Rabu, 25 Januari 2017

PERBANKAN SYARI’AH DAN PRODUK-PRODUK BANK SYARI’AH

PERBANKAN SYARI’AH DAN PRODUK-PRODUK BANK SYARI’AH






Oleh :
ERLITA
01133095
EKONOMI SYARIAH
KELOMPOK 4




SEKOLAH ISLAM AGAMA ISLAM NEGERI
( STAIN ) WATAMPONE
2017



A.  Pendahuluan
Eksistensi lembaga keuangan khususnya sektor perbankan menempati posisi yang sangat strategis dalam menjembatani kebutuhan modal kerja dan investasi di sektor rill dengan pemilik dana. Dengan demikian pungsi utama sektor perbankan dalam infrastruktur kebijakan makro ekonomi memamg diarahkan dalam konteks bagaimana menjadikan uang efektif untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi.
Sejak langkah pertama pendiriannya, bank-bank syariah telah menunjukkan trend perkembangan yang positif sehingga dapat memainkah peranan pentingnya dalam memobilisasi, mengalokasi, dan memanfaatkan sumber daya dengan lebih baik (Haron dan Ahmad, 2001). Salah satu faktor pendukung yang menunjang trend positif ini adalah pembagian hasil usaha dalam pembiayaan yang menggunakan konsep profit sharing dan revenue sharing dengan akad mudharabah, meski pada awalnya, konsep ini tidak begitu luas dimengerti oleh masyarkat (Siregar, 2002). Profit sharing dan revenue sharing merupakan pembagian hasil usaha dengan ketentuan nisbah pihak penyalur dana dan penerima dana usaha. Sehingga besarnya pembagian dipengaruhi oleh hasil usaha yang dijalani.
Konsep profit sharing atau yang juga disebut dengan profit and loss sharing menawarkan pembagian hasil usahadengan perhitungan pendapatan/keuntungan bersih (net profit), yaitu laba kotor dikurangi beban biaya yang diekluarkan selama operasional usaha. Sedangkan konsep revenue sharing adalah konsep yang menawarkan pembagian hasil usaha berdasarkan perhitungan laba kotor (gross profit).
Kosep inilah yang membedakannya dengan bank-bank konvensional yang menawarkan tingkat suku bunga yang tinggi agar dapat menarik minat masyarakat menabungkan uangnya di bank. Besarnya bunga dalam pembagian hasil usaha ditetapkan pada awal perjanjian kerjasama dengan keuntungan yang pasti bagi investor. Bahkan meski kreditur mengalami kerugian dalam usahanya, investor tetap mendapatkan bunga yang disepakati sebelumnya.
B. Perbankan Syariah
Perbankan syariah dalam peristilahan internasional dikenal sebagai Islamic Bangking atau juga disebut dengan interest-freebanking. Peristilahan denganmenggunakan kata dengan menggunakan islamic tidak dapat dilepaskan dari asal usul perbankan syari’’ah itu sendiri. Bank syari’ah pada awalnya dikembangkan sebagai suatu respon dari kelompok dan praktisi perbankan muslim yang berupaya mengakomodasikan dari berbagai pihak yang menginginkan agar tersedia jasa transaksi keuangan yang dilaksanakan sejalan dengan nilai moral dan prinsip-prinsip syari’ah islam. Utamanya adalah berkaitan dengan pelarangan praktik riba, kegiatan maisir (spekulasi), dan gharar (ketidak jelasan).
Bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pookoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembiayaan serta predaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariah islam. Antonio dan Perwataatmadja membadakan menjadi dua pengertian, yaitu bank islam dan bank yang beroperasi dengan prinsip syari’ah islam.[1]
Perbankan Syari’ah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syari’ah dan Unit Usaha-Usaha Syari’ah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usaha lainnya.Sama seperti halnya dengan bank konvensional, bank syariah juga menawarkan nasabah dengan bank konvensional adalah dalam produk perbankan. Hanya saja bedanya denga bank konvensional adalah dalam hal penentuan harga, baik terhadap harga jual maupun harga belinya. Produk-produk yang ditawarkan sudah tentu sangat Islami., termasuk dalam memberikan pelayanan kepada nasabahnya.
C. PERKEMBANGAN SISTEM PERBANKAN SYARIAH
Pada awalnya penerapan sistem perbankan syariah, pembentukan lembaga keuangan syariah, serta penciptaan produk – produk syariah dalam sistem keuangan dimaksudkan untuk menciptakan suatu kondisi bagi umat muslim agar melaksanakan semua aspek kehidupan termasuk aspek ekonominya dengan berlandaskan pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Saat ini sistem perekonomian Islam mengalami perkembangan yang cukup pesat dan menjadi objek kajian dan penelitian kalangan barat. Sistem syariah dewasa ini telah terintegrasikan dan berinteraksi dengan sistem perekonomian dunia. Sistem perbankan syariah tidak lagi hanya dimonopoli dan diklaim sebagai sistem perbankan negara –negara Islam
Pengembangan perbankan syariah di Indonesia dimaksudkan antara lain untuk menyediakan alternatif pelayanan kepada masyarakat baik dalam bentuk penyimpanan dana atau jenis jasa lainnya maupun berupa pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah. Adanya produk syariah tersebut memberikan tempat bagi masyarakat.
Upaya pengembangan perbankan syariah di Indonesia merupakan kegiatan yang mendasar dan memiliki dampak yang luas, bukan saja bagi perekonomian nasional tetapi juga kegiatan ekonomi masyarakat. Oleh karena itu, untuk mengembangkan perbankan syariah tersebut perlu diikutsertakan unsur – unsur yang dapat membantu perkembangan sistem perbankan syariah antara lain bankir syariah, para ahli ekonomi, hukum dan perbankan Islam, serta para ulama.
Pelanggaran terhadap praktik riba dilarang oleh Islam. Terdapat berbagai sumber yang berkaitan dengan pelarangan terhadap praktik riba. Mengingat keawaman penulis dalam masalah fiqih dan hadist, pada bagian ini penulis tidak bermaksud membahas mengenai masalah bunga bank sebagai praktik riba dilihat dari pandangan syariah, tapi sekedar mengambil dari berbagai sumber untuk kemudian dibuat kesimpulan sebagai latar belakang permasalahan yang terkait dengan masalah penerimaan tingkat bunga bank sebagai riba.
D. SISTEM PERBANKAN SYARIAH INDONESIA
Dalam rangka menghadapi perkembangn perekonomian nasional yang berubah cepat, tantangan yang dinamis, semakin kompleks, serta terintegrasi dengan perekonomian internasional, diperlukan berbagai penyesuian kebijakan di bidang perbankan. Kebijakan ini diharapkan dapat memperbaiki dan memperkokoh ketahanan perbankan nasional. Kebijakan perbankan yang komprehensif, transparan dan mengandung kepastian hukum tersebut di antaranya berkaitan dengan pengaturan kepemilikan dan permodalan, kepengurusan, perluasan jaringan, serta perubahan kegiatan usaha Bank Syariah. Artinya, Bank Indonesia, antara lain tetap mempertimbangkan faktor – faktor kemampuan Bank Syariah, prinsip kehati – hatian operasional, tingkat persaingan yang sehat, tingkat kejenuhan jumlah bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, pemerataan pembangunan ekonomi nasional, kelayakan rencana kerja, serta kemampuan dan atau kelayakan pemilik, pengurus, dan pejabat.
Dalam pendirian Bank Syariah diperlukan dukungan permodalan yang kuat dan pemilik bank yang layak serta kondisi keuangan yang sehat sehingga Bank Syariah mampu bersaing dalam dunia perbankan internasional. Hal ini sejalan dengan perkembangan globalisasi sistem keuangan dan pembukaan akses pasar serta perlakuan non-diskriminasi. Sehubungan dengan itu terhadap pihak asing diberikan juga kesempatan untuk berperan serta dalam kepemilikan dan kepengurusan Bank Syariah dengan tetap memperhatikan aspek kemitraan dengan pihak nasional. Selain permodalan yang kuat, bank perlu didukung pula oleh pengurus, Dewan Pengawas Syariah, dan pejabat yang mampu dan kompeten untuk mengelola bank secara sehat.
Sementara itu, penambahan jaringan Bank Syariah dimungkinkan untuk memperluas jangkauan layanan melalui pembukuan Unit Pelayanan Syariah dengan tetap memperhatikan rencana kerja bank, dan kelayakan, serta kemampuan keuangan bank. Selain itu, perluasan jaringan juga harus memperhatikan tingkat kejenuhan jumlah bank yang akan melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, tingkat persaingan pemerataan pembangunan ekonomi nasional. Dalam rangka mendukung kebijakan yang transparan dan mengandung kepastian hukum, diperlukan pengaturan secara jelas tentang kelembagaan Bank Syariah. Sementara itu dalam rangka kepastian hukum perlu dicantumkan sanksi yang tegas dan transparan kepada Bank Syariah dan atau pihak lain yang melanggar ketentuan. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya Bank Indonesia untuk mendorong bank lebih memperhatikan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan kegiatan usahanya dan untuk kelancaran pelaksanaan tugas pengawasan dan pembinaan Bank Syariah oleh Bank Indonesia.
E. Produk Perbankan Syariah
Sama seperti halnya dengan bank konvensional, bank syariah juga menawarkan nasabah dengan bank konvensional adalah dalam produk perbankan. Hanya saja bedanya denga bank konvensional adalah dalam hal penentuan harga, baik terhadap harga jual maupun harga belinya. Produk-produk yang ditawarkan sudah tentu sangat Islami., termasuk dalam memberikan pelayanan kepada nasabahnya. Berikut ini jeis-jenis produk bank syariah yang ditawarkan adalah sebagai berikut:
Al-wadi’ah (Simpanan)
Tabungan merupakan jenis simpanan yang sangat populer di lapisan masyarakat Indonesia mulai dari masyarakat kota hingga masyarakat pedesaan.[2] Al-Wadi’ah atau dikenal dengan nama titipan atau simpanan, merupakan titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik perorangan maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikain kapan saja bila si penitip menghendaki.Penerima simpanan disebut yad al-amanah yang artinya tangan amanah. Si penyimpan tidak bertanggung jawab atas segala kehilangan dan kerusakan yang terjadi pada titipan selama hal itu bukan akibat dari kelalaian atau kecerobohan yang bersangkutan dalam memelihara barang titipan. Penggunaan uang titipan harus terlebih dulu meminta izin kepada si pemilik uang dan dengan catatan si pengguna uang menjamin akan mengembalikan uang tersebut secara utuh. Dengan demikian prinsip yad al-amanah (tangan amanah) menjadi yad adh-dhamanah (tangan penanggung). Menurut Undang-Undang Perbankan Syariah Nomor 21 tahun 2008 tabungan adalah simpanan berdasarkan wadiah dan atau investasi dana berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat dan ketentuan tertentu yang disepakati (buku tabungan, slip penarikan, ATM dan sarana lainnya), tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.[3]
Prinsip wadi’ah yang diterapkan adalah wadi’ah yad dhamanah yang diterapkan pada produk rekening giro. Wadh’ah dhamanah berbeda dengan wadi’ah amanah. Dalam wadi’ah amanah harta titipan tidak boleh dimanfaatkan oleh yang dititipi, sedangkan dhamanah yang dititipi (bank) boleh memanfaatkan harta titipan tersebut. Implikasi hukumnya sama dengan qardh, dimanan nasabah meminjamkan uang kepada bank. Pemilik dana tidak mendapat imbalan tapi insentif yang tidak diperjanjikan. Dalam praktiknya nisbah antara bank (shahibul maal) dengan deposan (mudharib) biasanya bonus untuk giro wadiah sebesar 30%, nisbah 40%:60% untuk simpanan tabungan dan nisbah 45%:55% untuk simpanan deposito. Deposito merupakan dana nasabah yang ada pada bank yang penarikannya dapat dilakukan pada saat jatuh tempo atau jangka waktu yang ditentukan. Misalnaya 3 bulan, 6 bulan, dan seterusnya. Pada produk deposito ini bank menggunakan prinsip bagi hasil.[4]
Pembiayaan Dengan Bagi Hasil
Sistem ini adalah suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dengan pengelola dana. Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara pihak bank dengan nasabah penyimpan dana maupun antara bank dengan nasabah penerima dana.[5]
a. Al-musyarakah (Partisipasi Modal)
Al-musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk melakukan usaha tertentu. Musyarakah berarti kemitraan dalam suatu usaha dan dapat diartikan sebagai bentuk kemitraan antara dua orang atau lebih yang menggabungkan modal atau kerja mereka untuk berbagi keuntungan, serta menikmati hak dan tanggung jawab yang sama.[6] Masing-masing pihak memberikan dana atau amal dengan kesepakatan bahwa keuntungan atau resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Al-musyarakah dalam praktik perbankan diaplikasikan dalam hal pembiayaan proyek. Dalam hal ini nasabah yang dibiayai dengan bank sama-sama menyediakan dana untuk melaksanakan proyek tersebut. Keuntungan dari proyek dibagi sesuai dengan kesepakatan untuk bank setelah terlebih dulu mengembalikan dana yang dipakai nasabah. Al-musyarakah dapat pula dilakukan untuk kegiatan investasi seperti pada lembaga keuangan modal ventura.
b. Al-mudharabah
Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama pemilik modal (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola (mudharib). Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian ini diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.[7]
Dan didalam prktiknya mudharabah terbagi menjadi 2 macam, yakni:
a) mudharabah muthlaqah merupakan kerja sama antara pihak pertama dan pihak lain yang cakupannya lebih luas. Maksudnya tidak dibatasi oleh waktu, spesifikasi usaha dan daerah bisnis.
b) mudharabah muqayyadah merupakan kebalikan dari mudharabah muthlaqah di mana pihak lain dibatasi oleh waktu spesifikasi usaha dan daerah bisnis.
Dan keistmewaan dari sebuah mudharabah adalah pada peran ganda dari mudharib, yakni sebagai wakil (agen) sekaligus mitra. Mudharib adalah wakil dari rabb al- mal dalam setiap transaksi yang ia lakukan pada harta mudharabah. Mudharib kemudian menjadi mitra dari rabb al-mal ketika ada keuntungan.
c. Al-muzara’ah
Pengertian AI-muzara’ah adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dengan penggarap. Pemilik lahan menyediakan lahan kepada penggarap untuk ditanami produk pertanian dengan imbalan bagian tertentu dari hasil panen. Dalam dunia perbankan kasus ini diaplikasikan untuk pembiayaan bidang plantation atas dasar bagi hasil panen.
Pemilik lahan dalam hal ini menyediakan lahan, benih, dan pupuk. Sedangkan penggarap menyediakan keahlian, tenaga, dan waktu. Keuntungan diperoleh dari hasil panen dengan imbalan yang telah disepakati.
d. Al-musaqah
Pengertian AI-musaqah merupakan bagian dari al-muza’arah yaitu penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan dengan menggunakan dana dan peralatan mereka sendiri. Imbalan tetap diperoleh dari persentase hasil panen pertanian. Jadi tetap dalam konteks adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dengan penggarap.
Produk pembiayaan perbankan syariah derdasarkan prinsip jual-beli
Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli, di mana bank akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai agen bank melakukan pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan (margin).[8] Aplikasinya dengan menggunakan akad murabahah, salam dan istishna’.[9]
a. Bai’al Murabahah
Pengertian Bai’al-Murabahah merupakan kegiatan jual beli pada harga pokok dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam hal ini penjual harus terlebih dulu memberitahukan harga pokok yang ia beli ditambah keuntungan yang diinginkannya.
Sebagai contoh harga pokok barang “X” Rp 100.000,-. Keuntungan yang diharapkan adalah sebesar Rp 5.000,-, sehingga harga jualnya Rp 105.000,-. Kegiatan Bai’al-Murabahah ini baru dilakukan setelah ada kesepakatan dengan pembeli, baru kemudian dilakukan pemesanan. Dalam dunia perbankan kegiatan Bai’al-Murabahah pada pembiayaan produk barang-barang investasi baik dalam negeri maupun luar negeri seperti Letter of credit atau lebih dikenal dengan nama L/C.
b. Bai’as-Salam
Salam adalah akad jual beli barang pesanan dengan pembayaran dimuka menurut syarat-syarat tertentu, atau jual beli sebuah barang untuk diantar kemudian dengan pemayaran di awal.[10]
Bai’as-salam artinya pembelian barang yang diserahkan kemu­dian hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka. Prinsip yang harus dianut adalah harus diketahui terlebih dulu jenis, kualitas dan jumlah barang dan hukum awal pembayaran harus dalam bentuk uang.
c. Bai’al Istishna’
Bai’ Al istishna’ merupakan bentuk khusus dari akad Bai’as­salam, oleh karena itu ketentuan dalam Bai` Al istishna’ mengikuti ketentuan dan aturan Bai’as-salam. Pengertian Bai’ Al istishna’ adalah kontrak penjualan antara pembeli dengan produsen (pembuat barang). Kedua belah pihak harus saling menyetujui atau sepakat lebih dulu tentang harga dan sistem pembayaran. Kesepakatan harga dapat dilakukan tawar-menawar dan sistem pembayaran dapat dilakukan di muka atau secara angsuran per bulan atau di belakang.
Produk pembiayaan perbankan syariah berdasarkan prinsip sewa-menyewa
Prinsip sewa menyewa pada dasarnya adalah pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan hak kepemilikan atas barang itu sendiri. Ijarah terbagi atas dua macam yaitu:
1) Pembiayaan Ijarah
Merupakan akad sewa menyewa antara pemilik objek sewa (bank syariah) dengan penyewa (nasabah) untuk mendapatkan imbalan jasa atas objek sewa yang disewakannya.
2) Pembiayaan Ijarah Muntahia Bittamlik (IMBT)
Merupakan akad sewa menyewa antara pemilik objek sewa (bank syariah) dengan penyewa (nasabah) untuk mendapatkan imbalan jasa atas objek sewa yang disewakannya dengan opsi pemindahan hak milik obyek sewa pada saat tertentu sesuai dengan akad yang disepakati di awal.
Produk Pelayanan Jasa (Fee Based Income Product)
Prinsip ini meliputi seluruh layanan non-pembiayaan yang diberikan bank. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip wakalah, kafalah, sharf, hawalah dan rahn ini antara lain:
a. Al-Wakalah (Amanat)
Wakalah atau wakilah artinya penyerahan atau pendelegasian atau pemberian mandat dari satu pihak kepada pihak lain. Mandat ini harus dilakukan sesuai dengan yang telah disepakati oleh si pemberi mandat.
b. Al-Kafalah (Garansi)
Al-Kafalah merupakan jaminan yang diberikan penanggung ke­pada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dapat pula diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab dari satu pihak kepada pihak lain. Dalam dunia perbankan dapat dilakukan dalam hal pembiayaan dengan jaminan seseorang.
c. Sharf
Sharf adalah jual beli atau pertukara mata uang. Asalnya mata uang hanya emas dan perak, uang emas disebut dinar dan uang perak disebut dirham. Kedua mata uang tersebut disebut dengan mata uang intrinsik. Zaman sekarang mata uang juga berbentuk nikel, tembaga dan kertas yang diberi nilai tertentu.
d. Al-Hawalah
Al-Hawalah merupakan pengalihan utang dari orang yang ber­utang kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Atau dengan kata lain pemindahan beban utang dari satu pihak kepada lain pihak. Dalam dunia keuangan atau perbankan dikenal dengan kegiatan anjak piutang atau factoring.
e. Ar-Rahn
Ar-Rahn merupakan kegiatan menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Kegiatan seperti ini dilakukan seperti jaminan utang atau gadai.
F. PENUTUP
Perbankan Syari’ah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syari’ah dan Unit Usaha-Usaha Syari’ah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usaha lainnya.Sama seperti halnya dengan bank konvensional, bank syariah juga menawarkan nasabah dengan bank konvensional adalah dalam produk perbankan. Hanya saja bedanya denga bank konvensional adalah dalam hal penentuan harga, baik terhadap harga jual maupun harga belinya. Produk-produk yang ditawarkan sudah tentu sangat Islami., termasuk dalam memberikan pelayanan kepada nasabahnya.




DAFTAR PUSTAKA
Algaoud M., Latifa dan. Lewis K Mervyn dan Perbankan Syariah : Prinsip, Praktik dan Prospek, Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007
Anshari Ghafur  Abdul, Perbankan Syariah di Indonesia, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2007
Antonio Syafi’I, M. dkk., Bank Syariah: Analisis Kekuatan , Kelemahan, Peluang dan Ancaman, Ed. II, Cet. I, Yogyakarta : Ekonisia, 2006
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007
Ismail, Perbankan Syariah, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2011
Muhammad, Model-model Akad Pembiayaan di Bank Syariah, Yogyakarta : UII Press, 2009
Perwataatmadja Karnaen dkk, Apa dan Bagaimana Bank Islam, Yogyakarta: PT Dana Bhakti Wakaf
Saeed Abdullah, Bank Islam dan Bunga : Studi Kritis Larangan Riba dan Interpretasi Kontemporer, Cet. III, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008
Soemitra Andri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: Kencana, 2009
Wiroso, Produk Perbankan Syariah, Jakarta : LPFE Usakti, 2009




[1] Karnaen Perwataatmadja dan M. Syafe’i  Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam, Yogyakarta: PT Dana Bhakti Wakaf, 1997, hlm, 1.
[2] Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2011), hlm. 74 
[3] Wiroso, Produk Perbankan Syariah, (Jakarta : LPFE Usakti, 2009), hlm. 130  
[4] Abdul Ghafur Anshari, Perbankan Syariah di Indonesia, (Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2007), hlm.94 
[5] M. Syafi’I Antonio, dkk., Bank Syariah: Analisis Kekuatan , Kelemahan, Peluang dan Ancaman, Ed. II, Cet. I,  (Yogyakarta : Ekonisia, 2006), hlm. 18  
[6] Mervyn K. Lewis dan Latifa M. Algaoud, Perbankan Syariah : Prinsip, Praktik dan Prospek, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007), hlm. 63  
[7]Abdullah Saeed, Bank Islam dan Bunga : Studi Kritis Larangan Riba dan Interpretasi Kontemporer, Cet. III,  (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 91  
[8] Muhammad, Model-model Akad Pembiayaan di Bank Syariah, (Yogyakarta : UII Press, 2009), hlm. 8 
[9] Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 79  
[10] Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 169  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar