Rabu, 25 Januari 2017

MANAJEMEN SUMBER DANA BANK SYARIAH

Manajemen Sumber Dana
Bank Syariah
Oleh
ENDAH NUR DWIYANTI
STAIN WATAMPONE

Abstrak

Setiap penerima dana pihak ketiga (kreditur) merupakan amanah yang harus dijaga keamanan dan kemaslahatannya bagi pemilik dana dan bank. Oleh karena itu, setiap proses penghimpunan dan penerimaan dana harus dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan Bank Indonesia, fatwa DSN ataupun peraturan intern bank yang didasarkan pada asas penerimaan, yaitu kebijakan pokok penghimpunan dana bank syariah sebagai lembaga intermediasi dalam mengelola dana masyarakat harus memiliki komitmen dan integritas. Oleh karena itu, setiap proses penghimpunan dana harus mempertimbangkan asas penghimpunan dana yang sehat. Perbankan Syariah lebih mendominasi prinsip bagi hasil berbagi resiko dalam melakukan kegiatan pembiayaan bank syariah menggunakan model pembiayaan muamalah māliyah. Sehubungan dengan itu bank syariah melakukan pooling dana dana nasabah dan berkewajiban menyediakan manajemen investasi yang professional. Proses pemilihan investasi harus dilakukan dengan seksama karena kesalahan dalam pemilihan bentuk investasi akan membawa akibat bank tidak bisa memenuhi kewajibannya kepada para nasabahnya. Tugas utama manajemen asset adalah memaksimalkan laba meminimalkan risiko dan menjamin tersedianya likuiditas yang cukup. Potensi risiko yang di hadapi oleh bank konvensional juga dihadapi oleh bank syariah, kecuali risiko  tingkat bunga karena profit and loss sharing yang menjadi landasan operasionalnya. Sebagaimana diketahui manajemen tidak bisa menarik nasabah untuk mennyimpan uangnya di bank, tanpa adanya keyakinan bahwa dana itu dapat diinvestasikan secara menguntungkan dan dapat dikembalikan ketika dana itu sewaktu waktu di tarik oleh nasabah atau dana tersebut telah jatuh tempo. Oleh karena itu manajemen juga harus secara simultan mempertimbangkan berbagai resiko yang akan berpengaruh pada perubahan tingkat laba yang diperoleh. Manajemen meliputi penilaian terhadap budget dan rencana pendapatan,penilaian kinerja investasi perusahaan lalu memantau distribusi aset bank dan menerapkan strategi manajemen asset. Ruang lingkup teknik manajemen asset bergantung pada sifat dari sumber dana dan sifat investasi atas dana dana tersebut.

Kata Kunci: Manajemen, Bank Syariah, Dana.

PENDAHULUAN

Manajemen dalam suatu badan usaha, baik industri, niaga dan jasa, tidak terkecuali jasa perbankan, didorong oleh motif mendapatkan keuntungan (profit). Untuk itu mendapatkan keuntungan yang besar, manajemen haruslah diselenggarakan dengan efisien. Sikap ini harus dimiliki oleh setiap pengusaha dan manager dimanapun mereka berada, baik dalam organisasi bisnis, pelayanan publik, maupun organisasi sosial kemasyarakatan. Perbedaannya hanyalah pada falsafah hidup yang dianut oleh masingmasing pendiri atau manajer badan usaha tersebut.[1] Demikian juga dalam dunia perbankan, manajemen menjadi sangat penting sebab hal ini akan mempengaruhi kinerja perbankan dan kepercayaan masyarakat.
Masyarakat hanya menginginkan lembaga keuangan yang dapat dipercaya dalam mengembangkan dana yang dimilikinya, khususnya pada perbankan. Selain menginginkan dana yang dikelola oleh orang-orang terpercaya, sehingga mereka merasa aman akan dananya, nasabah juga pasti menginginkan dananya dapat dikembangkan dan memperoleh keuntungan yang maksimal.[2]
Banyak yang meragukan adanya perbankan syariah, sebab mereka beranggapan bahwa sistem perbankan bebas. Bunga adalah suatu  yang tidak mungkin dan tidak lazim, dan juga banyak yang mempertanyakan bagaimana bank akan membiayai operasinya.[3] Pada dasarnya bank syariah berfungsi sebagai agen perantara pemilik dengan modal (nasabah) yang menitipkan uangnya dengan para pengelola usaha atau masyarakat yang membutuhkan dana untuk memenuhi kebutuhan mereka baik kebutuhan konsumtif maupun kebutuhan produktif. Dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat ini, bank menggunakan prinsip penyertaan dalam rangka pemenuhan permodalan atau dengan prinsip peminjaman untuk pembiayaan.
Bank syariah mempunyai hukum tersendiri yang lain dengan bank konvensional dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia diatas, yakni dengan menggunakan akad-akad hasil (profit loss sharing), sebagai metode pemenuhan kebutuhan permodalan (equty financing) dan akad-akad jual beli untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan (deep financing).
Bank syariah adalah bank yang menjalankan bisnis perbankan dengan menganut sistem syariah yang berbasis hukum Islam. Dalam hukum Islam dinyatakan bahwa riba itu haram, sehingga bisnis bank konvensional yang menerapkan system rente atau riba dengan perhitungan Bunga berbunga, baik untuk produk simpanan maupun pinjamannya tidak sesuai dengan hukum Islam.[4]
Bank syariah tidak menerapkan sistem bunga tetapi menerapkan sistem bagi hasil, yaitu sistem pengelolaan dana dalam perekonomian Islam. Perhitungan bagi hasil didasarkan pada mufakat pihak bank bersama nasabah yang menginvestasikan dananya di bank syariah. Besarnya hak nasabah terhadap banknya dalam perhitungan bagi hasil tersebut, ditetapkan dengan sebuah angka ratio atau besaran bagian yang disebut Nisbah.
Pembiayaan bank syariah bagi pengembangan usaha berdasarkan prinsip kemitraan. Dalam prinsip ini, konsep yang diterapkan adalah hubungan antar investor yang harmonis (mutual investor relationship). Adapun dalam sistem konvensional konsep yang diterapkan adalah hubungan debitur dan kreditur yang antagonis (debitor to creditor relationship).
Sudah barang tentu, pengelolaan Bank Syariah dengan demikian perlu suatu manajemen yang dapat memberikan kepercayaan masyarakat dan sesuai dengan ajaran agama. Sebagaimana pendapat Adnan (1999). Bank syariah harus bisa menempatkan posisi ‘nasabah’ sebagaimana mestinya. Manajemen harus betul-betul dapat memposisikan nasabah sebagai mitra, dan bukan lebih tinggi atau lebih rendah. Manajemen juga harus memahami sisi psikis, bahkan kalau mungkin sisi tauhid nasabah. Sehingga konflik yang bias terjadi akibat perbedaan yang menyolok antara kedua pihak bias dihindari, atau mungkin dimanfaatkan secara positif dan konstruktif.
Berdasarkan latar belakang ini, dapat dirumuskan satu masalah yaitu bagaimanakah manajemen danan bank syariah?

PEMBAHASAN
A. Pengertian Manajemen Dana
Pertumbuhan setiap bank sangat dipengaruhi oleh perkembangan kemampuan menghimpun dana masyarakat, baik berskala kecil maupun besar, dengan masa pengendapan yang memadai. Sebagai lembaga keuangan, maka dana merupakan masalah bank yang paling utama. Tanpa dana yang cukup, bank tidak dapat berbuat apa-apa, atau dengan kata lain, bank menjadi tidak berfungsi sama sekali.
Dana adalah uang tunai yang dimiliki atau dikuasai oleh bank dalam bentuk tunai, atau aktiva lain yang dapat segera diubah menjadi uang tunai. Uang tunai yang dimiliki atau dikuasai oleh bank tidak hanya berasal dari para pemilik bank itu sendiri, tetapi juga berasal dari titipan atau penyertaan dana orang lain atau pihak lain yang sewaktu-waktu atau pada suatu saat tertentu akan ditarik kembali, baik sekaligus ataupun secara berangsur-angsur.[5]
Berdasarkan data empiris selama ini, dana yang berasal dari para pemilik bank itu sendiri, ditambah cadangan modal yang berasal dari akumulasi keuntungan yang ditanam kembali pada bank, hanya sebesar 7 sampai 8% dari total aktiva bank. Bahkan di Indonesia rata-rata jumlah modal dan cadangan yang dimiliki oleh bank-bank belum pernah melebihi 4% dari total aktiva. Ini berarti bahwa sebagian besar modal kerja bank berasal dari masyarakat, lembga keuangan lain dan pinjaman likuiditas dari bank sentral.
Dalam pandangan syariah, uang bukanlah merupakan suatu komoditas melainkan hanya sebagai alat untuk mencapai pertambahan nilai ekonomis (economic added value). Hal ini bertentangan dengan perbankan berbasis bunga dimana “uang mengembangbiakkan uang”, tidak peduli apakah uang itu dipakai dalam kegiatan produktif atau tidak. Untuk menghasilkan keuntungan, uang harus dikaitkan dengan kegiatan ekonomi dasar (primary economic activities), baik secara langsung melalui transaksi seperti pedagangan, industri manufaktur, sewa-menyewa, dan lain-lain atau secara tidak langsung melalui penyertaan modal guna melakukan salah satu atau seluruh kegiatan usaha tersebut.
Berdasarkan prinsip tersebut bank syariah dapat menarik dana pihak ketiga atau masyarakat dalam bentuk :
1.      Titipan (wadiah) simpanan yang dijamin keamanan dan pengembaliannya (guaranteed deposit) tetapi tanpa memperoleh imbalan atau keuntungan.
2.      Partisipasi modal berbagi hasil dan berbagi resiko (non guaranteed account) untuk investasi umum (general investment account/mudharabah mutlaqah) dimana bank akan membayar bagian keuntungan secara proporsional dengan portofolio yang didanai dengan modal tersebut.
3.      Investasi khusus (special investment account/mudharabah muqayyadah) dimana bank bertindak sebagai manajer investasi untuk memperoleh fee. Jadi bank tidak ikut berinvestasi sedangkan investor sepenuhnya mengambil resiko atas investasi itu
Dalam pandangan ajaran Islam, segala sesuatu harus dilakukan secara rapi, benar dan teratur, proses-prosesnya harus diikuti dengan baik.Sesuatu tidak boleh dilakukan secara asal-asalan. Hal ini merupakan prinsip utama dalam ajaran islam. Sesuai dengan Hadis Nabi saw: “sesungguhnya Allah sangat mencintai orang yang jika melakukan pekerjaan, dilakukan secara itqān (tepat, terarah, jelas dan tuntas).” (HR. Thabrani).
Melakukan pekerjaan dengan benar, rapi dan benar itulah pokok dari manajemen, dan merupakan suatu yang di syariatkan dalam ajaran Islam. Manajemen secara umum berarti suatu aktifitas khusus yang mencakup kepemimpinan. Pengarahan, pengembangan personal, perencanaan dan pengawasan terhadap pekerjaan-pekerjaan yang berkenaan dengan unsur-unsur pokok dalam suatu proyek, agar hasil-hasil yang ditargetkan dapat tercapai dengan cara efektif dan efisien. Dalam Islam, manajemen terdiri dari beberapa prinsip yang harus ada didalamnya, yaitu prinsip keadilan, amanah dan tanggung jawab.[6]
Demikian juga manajemen dalam Perbankan Islam, sebab lembaga keuangan merupakan lembaga yang dibangun atas dasar kepercayaan, sehingga manajemen yang baik sangat diperlukan, termasuk di dalamnya manajemen dana.
Manajemen Dana Bank Syariah adalah upaya yang dilakukan oleh lembaga bank syariah dalam mengelola atau mengatur posisi dana yang diterima dari aktifitas funding untuk disalurkan kepada aktifitas financing. Dengan harapan bank yang bersangkutan tetap mampu memenuhi kriteria-kriteria likuiditas, rentabilitas dan solvabilitasnya.[7]

B. Tujuan dan Pengelolaan Manajemen Dana
Sebagaimana hal nya dengan bank konvensional, Bank Syariah juga mempunyai peran sebagai lembaga perantara (intermediary) antara satuan-satuan kelompok masyarakat atau unit-unit ekonomi yang mengalami kelebihan dana atau surplus unit dengan unit-unit lainyang mengalami kekurangan dana difisit unit. Melalui bank kelebihan dana-dana tersebut dapat disalurkan kepada pihak-pihak yang memerlukan dan memberikan manfaat kepada kedua belah pihak.[8]
Upaya pencapaian keuntungan yang setinggi-tingginya (profit maximation) adalah tujuan yang biasa di canangkan oleh bank komersial, berbeda dengan tujuan ini Bank Islam berdiri untuk menggalakkan, memelihara, serta mengembangkan jasa serta produk perbankan yang berazaskan syari’at Islam.[9]
Demikian juga dalam pengelolaan dana, diperlukan manajemen dana dengan tujuan yang sesuai dengan ajaran syariat Islam. Secara umum dapat digambarkan bahwa tujuan manajemen dana adalah :[10]
1. Memperoleh profit yang optimal
2. Menyediakan aktiva cair dan kas yang memadai
3. Menyimpan cadangan
4. Mengelola kegiatan-kegiatan lembaga ekonomi dengan kebijakan yang pantas bagi seseorang yang bertindak sebagai pemelihara dana-dana orang lain.
5. Memenuhi kebutuhan masyarakat akan pembiayaan.
Bank syariah dirancang untuk melakukan fungsi pelayanan sebagai lembaga keuangan bagi para nasabah dan masyarakat. Untuk itu, Bank Syariah harus mengelola dana yang dapat digolongkan sebagai berikut :[11]
1. Kekayaan Bank Syariah dalam bentuk :
a). kekayaan yang menghasilkan (aktiva produktif) yaitu pembiayaan untuk debitur serta penempatan dana di bank atau investasi lain yang menghasilkan pendapatan.
b). Kekayaan yang tidak menghasilkan, yaitu kas dan investaris (harta tetap)

2. Modal Bank Syariah, berasal dari :
a). Modal sendiri, yaitu simpanan pendiri (modal), cadangan dan hibah, infaq atau shadaqah.
b). Simpanan atau hutang dari pihak lain.
3. Pendapatan usaha keuangan Bank Syariah berupa bagi hasil atau mark up dari pembiayaan yang diberikan dan biaya administrasi serta jasa tabungan bank syariah di bank.
4. Biaya yang harus dipikul oleh Bank Syariah, yaitu biaya operasi, biaya gaji, manajemen, kantor dan bagi hasil simpanan nasabah penabung.
Untuk mengetahui hal tersebut pihak bank syariah dapat melakukan kegiatan
manajemen sebagai berikut :
1. Rencana keuangan(budgeting)
2. Pemelihara likuiditas
3. Pengawasan efisiensi
4. Rentabilitas
5. Aktiva produktif (pembiayaan)
Pertumbuhan setiap bank sangat dipengaruhi oleh perkembangan kemampuan menghimpun dana masyarakat, baik berskala kecil maupun besar, dengan masa pengendapan yang memadai. Sebagai lembaga keuangan, maka dana merupakan masalah bank yang paling utama. Tanpa dana yang cukup, bank tidak dapat berbuat apa-apa, atau dengan kata lain, bank menjadi tidak berfungsi sama sekali.
Dana adalah uang tunai yang dimiliki atau dikuasai oleh bank dalam bentuk tunai, atau aktiva lain yang dapat segera diubah menjadi uang tunai. Uang tunai yang dimiliki atau dikuasai oleh bank tidak hanya berasal dari para pemilik bank itu sendiri, tetapi juga berasal dari titipan atau penyertaan dana orang lain atau pihak lain yang sewaktu-waktu atau pada suatu saat tertentu akan ditarik kembali, baik sekaligus ataupun secara berangsur-angsur.
Berdasarkan data empiris selama ini, dana yang berasal dari para pemilik bank itu sendiri, ditambah cadangan modal yang berasal dari akumulasi keuntungan yang ditanam kembali pada bank, hanya sebesar 7 sampai 8% dari total aktiva bank. Bahkan di Indonesia rata-rata jumlah modal dan cadangan yang dimiliki oleh bank-bank belum pernah melebihi 4% dari total aktiva. Ini berarti bahwa sebagian besar modal kerja bank berasal dari masyarakat, lembga keuangan lain dan pinjaman likuiditas dari bank sentral.
Dalam pandangan syariah, uang bukanlah merupakan suatu komoditas melainkan hanya sebagai alat untuk mencapai pertambahan nilai ekonomis (economic added value). Hal ini bertentangan dengan perbankan berbasis bunga dimana “uang mengembangbiakkan uang”, tidak peduli apakah uang itu dipakai dalam kegiatan produktif atau tidak. Untuk menghasilkan keuntungan, uang harus dikaitkan dengan kegiatan ekonomi dasar (primary economic activities), baik secara langsung melalui transaksi seperti pedagangan, industri manufaktur, sewa-menyewa, dan lain-lain atau secara tidak langsung melalui penyertaan modal guna melakukan salah satu atau seluruh kegiatan usaha tersebut.
Berdasarkan prinsip tersebut bank syariah dapat menarik dana pihak ketiga atau masyarakat dalam bentuk :
4.      Titipan (wadiah) simpanan yang dijamin keamanan dan pengembaliannya (guaranteed deposit) tetapi tanpa memperoleh imbalan atau keuntungan.
5.      Partisipasi modal berbagi hasil dan berbagi resiko (non guaranteed account) untuk investasi umum (general investment account/mudharabah mutlaqah) dimana bank akan membayar bagian keuntungan secara proporsional dengan portofolio yang didanai dengan modal tersebut.
6.      Investasi khusus (special investment account/mudharabah muqayyadah) dimana bank bertindak sebagai manajer investasi untuk memperoleh fee. Jadi bank tidak ikut berinvestasi sedangkan investor sepenuhnya mengambil resiko atas investasi itu

C. Sumber-Sumber Dana Bank Syariah
Dengan demikian, sumber dana bank syariah terdiri dari :[12]
a.       Modal inti (core capital)
b.      Kuasi ekuitas (mudharabah account)
c.       Titipan (wadiah) atau simpanan tanpa imbalan (not remunerated deposit).
1. Modal inti
Modal ini adalah dana modal sendiri yaitu dana yang berasal dari para pemegang saham bank, yakni pemilik bank. Pada umumnya dana modal inti terdiri dari :[13]
a.       Modal yang disetor oleh para pemegang saham, sumber utama dari modal perusahaan adalah saham. Sumber dana ini hanya akan timbul apabila pemilik menyertakan dananya pada bank melalui pembelian saham, dan untuk penambahan dana berikutnya dapat dilakukan oleh bank dengan mengeluarkan dan menjual tambahan saham baru.
b.      Cadangan, yaitu sebagian laba bank yang tidak dibagi, yang disisihkan untuk menutup timbulnya risiko kerugian dikemudian hari.
c.       Laba ditahan, yaitu sebagian laba yang seharusnya dibagikan kepada para pemegang saham, tetapi oleh para pemegang saham sendiri (melalui rapat umum pemegang saham) diputuskan untuk ditanam kembali dalam bank. Laba ditahan ini juga merupakan cara untuk menambah dana modal lebih lanjut.
2. Kuasi ekuitas (mudharabah account)
Bank menghimpun dana berbagi hasil atas dasar prinsip mudharabah, yaitu akad kerja sama antara pemilik dana (shahib al maal) dengan pengusaha (mudharib) untuk melakukan suatu usaha bersama, dan pemilik dana tidak boleh mencampuri pengelolaan bisnis sehari-hari. Keuntungan yang diperoleh dibagi antara keduanya dengan perbandingan (nisbah) yang telah disepakati sebelumnya. Kerugian finansial menjadi beban pemilik dana sedangkan pengelola tidak memperoleh imbalan atau usaha yang dilakukan.
Berdasarkan prinsip ini, dalam kedudukannya sebagai mudharib, bank menyediakan jasa bagi para investor berupa :
a.       Rekening investasi umum, dimana bank menerima simpanan dari nasabah yang mencari kesempatan investasi atas dana mereka dalam bentuk investasi berdasarkan prinsip mudharabah mutlaqah (unrestricted investment account). Simpana diperjanjikan untuk jangka waktu tertentu. Bank dapat menerima simpanan tersebut untuk jangka waktu 1, 3, 6, 12, 24 bulan dan seterusnya. Dalam hal ini bank bertindak sebagai mudharib dan nasabah bertindak sebagai shahih al maal, sedang keduanya menyepakati pembagian laba (bila ada) yang dihasilkan dari penanaman dana tersebut dengan nisbah tertentu. Dalam hal terjadi kerugian, nasaba menanggung kerugian tersebut dan bank kehilangan keuntungan.
b.      Rekening investasi khusus, dimana bank bertindak sebagai manajer investasi bagi nasabah institusi (pemerintah atau lembaga keuangan lain) atau nasabah korporasi untuk menginvestasikan dana mereka pada unit-unit usaha atau proyek-proyek tertentu yang mereka setujui atau mereka kehendaki. Rekening ini dioperasikan berdasarkan prinsip mudharabah muqayyadah (restricted investment account). Bentuk investasi dan nisbah pembagian keuntungannya biasanya dinegosiasikan secara kasus per kasus.
c.       Rekening tabungan mudharabah, prinsip mudharabah juga digunakan untuk jasa pengelolaan rekening tabungan. Salah satu syarat mudharabah adalah bahwa dana harus dalm bentuk uang (monetary form), dalam jumlah tertentu dan diserahkan kepada mudharib. Oleh karena itu, tabungan mudharabah tidak dapat ditarik sewaktu-waktu sebagaimana tabungan wadiah. Dengan demikian, tabungan mudharabah biasanya tidak diberikan fasilitas ATM, karena penabung tidak dapat menarik dananya dengan leluasa. Dalam aplikasinya bank syariah melayani tabungan mudharabah dalam bentuk targeted saving , seperti tabungan korban, tabungan haji atau tabungan lain yang dimaksudkan untuk suatu pencapaian target kebutuhan dalam jumlah dan atau jangka waktu tertentu.
Tidak seperti bank konvensionl, bank syariah tidak menjamin pembayaran kembali nilai nominal dari investasi mudharabah. Bank syariah juga tidak menjamin keuntungan atas investasi mudharabah. Mekanisme pengaturan realisasi pembagian keuntungan final atas investasi mudharabah tergantung pada kinerja bank, berlainan dengan bank konvensional yang menjamin keuntungan atas deposito berdasarkan tingkat bunga tertentu dengan mengabaikan performance-nya.
3. Dana titipan (wadiah/non remunerated deposit)
Selain bank menerima dana investasi, juga menerima dana titipan. Dana titipan adalah dana pihak ketiga yang dititipkan pada bank, yang umumnya berupa giro atau tabungan. Pada umumnya motivasi utama orang menitipkan dana pada bank adalah untuk keamanan dana mereka dan memperoleh keleluasaan untuk menarik kembali dananya sewaktu-waktu.
Menurut Zainul Arifin, dana titipan wadiah ini dikembangkan dalam bentuk rekening giro wadiah dan rekening tabungan wadiah. Dengan penjelasan sebagai berikut :
a.       Rekening giro wadiah
Bank islam dapat memberikan jasa simpanan giro dalam bentuk rekening wadiah. Dalam hal ini bank islam menggunakan prinsip wadiah yad dhamanah. Dengan prinsip ini bank sebagai custodian harus menjamin pembayaran kembali nominal simpanan wadiah. Dana tersebut dapat digunakan oleh bank untuk kegiatan komersial dan bank berhak atas pendapatan yang diperoleh dari pemanfaatan harta titipan tersebut dalam kegiatan komersil. Pemilik simpanan dapat menarik kembali simpanannya sewaktu-waktu, baik sebagian atau seluruhnya. Bank tidak boleh menyatakan atau menjanjikan imbalan atau keuntungan apapun kepada pemegang rekening wadiah dan sebaliknya pemegang rekening juga tidak boleh mengharapkan atau meminta imbalan atau keuntungan atas rekening wadiah. Setiap imbalan atau keuntungan yang dijanjikan dapat dianggap riba. Namun demikian bank, atas kehendaknya sendiri, dapat memberikan imbalan berupa bonus (hibah) kepada pemilik dana (pemegang rekening wadiah).
Ciri-ciri giro wadiah adalah sebagai berikut :
1)      Bagi pemegang rekening disediakan cek untuk mengoperasikan rekeningnya.
2)      Untuk membuka rekening diperlukan surat referensi nasabah lain atau pejabat bank dan menyetor sejumlah dana minimum (yang ditentukan kebijaksanaan masing-masing bank) sebagai setoran awal.
3)      Calon pemegang rekening tidak terdaftar dalam daftar hitam Bank Indonesia.
4)      Penarikan dapat dilakukan setiap waktu dengan cara menyerahkan cek atau instruksi tertulis lainnya.
5)      Tipe rekening :
a.       Rekening perorangan
b.      Rekening pemilik tunggal
c.       Rekening bersama (dua orang individu atau lebih)
d.      Rekening organisasi atau perkumpulan yang tidak berbadan hukum
e.       Rekening perusahaan yang berbadan hukum
f.       Rekening kemitraan
g.      Rekening titipan
6)      Servis lainnya :
a.       Cek istimewa
b.      Instruksi siaga (standing instruction)
c.       Transfer dana otomatis
d.      Kepada pemegang rekening akan diberikan salinan rekening (statement of account) dengan rincian transaksi setiap bulan
e.       Konfirmasi saldo dapat dikirimkan oleh bank kepada pemegang rekening setiap enam bulan atau periode yang dikehendaki oleh pemegang rekening.
b.      Rekening tabungan wadiah
Prinsip wadiah yah dhamanah ini juga diperjunakan oleh bank dalam mengelola jasa tabungan, yaitu simpana dari nasabah yang memerlukan jasa penitipan dana dengan tingkat keleluasan tertentu untuk menariknya kembali. Bank memperoleh izin dari nasabah untuk menggunakan dana tersebut selama mengendap di bank. Nasabah dapat menarik sebagian atau seluruh saldo simpanannya sewaktu-waktu atau sesuai dengan perjanjian yang disepakati. Bank menjamin pembayaran kembali simpanan mereka. Semua keuntungan atas pemanfaatan dana tersebut adalah milik bank, tetapi atas kehendaknya sendiri, bank dapat memberikan imbalan keuntungan yang berasal dari sebagian keuntungan bank. Bank menyediakan buku tabungan dan jasa-jasa yang berkaitan dengan rekening tersebut.
Ciri-ciri rekening tabungan wadiah adalah sebagai berikut :
1)      Menggunakan buku (passbook) atau kartu ATM
2)      Besarnya setoran pertama dan saldo minimum yang harus mengendap, tergantung pada kebijakan masing-masing bank
3)      Penarikan tidak dibatasi, berapa saja dan kapan saja
4)      Tipe rekening :
a.       Rekening perorangan
b.      Rekening bersama (dua orang atau lebih)
c.       Rekening oranisasi atau perkumpulan yang tidak berbadan hukum
d.      Rekening perwalian (yang dioperasikan oleh orang tua atau wali dari pemegang rekening)
e.       Rekening jaminan (untuk menjamin pembiayaan).
5)      Pembayaran bonus (hibah) dilakukan dengan cara mengkredit rekening tabungan.
Berbeda dengan jenis tabungan mudharabah, bank syariah tidak memperjanjikan bagi hasil atas tabungan wadiah, walaupun atas kemauannya sendiri bank dapat memberikan bonus kepada para pemegang rekening wadiah. Besarnya pemberian bonus kepada nasabah pemegang rekening titipan maupun tabungan wadiah adalah tergantung pada kebijakan manajemen bank. Bonus, “biasanya” hanya diberikan apabila bank mengalami surplus pendapatan, setelah dikurangi pembagian bagi hasil kepada pemegang rekening tabungan dan deposito mudharabah.

D. Sumber dana lain
Selain berasal dari dana sendiri, dana deposan, dan dana pinjaman, sumber penghimpunan dana dapat juga berasal dari sumber-sumber lain yang tidak dapat digolongkan  dalam jenis dana di atas. Sumber dana yang lain selalu berkembang sesuai dengan perkembangan usaha perbankan dan perekonomian secara umum.
Sumber-sumber tersebut antara lain sebagai berikut.[14]
1) Setoran jaminan
Setoran jaminan atau sering disingkat menjadi storjam merupakan sejumlah dana yang wajib diserahkan oleh nasabah yang menerima jasa jasa tertentu dari bank. Nasabah tersebut menyerahkan storjam karena jasa-jasa yang diberikan oleh bank mengandung risiko finansial tertentu yang ditanggung oleh pihak bank. Dengan adanya storjam, nasabah diharapkan mempunyai komitmen untuk berperilaku positif sehingga pada kemudian hari, bank tidak harus mengalami kerugian karena menanggung risiko yang timbul. StoraN ini juga dibutuhkansebagai dana untuk menutup sebagian kerugian bank yang mungkin timbul akibat terjadinya risiko. Jasa-jasa bank yang biasanya memerlukan storjam, antara lain adalah Letter of Credit (LC) dan Bank Garansi (BG). Penjelasan lebih lengkap mengenai LC dan BG dapat dibaca pada bagian mengenai "Penggunaan Dana". Dana storjam yang tersimpan di bank tidak menimbulkan kewajiban bagi bank untuk memberikan imbal jasa berupa bunga, sehingga dana ini merupakan dana murah yang dapat digunakan bank untuk kegiatan usahanya. Perlu diingat bahwa dana storan ini biasanya hanya akan mengendap di bank untuk jangka pendek dan menengah sesuai jangka waktu jasa yang diberikan oleh bank. Dengan demikian, penggunaan dana storjam ini harus disesuaikan dengan jangka waktu storan.
2) Dana transfer
Salah satu jasa yang diberikan bank adalah pemindahan dana. Pemindahan dana bisa  berupa pemindahbukuan antara rekening, dana uang tunai ke suatu rekening, atau dan suatu rekening untuk kemudian ditarik tunai. Sebelum dana transfer ini ditarik oleh penerima transfer atau selama masih mengendap di bank, dana ini dapat digunakan oleh bank untuk mendanai kegiatan usahanya. Dana ini jelas hanya akan mengendap di bank untuk jangka waktu yang sangat singkat akan tetapi, sumber dana ini digolongkan sebagai sumber dana yang tidak berbiaya. Dana transfer yang tersimpan di bank tidak menimbulkan kewajiban bagi bank untuk memberikan imbal jasa berupa bunga, sehingga dana ini merupakan dana murah bagi bank. Mengingat dana transfer biasanya hanya mengendap dalam waktu singkat, dana ini termasuk dana jangka pendek.
3) Surat berharga pasar uang
Salah satu akibat adanya serangkaian paket deregulasi perbankan sejak tahun 1980-an adalah diperkenalkannya Surat Berharga Pasar Uang (SBPU) sebagai salah satu instrumen yang digunakan pihak bank untuk menghimpun dana. SBPU merupakan surat-surat berharga jangka pendek yang dapat diperjualbelikan dengan cara di diskonto oleh Bank Indonesia. Ketika suatu bank mempunyai kelebihan likuiditas, bank tersebut dapat membeli berbagai macam SBPU, dan menjualnya kembali pada saat mengalami kekurangan likuiditas.
4) Diskonto Bank Indonesia.
Fasilitas diskonto adalah penyediaan dana jangka pendek oleh BI dengan cara pembelian promes yang diterbitkan oleh bank-bank atas dasar diskonto. Fasilitas diskonto ini merupakan upaya terakhir bank dan merupakan bantuan Bank Sentral sebagai lender of last resort. Fasilitas diskonto ini dapat  dibagi dua, yaitu Fasilitas diskonto I dan Fasilitas Diskonto II. Fasilitas Diskonto I disediakan dalam rangka memperlancar pengaturan dana bank sehari-hari, sedangkan Fasilitas Diskonto II diberikan untuk memudahkan bank dalam menanggulangi kesulitan pendanaan karena rencana pengerahan dana tidak sesuai dengan penarikan kredit jangka menengah atau panjang oleh nasbah.

PENUTUP

Permasalahan yang dihadapi perbankan Islam sesungguhnya jika mau jujur, masih banyak permasalahan yang dihadapi oleh Perbankan Syariah. Adapun beberapa problematika yang muncul seiring dengan berkembangnya industry perbankan Syariah dapat kita kategorikan pada beberapa masalah diantaranya adalah: Pertama, adalah kurangnya deposito. Perbankan yang beroperasi secara syariah tidak dapat menerima simpanan dari orang-orang yang ingin mendapat keuntungannya tanpa menanggung resiko apapun. Kedua, likuiditas berlebihan (excessive liquidity),tentu saja bank Islam akan lebih cenderung mempertahankan rasio yang tinggi antara uang tunai dengan simpanannya, bila dihandingkan dengan perbankan konvensional. Ini dilakukan untuk mengantisipasi penarikan rekening tabungan yang dilakukan nasabah sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Kemudian tidak semua nasabah bank Islam yang potensial menyetujui meminjamkan uangnya berdasarkan prinsip mushawarah atau kemitraan. Pada umumnya nasabah lebih senang meminjam dana atas dasar mudarabah, atau bahkan meminjam dari bank konvensional dengan system bunga. Masalah yang ketiga, adalah problem ketika biaya dan profitabilitas. Bank Islam bekerja dengan aturan yang sangat ketat dan memilih investasi yang halal dan sesuai Syariah saja.Implikasinya adalah bank Islam harus melakukan supervisi dan terkadang mengelola secara langsung operasional suatu proyek yang didanainya. Masalah keempat yang dihadapi selanjutnya adalah masalah pendanaan pinjaman untuk konsumsi. Bank Islam terkadang kesulitan untuk member pinjaman yang bertujuan konsumtif. Hal ini disebabkan oleh masih terbatasnya dana yang dapat dipinjamkan tanpa memperoleh keuntungan. Masalah yang kelima adalah masih minimnya sumberdaya manusia yang memahami secara komprehensif segala hal yang berkaitan dengan industri perbankan Syariah. Dan masalah keenam yang dihadapi kalangan perbankan syariah adalah belum maksimalnya institusi undang-undang yang menjadi payung hukum bagi keseluruhan aktivitas perbankan Islam.


DAFTAR PUSTAKA

Muhammad, Manajemen Bank Syariah ( Cet. 2; Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN ).
Saeed. Abdullah, “Menyoal Bank Syariah: Kritik Atas Intrepretasi Bunga Bank Kaum neo Revivalis”, terj. Arif Maftuhin, (Jakarta: Paramadina, 2004).
Hafifuddin. Didin, Manajemen Syariah ( Cet. 1; Jakarta: Gema Insani Press, 2003).
an-Nabahan. M. Faruq, “Sistem Ekonomi Islam: Pilihan Setelah Kegagalan Sistem Kapitalis dan Sosialis”, terj. Muhadi Zainuddin ( {t. cet}; Yogyakarta: UII Press, 2000).
Muhamad, Manajemen Dana Bank Syariah (Cet.1; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014).
Adnan. Muhammad Ahyar, “ Beberrapa Issue Disekitar Pengembangan Lembaga Keuangan Berdasarkan Syariah”, makalah disajikan dalam Seminar dan Talk Show “Peran Ulama Dalam Sosialisasi Lembaga Keuangan Syariah”, 15 Maret 1999.
Antonio. Muhammad Syafi'I, Bank Svari'ah dari Teori ke Praktek (Jakarta: GemaInsani Press, 2001).
Muhammad, Manajemen Bank Syariah ( Cet. 2; Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2002).
Tim Pengembangan Perbankan Syariah, Institut Bankir Indonesia, Konsep, Produk, dan
Zainul Arifin, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, ( { t. cet }; Jakarta: Alvabet, 2002).
Implementasi Operasional Bank Syariah (Jakarta: Djambatan, 2001).



[1] Zainul Arifin, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, ( { t. cet }; Jakarta: Alvabet, 2002), hal. 102.
[2] M. Faruq an-Nabahan, “Sistem Ekonomi Islam: Pilihan Setelah Kegagalan Sistem Kapitalis dan Sosialis”, terj. Muhadi Zainuddin ( {t. cet}; Yogyakarta: UII Press, 2000), hal. 117.
[3] Abdullah Saeed, “Menyoal Bank Syariah: Kritik Atas Intrepretasi Bunga Bank Kaum neo Revivalis”, terj. Arif Maftuhin, (Jakarta: Paramadina, 2004), 16.
[4] Muhammad Ahyar Adnan, “ Beberrapa Issue Disekitar Pengembangan Lembaga Keuangan Berdasarkan Syariah”, makalah disajikan dalam Seminar dan Talk Show “Peran Ulama Dalam Sosialisasi Lembaga Keuangan Syariah”, 15 Maret 1999.
[5] Muhamad, Manajemen Dana Bank Syariah (Cet.1; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014), hal. 114
[6] Didin Hafifuddin, Manajemen Syariah ( Cet. 1; Jakarta: Gema Insani Press, 2003), hal. 2.
[7] Muhammad, Manajemen Bank Syariah ( Cet. 2; Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2002), hal. 148.
[8] Zainul Arifin, Dasar-dasar…, h.51
[9] Tim Pengembangan Perbankan Syariah, Institut Bankir Indonesia, Konsep, Produk, dan
Implementasi Operasional Bank Syariah (Jakarta: Djambatan, 2001), hal. 23.
[10] Muhammad Syafi'I Antonio, Bank Svari'ah dari Teori ke Praktek (Jakarta: GemaInsani Press, 2001), hal 34..
[11] Ibid
[12]  Muhammad, Manajemen Bank Syariah ( Cet. 2; Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN ), hal. 268.
[13] Ibid…, hal. 270
[14] Didin Hafifuddin, Manajemen…, hal. 9.

1 komentar:

  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus