tersebut menyerahkan storjam
karena jasa-jasa yang diberikan oleh bank mengandung risiko finansial tertentu
yang ditanggung oleh pihak bank. Dengan adanya storjam, nasabah diharapkan mempunyai
komitmen untuk berperilaku positif sehingga pada kemudian hari, bank tidak
harus mengalami kerugian karena menanggung risiko yang timbul. StoraN ini juga
dibutuhkansebagai dana untuk menutup sebagian kerugian bank yang mungkin timbul
akibat terjadinya risiko. Jasa-jasa bank yang biasanya memerlukan storjam,
antara lain adalah Letter of Credit (LC) dan Bank Garansi (BG). Penjelasan
lebih lengkap mengenai LC dan BG dapat dibaca pada bagian mengenai
"Penggunaan Dana". Dana storjam yang tersimpan di bank tidak
menimbulkan kewajiban bagi bank untuk memberikan imbal jasa berupa bunga,
sehingga dana ini merupakan dana murah yang dapat digunakan bank untuk kegiatan
usahanya. Perlu diingat bahwa dana storan ini biasanya hanya akan mengendap di
bank untuk jangka pendek dan menengah sesuai jangka waktu jasa yang diberikan
oleh bank. Dengan demikian, penggunaan dana storjam ini harus disesuaikan
dengan jangka waktu storan.
2)
Dana transfer
Salah satu jasa yang diberikan bank adalah
pemindahan dana. Pemindahan dana bisa berupa
pemindahbukuan antara rekening, dana uang tunai ke suatu rekening, atau dan
suatu rekening untuk kemudian ditarik tunai. Sebelum dana transfer ini ditarik
oleh penerima transfer atau selama masih mengendap di bank, dana ini dapat
digunakan oleh bank untuk mendanai kegiatan usahanya. Dana ini jelas hanya akan
mengendap di bank untuk jangka waktu yang sangat singkat akan tetapi, sumber
dana ini digolongkan sebagai sumber dana yang tidak berbiaya. Dana transfer
yang tersimpan di bank tidak menimbulkan kewajiban bagi bank untuk memberikan
imbal jasa berupa bunga, sehingga dana ini merupakan dana murah bagi bank. Mengingat
dana transfer biasanya hanya mengendap dalam waktu singkat, dana ini termasuk
dana jangka pendek.
3)
Surat berharga pasar uang
Salah satu akibat adanya serangkaian paket
deregulasi perbankan sejak tahun 1980-an adalah diperkenalkannya Surat Berharga
Pasar Uang (SBPU) sebagai salah satu instrumen yang digunakan pihak bank untuk menghimpun
dana. SBPU merupakan surat-surat berharga jangka pendek yang dapat
diperjualbelikan dengan cara di diskonto oleh Bank Indonesia. Ketika suatu bank
mempunyai kelebihan likuiditas, bank tersebut dapat membeli berbagai macam
SBPU, dan menjualnya kembali pada saat mengalami kekurangan likuiditas.
4)
Diskonto Bank Indonesia.
Fasilitas diskonto adalah penyediaan dana jangka
pendek oleh BI dengan cara pembelian promes yang diterbitkan oleh bank-bank
atas dasar diskonto. Fasilitas diskonto ini merupakan upaya terakhir bank dan
merupakan bantuan Bank Sentral sebagai lender of last resort. Fasilitas
diskonto ini dapat dibagi dua, yaitu Fasilitas diskonto I
dan Fasilitas Diskonto II. Fasilitas Diskonto I disediakan dalam rangka
memperlancar pengaturan dana bank sehari-hari, sedangkan Fasilitas
Diskonto II diberikan untuk memudahkan bank dalam menanggulangi kesulitan pendanaan
karena rencana pengerahan dana tidak sesuai dengan penarikan kredit jangka menengah atau
panjang oleh nasbah.
PENUTUP
Permasalahan yang dihadapi perbankan Islam sesungguhnya
jika mau jujur, masih banyak permasalahan yang dihadapi oleh Perbankan Syariah.
Adapun beberapa problematika yang muncul seiring dengan berkembangnya industry perbankan
Syariah dapat kita kategorikan pada beberapa masalah diantaranya adalah: Pertama,
adalah kurangnya deposito. Perbankan yang beroperasi secara syariah tidak
dapat menerima simpanan dari orang-orang yang ingin mendapat keuntungannya
tanpa menanggung resiko apapun. Kedua, likuiditas berlebihan (excessive
liquidity),tentu saja bank Islam akan lebih cenderung mempertahankan rasio
yang tinggi antara uang tunai dengan simpanannya, bila dihandingkan dengan perbankan
konvensional. Ini dilakukan untuk mengantisipasi penarikan rekening tabungan
yang dilakukan nasabah sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.
Kemudian tidak semua nasabah bank Islam yang potensial menyetujui meminjamkan
uangnya berdasarkan prinsip mushawarah atau kemitraan. Pada umumnya
nasabah lebih senang meminjam dana atas dasar mudarabah, atau bahkan meminjam
dari bank konvensional dengan system bunga. Masalah yang ketiga, adalah problem
ketika biaya dan profitabilitas. Bank Islam bekerja dengan aturan yang sangat ketat
dan memilih investasi yang halal dan sesuai Syariah saja.Implikasinya adalah bank
Islam harus melakukan supervisi dan terkadang mengelola secara langsung operasional
suatu proyek yang didanainya. Masalah keempat yang dihadapi selanjutnya
adalah masalah pendanaan pinjaman untuk konsumsi. Bank Islam terkadang
kesulitan untuk member pinjaman yang bertujuan konsumtif. Hal ini disebabkan
oleh masih terbatasnya dana yang dapat dipinjamkan tanpa memperoleh keuntungan.
Masalah yang kelima adalah masih minimnya sumberdaya manusia yang memahami
secara komprehensif segala hal yang berkaitan dengan industri perbankan
Syariah. Dan masalah keenam yang dihadapi kalangan perbankan syariah
adalah belum maksimalnya institusi undang-undang yang menjadi payung hukum bagi
keseluruhan aktivitas perbankan Islam.
DAFTAR
PUSTAKA
Muhammad, Manajemen Bank Syariah ( Cet. 2; Yogyakarta:
Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN ).
Saeed.
Abdullah, “Menyoal Bank Syariah: Kritik Atas Intrepretasi Bunga Bank Kaum neo
Revivalis”, terj. Arif Maftuhin, (Jakarta: Paramadina, 2004).
Hafifuddin. Didin, Manajemen
Syariah ( Cet. 1; Jakarta: Gema Insani Press, 2003).
an-Nabahan.
M. Faruq, “Sistem Ekonomi Islam: Pilihan
Setelah Kegagalan Sistem Kapitalis dan Sosialis”, terj. Muhadi Zainuddin ( {t. cet}; Yogyakarta: UII Press, 2000).
Muhamad, Manajemen Dana Bank Syariah (Cet.1; Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2014).
Adnan.
Muhammad Ahyar, “ Beberrapa Issue Disekitar Pengembangan Lembaga Keuangan
Berdasarkan Syariah”, makalah disajikan dalam Seminar dan Talk Show “Peran
Ulama Dalam Sosialisasi Lembaga Keuangan Syariah”, 15 Maret 1999.
Antonio.
Muhammad Syafi'I, Bank Svari'ah dari Teori ke Praktek (Jakarta:
GemaInsani Press, 2001).
Muhammad, Manajemen
Bank Syariah ( Cet. 2; Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2002).
Tim
Pengembangan Perbankan Syariah, Institut Bankir Indonesia, Konsep, Produk,
dan
Zainul Arifin, Dasar-dasar
Manajemen Bank Syariah, ( { t. cet }; Jakarta: Alvabet, 2002).
Implementasi
Operasional Bank Syariah (Jakarta: Djambatan, 2001).
[1]
Zainul Arifin, Dasar-dasar
Manajemen Bank Syariah, ( { t. cet }; Jakarta: Alvabet, 2002), hal. 102.
[2] M. Faruq
an-Nabahan, “Sistem Ekonomi Islam:
Pilihan Setelah Kegagalan Sistem Kapitalis dan Sosialis”, terj. Muhadi Zainuddin ( {t. cet}; Yogyakarta:
UII Press, 2000), hal. 117.
[3] Abdullah Saeed,
“Menyoal Bank Syariah: Kritik Atas Intrepretasi Bunga Bank Kaum neo Revivalis”,
terj. Arif Maftuhin, (Jakarta: Paramadina, 2004), 16.
[4] Muhammad Ahyar
Adnan, “ Beberrapa Issue Disekitar Pengembangan Lembaga Keuangan Berdasarkan
Syariah”, makalah disajikan dalam Seminar dan Talk Show “Peran Ulama Dalam
Sosialisasi Lembaga Keuangan Syariah”, 15 Maret 1999.
[5] Muhamad, Manajemen Dana Bank Syariah (Cet.1; Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2014), hal. 114
[6] Didin Hafifuddin, Manajemen
Syariah ( Cet. 1; Jakarta: Gema Insani Press, 2003), hal. 2.
[7] Muhammad, Manajemen Bank
Syariah ( Cet. 2; Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2002), hal. 148.
[8]
Zainul Arifin, Dasar-dasar…,
h.51
[9] Tim
Pengembangan Perbankan Syariah, Institut Bankir Indonesia, Konsep, Produk,
dan
Implementasi Operasional Bank Syariah (Jakarta: Djambatan, 2001), hal. 23.
[10] Muhammad Syafi'I
Antonio, Bank Svari'ah dari Teori ke Praktek (Jakarta: GemaInsani Press,
2001), hal 34..
[11]
Ibid
[12]
Muhammad, Manajemen Bank Syariah (
Cet. 2; Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN ), hal. 268.
[13] Ibid…, hal. 270
[14]
Didin Hafifuddin, Manajemen…,
hal. 9.
Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
BalasHapusNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut