Rabu, 25 Januari 2017

PENYALURAN DANA DALAM PRODUK PEMBIAYAAN BANK SYARIAH



JURNAL

PENYALURAN DANA DALAM PRODUK PEMBIAYAAN BANK SYARIAH

Oleh: Jusmayati
Nim: 01133088

Jurusan Ekonomi Syariah Kelompok 4 Semester 7

Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri(STAIN) Watampone

2017


ABSTRAK

Bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip syariah islam dalam dalam operasinya itu mengikuti ketentuan-ketentuan syariah islam. Indonesia sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama islam, telah lama mendambakan kehadiran sistem lembaga keuangan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan dimaksud adalahperbankan yang terbebasdari praktik bunga yaitu perbankan syariah. Konsep pembiayaan di bank syariah berbeda dengan konsep kredit berbasis bunga diperbankan konvesional. Dalam kenyataannya dengan konsep pembiayaan dibank syariah. Hal inilah yang membelatarbelakangi adanya pembahasan ini.  Dimana slaha satu fungsi bank adalah sebagai lembaga perantara untuk menyalurkan dana pada masyarakat dan investasi lainnya dengan prinsip syariah.

Kata kunci: penyaluran dana dan pembiayaan


A.  Pendahuluan
Pelaksaan kegiatan  pada  bank islam diindonesia tunduk pada ketentuan peraturan perundang-undang mengenai perbankan diindonesia, seperti Undang-undang No. 7 Tahun 1992 dan Undang-undang No.10 Tahun 1998. Namun, kegiatan pada bank islam ini pun harus sesuai dengan ketentuan syariah. Ketentuan-ketentuan akad dalam hukum islam yang telah diuraikan menjadi landasan dalam pelaksanaan kegitan pada bank islam.[1]  
Pemerintah telah mengeluarkan beberapa peraturan sehubungan dengan kegiatan usaha yang telah yang dapat dilakukan oleh bank islam, baik bank umum syariah maupun bank perkreditan rakyat syariah. Ban umum syariah menjalankan kegiatan usahanya diatur oleh Indonesia melalui pasal 36 peraturan bank Indonesia No.6/24/PBI/2004. Bank Indonesia juga telah membuat ketentuan mengenai akad penghimpunan dan penyaluran dana bagi yang melaksanakan kegitan usaha berdasarkan prinsip syariahdalam PBI No. 7/46/PBI/2005. Ketentuan persayratan minimum akad-akad tersebut disusun dengan berpedoman pada fatwa-fatwa DSN.[2]
Menyalurkan dana (Lending) ke masyarakat, dalam hal ini bank memberikan pinjaman ( kredit) kepada masyarakat[3]. Dengan kata lain, bank menyediakan dana bagi masyarakat yang membutuhkannya. Pinjaman atau kredit yang diberikan dibagi berbagai jenis sesuai dengan keinginan nasabah. Sebelum kredit diberikan bank terlebih dahulu menilai apakah kredit tersebut layak atau tidak dibrikan kepada masyarakat, penilian ini dilakukan agar bank terhindar dari kerugian akibat tidak dapat dikembalikannya pinjaman yang disalurkan bank dengan berbagai sebab. Jenis kredit yang yang biasa diberikan hampir semua bank adalah kredit investasi, kredit modal kerja atau kredit perdagangan.[4]

B. Pembahasan
Bank syariah terdiri atas bank umum syariah dan bank pembiayaan rakyat syariah. Dimana kegiatan usaha bank umum syariah tentantang penyaluran dana yaitu[5]:
1.      Menyalurkan pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad mudharabah, Akad musyarakah atau akad lain yang tidak bertentangan  dengan prinsip syariah.
2.      Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad mudarabah,akad salam, akad istishna atau akad lain yang tidak bertentangan dengan akad syariah.
3.      Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad qardh atau akad  lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
4.      Menyalurkan pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada nasabah berdasarkan akad ijarah  dan atau sewa beli dalam bentuk IMB atau akad lainnyayang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.   
Bank umum syariah perlu menyalurkan dananya kepada pihak yang membutuhkan dana, agar tidak terjadi idle fund. Bank umum syariah dapat menyalurkan dananya dalam bentuk pembiayaan setra dalam bentuk penempatan dana lainnya. Dengan aktivitas penyaluran dana ini bank syariah akan memperoleh pendapatan dalam bentuk margin keuntungan bila menggunakan akad jual beli, bagi hasil bila menggunakan akad kerja sama usaha, dan sewa bila menggunakan akad sewa-menyewa.[6] 
Fungsi bank syariah yang kedua yaitu menyalurkan dana kepada masyarakat yang membutuhkan (user of fund). Masyarakat dapat memeroleh pembiayaan dari bank syariah asalkan dapat memenuhi semua ketentuan dan prasyaratan yang berlaku. Menyalurkan dana merupakan aktivitas yang sangat penting bagi bank syariah. Bank syariah akan memperoleh return atas dana yang disalurkan.  Return  atau pendaptan yang diperoleh dibank atas penyaluran dana ini tergantung pada akadnya.
BPRS menyalurkan dananya dalam bentuk pembiayaan dan penempatan pada bank syariah lain atau BPRS lainnya. Dari aktivitas penyaluran dana ini BPRS memperoleh pendapatan dalam bentuk margin keuntungan yang berasal dari pembiayaan dengan akad jual beli atau pendapatan bagi hasil yang diperoleh dari pembiayaan kerja sama usaha.[7]
Dalam penyaluran dana pada nasabah secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi kedalam 6 kategori berdasarkan tujuan penggunaanya.[8]

Penyaluran dana kepada masyarakat oleh bank syariah berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut[9]:
a. Prinsip Jual Beli  

1. Murabahah
Pembiayaan murabahah, yaitu pembiayaan berupa talangan dana yang dibutuhkan nasabah untuk membeli suatu barang  dengan kewajiban mengembalikan talangan dana tersebut seluruhnya ditambah dengan margin keuntungan bank pada waktu jatuh tempo. Bank memperoleh margin keuntungan berupa selisih  harga beli dari pemasok dengan harga jual  bank kepada nsabah.
Sebagai dasar hukum pelaksanaan murabahah dalam sumber utama hukum islam adalah sebagai berikut:
a.       Qs. Al-baqarah(2):275: “ dan allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan yang riba.”
b.      HR. Al. Baihaqi dan Ibnu Majah dari Abu sa’id al- khudri bahwa Rasulullah SAW.  Bersabda: “sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka.”

Gambar pembiayaan murabahah
1.      Negosiasi &
Persyaratan

2. Akad jual beli
                        BANK                             6. Bayar                         NASABAH
                                                                                                           5. terima barang
                          3. B. barang    SUPPLIER PENJUAL  4. Kirim

Pembiayaan murabahah telah diatur dalam fatwa DSN No. 04/DSN-MUI/IV/2000. Dalam fatwa tersebut disebutkan ketentuan umum mengenai murabahah, yaitu sebagai berikut[10]:
a.       Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.
b.      Barang yang dipejualbelikan tidak diharamkan oleh syariah islam.
c.       Bank yang membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya.
d.      Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.
e.       Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.
f.        Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah( pemesan) dengan harga jual senilai harga barang plus keuntungannya. Dalam kaitan ini bank harus member tahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.
g.      Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
h.      Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan tau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan penjanjian khusus dengan nasabah.
i.        Jika bank hendak mewakili  kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahab yang harus dilakukan setelah barang, secara prinsip menjadi milik bank.
   Contoh: Tuan Ahmad sebagai pengusaha kayu, mengajukan permohonan pembiayaan murabahah guna pembelian kayu seharga Rp. 200.000.000,-. Setelah dievaluasi oleh bank syariah, usahanya layak dan permohonannya disetujui, maka mengangkat Tuan Ahmad sebagai wakil bank syariah untuk membeli kayu dengan dana dan atas namanya kemudian menjual kayu tersebut kembali kepada Tuan Ahmad ( sebagai pengusaha) sejumlah Rp. 240.000.000,- dengan jangka waktu 3 bulan dan dibayar lunas pada saat jatuh tempo. Asumsi penetapan harga jual Rp. 240.000.000,- telah dilakukan dengan cara:
a.       Tawar menawar harga jual antara Tuan Ahmad dengan bank.
b.      Harga jual yang disetujui tidak akan berubah selama jangka waktu 3 bulan walaupun dalam masa tersebut terjadi perubahan  harga atau perubahan tingkat bunga dibank konvensional.
2. Baiu Bithaman Ajil
Pembiayaan baiu bitaman ajil, yaitu pembiayaan berupa talangan dana yang dibutuhkan nasabah untuk membeli suatu barang / jasa dengan kewajiban  mengembalikan talangan dana tersebut ditmbah margin keuntungan bank secara mencicil sampai lunas dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan. Bank memperoleh keuntungan berupa selisih harga beli dari pemasok dengan harga jual bank kepada nasabah.
Kalau diperhatikan produk bank konvensional, maka baiu bithaman ajil dapat disamakan dengan kredit investasi, sehingga pembiayaan dengan prinsip baiu bithaman ajil ini bersifat jangka panjang. [11]
Dasar hukum pelaksanaan prinsip baiu bithaman ajil mengacu pada al-quran surat an-nisa ayat 29 yang artinya “ hai orang-orang yang beriman janganlah kamu makan harta sesamamu dengan jalan bathil, kecuali dengn jalan berniaga yang berlaku dengan suka dianta kamu”. Sedangkan pada hadist yng diriwayatkan, dari suhaib ra. Bahwa Rasulullah bersabda, “ tiga  perkara didalamnya terdapat keberkatan(1) menjual dengan pembayaran secara kredit. (2) muqaradhah (nama lain dari mudharabah).(3)mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah dan bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majar, Sublu Assalam 4/147).  Bentuk kegiatan pembiayaan ini dapat diterapkan dalam proses pengadaan barang bagi nasabah dan pembiayaan impor dari luar negeri.
3. Istishna
Pembiayaan istisna adalah pembiayaan berupa talangan dana yang dibutuhkan nasabah untuk membeli suatu barang  atau jasa dengan pembayaran dimuka, dicicil atau tangguh bayar. Nasabah wajib mengembalikan talangan dana tersebut ditambah margin keuntungan bank secara mencicil sampai lunas dalam jangka waktu tertentu atau tunai sesuai dengan kesepakatan. Bank memperoleh margin keuntungan berupa selisih harga beli dari pemasok dengan harga jual bank kepada nasabah.





Gambar pembiayaan istishna









Flowchart: Connector: Nasabah konsumen (pembeli


Flowchart: Connector: Produsen pembuatan








 



1.      Pesan
                                                                                           2. Beli
                         3. Jual


Pada kegiatan usaha jual beli dengan istishna ini juga dapat dilakukan dengan istishna parallel yang dilakukan oleh bank kepada pihak lain. Hal ini diatur dalam fatwa DSN No. 22/DSN-MUI/III/2002 mengenai jual beli istishna parallel dengan ketentuan sebagai berikut:
a.       Jika LKS( Lembaga Keuangan Syariah, bank) melakukan transaksi istishna, untuk memenuhi kewajibannya kepada nasabah, ia dapat melalukan istishna lagi dengan pihak lain pada objek yang sama, dengan syarat istishna pertama tidak bergantung(mu’allaq) pada istishna kedua.
b.      LKS ( Lembaga Keuangan Syariah, bank) selaku mustashni’ tidak diperkenakan untuk memugut MDC( margin  during construction) dari nasabah ( shani’), karena hal ini tidak sesuai dengan prinsip syariah.
c.       Ketentuan yang berlaku pada fatwa DSN No. 06/ DSN-MUI/IV/2000 juga berlaku istishna parallel.


4. Salam
Pembiayaan salam, yaitu pembiayaan berupa talangan dana yang dibutuhkan nasabah untuk membeli suatu barang atau jasa dengan pembayaran dimuka sebelum barang atau jasa  diantarkan atau dibentuk. Nasabah berkewajiban mengembalikan talangan dana tersebut ditambah margin keuntungan bank secara dicicil sampai lunas dalam jangka waktu tertentu atau tunai sesuai dengan kesepakatan.
Pelaksanaan salam, selain  antara nasabah dan bank, dapat juga dilakukan antara bank dengan penjaul. Salam yang kedua ini disebut dengan salam parallel  dengan syarat-syarat, bahwa:1. Akad kedua( salam parallel) terpisah   dari akad pertama(salam pertama); dan 2. Akad kedua dilakukan setelah akad pertama sah.
b. Pembiayaan Bagi Hasil
Perbankan dengan sistem bagi hasil dirancang untuk terbinanya kebersamaan dalam menanggung risiko usaha dan berbagi hasil usaha antara: pemilik dana (shohibul maal) yang menyimpan uangya dibank, bank selaku pengelola dana (mudahrib), dan masyarakat yang membutuhkan dana yang bisa berstatus peminjam dana atau pengelola usaha.
Pada penyaluran dana kepada masyarakat, sebagian besar pembiayaan bank disalurkan dalam bentuk barang atau jasa yang dibelikan bank untuk nasabahnya. Dengan demikian, pembiayaan hanya diberikan apabila barang atau jasanya  telah ada terlebih dahulu. Dengan metode ada barang dulu baru ada uang, maka masyarakat dipacu untuk memproduksi barang atau jasa atau mengadakan barang atau jasa. Selanjutnya barang yang dibeli atau diadakan menjadi jaminan utang.[12]


a. Mudharabah
Pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan seluruh kebutuhan modal pada suatu usaha untuk jangka waktu terbatas sesuai dengan kesepakatan. Hasil usaha bersih dibagi antara bank sebagai penyandang dana(shohibul maal)  dengan  pengelola usaha( mudharib) sesuai dengan kesepakatan. Umumnya porsi bagi hasil ditetpkn bagi mudharib lebih besar dari pada shohibul maal. Pada akhir jangka waktu pembiayaan, dana pembiayaan dikembalikan kepada bank.
b. Musyarakah
Pembiayaan musyarakah, yaitu pembiayaan sebagian kebutuhan modal pada suatu usaha jangka waktu terbatas sesuai kesepakatan.hasil usaha bersih dibagi antara bank sebagai penyandang dana ( shohibul maal) dengan pengelola usaha (mudharib) sesuai dengan kesepakatan. Umumya, porsi bagi hasil ditetapkan sesuai dengan persentase kontribusi masing-masing. Pada akhir jangka waktu pembiayaan dikembalikan kepada bank.
Fatwa DSN No. 08/DSN-MUI/IV/2000 mengatur mengenai pembiayaan musyarakah dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
a.       Ijab Kabul
b.      Subjek hukum
c.       objek akad
1.      modal
2.      kerja
3.      keuntungan
4.      kerugian
d.      Biaya operasional



c. Prinsip Sewa Menyewa
1. Ijarah
Ijarah merupakan pembiayaan bank untuk mengadaan barang ditambah keuntungan yang disepakati dengan sistem pembayaran sewa tanpa diakhiri dengan pemilikan. Dalam kegiatan ekonomi pada umumnya dikenal dengan nama leasing ( sewa menyewa), dimana pihak bank(leasor) memberikan kesempatan kepada nasabah atau penyewa(lessee) untuk memperoleh manfaat dari barang untuk jangka waktu tertentu, dengan ketentuan nasabah akan membayar sejumlah uang (sewa) pada waktu yang disepakati secara periodic. Apabila telah habis jagka waktunya, benda atau barang yang dijadikan objek ijarah tersebut tetap menjadi milik bank.
Dasar hukum prinsip ijarah adalah al-quran  surat Qasas ayat 26:’ salah atu dari kedua gadis itu berkata;” wahai bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja dengan kita karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil bekerja ialah orang yang kau lagi dapat percaya”. Sedangkan hadits yang menjadi dasarnya adalah dari ibnu Umar R.A: Bersabda Rasulullah Saw, “ Berikanlah upah buruh itu sebelum kering keringatnya.” Dan hadits dari Abi Said Al Hudry R.A: Bersabda Rasulullah Saw, “ Barang siapa mempekerjakan pekerja hendaklah mejelaskan upahnya.”
2. Ijarah Muntahiya Bittamlik
Pembiayaan IMB adalah akad sewa menyewa barang antara bank dengan penyewa yang diikuti janji, bahwa pada saat ditentukan kepemilikan barang sewaan akan berpindah kepada mustajir.
d. Prinsip Pinjam meminjam
Pembiayaan qardhul Hassan, yaitu pembiayaan berupa pinjaman tanpa dibebani biaya apa pun bagi kaum dhuafa yang merupakan asnaf ZIS dan ingin mulai berusaha kecil-kecilan. Nasabah hanya diwajibkan mengembalikan pokok pinjamannya saja pada waktu jath tempo sesuai dengan kesepakatan dengan membayar biaya-biaya administrasi yang diperlukan. Nasabah yang berhasil dianjurkan mambayar ZIS untuk memperkuat dana qardhul Hassan. Bank memperoleh pengembalian biaya administrasi dan menampung ZIS dari nasabah yang berhasil usahanya. Dana qardhul Hassan ini dapat bersumber dari bagian modal bank, keuntungan bank yng disisihkan, atau dari lembaga lain atau individu yang mempercayakan penyaluran infaknya kepada bank.     

















PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyaluran dana kepada masyarakat dalam bentuk :
1.      Pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad mudharabah atau musyarakah.
2.      Pembiayaan berdasarkan akad murabahah, salam atau istishna.
3.      Pembiayaan berdasarkan akad qardh.
4.      Pembiayaan penyewaan barang bergerak dan tidak bergerak kepada nasabah.
B. Saran
 Diharapkan dengan adanya penyaluran dana dimasyarakat yang diberikan pihak bank mampu digunakan dengan efisien sesuai dengan kebutuhan.
DAFTAR PUSTAKA



Arifin, Z. Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah. Jakarta: Pustaka Alvabet. 2006.
Dendawijaya, L. Manajemen Perbankan Edisi 2. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia. . 2005.
Ismail, Perbankan Syariah, Ed.1 cet. 1; Jakarta: Kencana, 2011
Kasmir, Manajmen Perbankan, Ed.1  cet.2; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001
Kasmir, Pemasaran Bank, Ed.Revisi cet. 4; Jakarta: Kencana, 2010
Martono, Bank & Lembaga Keuangan Lain, Ed.1 cet.1; Yogyakarta: Ekonisia, 2002
Soemitra, Andri, Bank dan Kelembaga Keuangan Syariah, Ed.1 cet. 1; Jakarta: Kencana, 2009
Uman, Khotibul ,  Trend Pembentukan Bank Umum Syariah Pasca UU No.21 Tahun 2008 (Konsep, Regulasi dan Implementasi), Ed.1 cet.1; Yogyakarta: BPFE, 2009
UU Perbankan Syariah 2008(UU No. 21 Th. 2008), ( cet.1; Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2008), h. 15
Wirdyanigsih dkk, Bank  dan Asuransi Islam di Indonesia, Ed.1 cet. 3; Jakarta: Kencana, 2005



[1] Wirdyanigsih dkk, Bank  dan Asuransi Islam di Indonesia, Ed.1 ( cet. 3; Jakarta: Kencana, 2005), h. 101
[2] Ibid
[3] Kasmir, Manajmen Perbankan, Ed.1 ( cet.2; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), h. 80
[4] Kasmir, Pemasaran Bank, Ed.Revisi( cet. 4; Jakarta: Kencana, 2010), h. 9
[5] UU Perbankan Syariah 2008(UU No. 21 Th. 2008), ( cet.1; Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2008), h. 15
[6] Ismail, Perbankan Syariah, Ed.1( cet. 1; Jakarta: Kencana, 2011), h. 52
[7] Ibid, h. 55
[8] Andri Soemitra, Bank dan Kelembaga Keuangan Syariah, Ed.1( cet. 1; Jakarta: Kencana, 2009), h. 78
[9] Martono, Bank & Lembaga Keuangan Lain, Ed.1( cet.1; Yogyakarta: Ekonisia, 2002), h. 99
[10] Ibid, h. 100

[11] Ibid, h. 102
[12] Khotibul Uman,  Trend Pembentukan Bank Umum Syariah Pasca UU No.21 Tahun 2008 (Konsep, Regulasi dan Implementasi), Ed.1 (cet.1; Yogyakarta: BPFE, 2009), h. 57

Tidak ada komentar:

Posting Komentar