PRODUK - PRODUK BANK SYARIAH
JUNAIDI
Ekonomi Syariah Kelompok 4
Semester 7
Sekolah Tinggi Agama Islam
Negeri(STAIN)Watampone
Jalan
Hos Cokroaminoto, Watampone
Abstrak
Perbankan syariah merupakan lembaga
yang menghimpun, mengelola dan menyalurkan dana. Oleh sebab itu bank syariah
membutuhkan sumber-sumber dana yang akan dikelola. Adapun sumber-sumber dana
dibank syariah antara lain adalah modal, titipan dan investasi. Sama seperti halnya dengan bank
konvensional, bank syariah juga menawarkan nasabah dengan produk perbankan.
Hanya saja bedanya denga bank konvensional adalah dalam hal penentuan harga,
baik terhadap harga jual maupun harga belinya. Adapun produk-produk yang
ditawarkan seperti mudharabah, musyarakah, murabahah, rahn, dsb. Produk-produk
yang ditawarkan sudah tentu sangat Islami, termasuk dalam memberikan pelayanan
kepada nasabahnya
Kata Kunci: Penghimpunan, pelayanan
dan penyaluran.
A.
Pendahuluan
1. Latar Belakang
Sejak langkah pertama pendiriannya, bank-bank syariah
telah menunjukkan trend perkembangan yang positif sehingga dapat memainkah
peranan pentingnya dalam memobilisasi, mengalokasi, dan memanfaatkan sumber
daya dengan lebih baik. Salah satu faktor pendukung yang menunjang trend
positif ini adalah pembagian hasil usaha dalam pembiayaan yang menggunakan
konsep profit sharing dan revenue sharing dengan akad mudharabah, meski pada
awalnya konsep ini tidak begitu luas dimengerti oleh masyarakat. Profit sharing
dan revenue sharing merupakan pembagian hasil usaha dengan ketentuan nisbah
pihak penyalur dana dan penerima dana usaha. Sehingga besarnya pembagian
dipengaruhi oleh hasil usaha yang dijalani.
Konsep profit sharing atau yang juga disebut dengan profit
and loss sharing menawarkan pembagian hasil usaha dengan perhitungan
pendapatan/keuntungan bersih (net profit), yaitu laba kotor dikurangi beban
biaya yang dikeluarkan selama operasional usaha. Sedangkan konsep revenue
sharing adalah konsep yang menawarkan pembagian hasil usaha berdasarkan
perhitungan laba kotor (gross profit).
Kosep inilah yang membedakannya dengan bank-bank
konvensional yang menawarkan tingkat suku bunga yang tinggi agar dapat menarik
minat masyarakat menabungkan uangnya di bank. Besarnya bunga dalam pembagian
hasil usaha ditetapkan pada awal perjanjian kerjasama dengan keuntungan yang
pasti bagi investor. Bahkan meski kreditur mengalami kerugian dalam usahanya,
investor tetap mendapatkan bunga yang disepakati sebelumnya.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, dapat diketahui
bahwa konsep bagi hasil yang diterapkan dalam perbankan syariah dan
konvensional memiliki perbedaan dalam keuntungan yang diperoleh dalam
pembiayaan/investasi usaha produktif yang dikembangkan kreditur. Profit sharing
dan revenue sharing merupakan pengganti bunga dalam perbankan konvensional.
Sama seperti halnya dengan bank konvensional, bank syariah
juga menawarkan nasabah dengan produk perbankan. Hanya saja bedanya dengan bank
konvensional adalah dalam hal penentuan harga, baik terhadap harga jual maupun
harga belinya. Produk-produk yang ditawarkan sudah tentu sangat Islami,
termasuk dalam memberikan pelayanan kepada nasabahnya.
Bukan hal yang berlebihan bila, misalnya bank islam
menawarkan produk-produk bank syariah yang tentunya beroprasi berdasarkan pada
nilai etika syariah.
Oleh karena itu, dalam pembahan kali ini pemakalah akan
mencoba menguraikan beberapa produk-produk dalam perbankan syariah.
B.
Pembahasan
1. Penghimpunan Dana
a. Mudhorobah
Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara pemilik modal
dan pengelola usaha untuk melakukan kegiatan usaha, laba dibagi atas dasar
nisbah bagi hasil menurut kesepakatan kedua belah pihak, sedangkan bila terjadi
kerugian akan ditanggung oleh si pemilik modal kecuali kerugian yang disebabkan
oleh kesalahan pengelola usaha.
Akad mudharabah merupakan nasabah yang menyimpan uangnya di
bank yang bertidak sebagai sahibul mal (pemilik dana) dan bank sebagai mudharib
(pengelolah).[1]
Prinsip mhudarabah dalam produk bank syariah dapat dikembangkan untuk jenis
produk giro, tabungan maupun deposito.[2]
Dalam mudharabah, pemilik modal tidak boleh mengisyaratkan
sejumlah tertentu untuk bagiannya karena dapat dipersamakan dengan riba yaitu
meminta kelebihan atau imbalan tanpa ada faktor penyeimbang yang diperbolehkan
syariah.
Keuntungan yang dibagikan pun tidak boleh menggunakan nilai
proyeksi , akan tetapi harus menggunakan nilai realisasi keuntungan yang mengacu
pada laporan hasil usaha yang secara periodik disusun oleh pengelola usaha dan
diserahkan kepada pemilik modal.[3]
Menurut
ijmal ulama, mudharabah hukumnya jaiz (boleh). Mudharabah telah dipraktikkan
secara luas oleh orang-orang sebelum masa islam dan beberapa sahabat Nabi
Muhammad saw. Jenis bisnis ini sangat bermanfaat dan sangat selaras dengan
prinsip ajaran syariah, oleh karena itu masih tetap ada di dalam sistem islam.
Mudharabah di bagi menjadi 3 jenis,
diantaranya:
1) Mudharabah muthlaqah
Mudharabah muthlaqah adalah jenis mudharabah dimana pemilik
dana memberikan kebebasan kepada pengelola usaha dalam mengelola investasinya.
Mudharabah ini disebut juga investasi tidak terikat. Jenis mudharabah ini tidak
ditentukan masa erlakunya, didaerah mana usaha tersebut akan dilakukan. Namun,
kebebasan ini bukan kebebasan yang tak terbatas sama sekali. Modal yang
ditanamkan tetap tidak boleh digunakan untuk membiayai proyek atau investasi
yang dilarang islam.
2) Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah muqayyadah adalah jenis mudharabah dimana pemilik
dana memberikan batasan kepada pengelola antara lain mengenai dana, lokasi,
cara dan objek investasi atau sektor usaha. Apabila pengelola dana bertindak
bertentangan dengan syarat-syarat yang diberikan oleh pemilik dana, maka
pengelola dana harus bertanggung jawab atas konsekuensi-konsekuensi yang
ditimbulkannya, termasuk konsekuensi keuangan.
3) Mudharabah Musytarakah
Mudharabah musytarakah adalah jenis mudhrabah dimana
pengelola dana menyertakan modal dana nya dalam kerja sama investasi. Di awal
kerja sama, akad ynag disepakati adalah akad mudharabah dengan modal 100% dari
pemilik dana, setelah berjalannya operasi usaha dengan pertimbangan tertentu
dengan kesepakatan dengan pemilik dana, pengelola dana ikut menanamkan modalnya
dalam usaha tersebut. Jenis mudharabah seperti ini adalah perpaduan antara akad
mudharabah dan akad musyarakah (syirkah).
Rukun mudharabah
Rukun dari akad mudharabah ada empat, yaitu:
a) Pelaku, terdiri atas: pemilik
dana dan pengelola dana
b) Objek mudharabah, berupa: modal dan
kerja
c) Ijab kabul / serah terima
d) Nisbah keuntungan
b. Wadi’ah
Secara etimologis, kata wadi’ah berasal dari kata wada’a
asy-syai’ jika ia meninggalkannya pada orang yang menerima titipan. Adapun
wadi’ah secara terminologis, yaitu pemberian kuasa oleh penitip kepada orang
yang menjaga hartanya tanpa konpensasi (ganti)[4]
Jadi, dapat disimpulkan bahwa wadiah adalah Wadiah yaitu akad titipan di mana barang yang dititipkan dapat diambil
sewaktu-waktu. Pihak yang menerima titipan
dapat meminta jasa untuk
keamanan dan pemeliharaan.[5]
Rukun wadi’ah
a. Muwaddi/ penitip
b. Mustauda/ penerima titipan
c. Wadiah bih/ harta titipan
d. Akad
Pembagian Wadi’ah
Secara umum terdapat dua jenis wadiah, yaitu:
1) Wadiah yad al-amanah
Wadiah jenis in memiliki karakteristik sebagai berikut:
a) Harta atau barang yang dititipkan
tidak boleh dimanfaatkan dan digunakan oleh penerima titipan
b) Penerima titipan hanya brfungsi
sebagai penerima amanah yang bertugas dan berkewajiban untuk menjaga barang
yang dititipkan tanpa boleh memanfaatkannya
c) Sebagai kompensasi, penerima titipan
diperkenankan untuk membebankan biaya kepada yang menitipkan
d) Mengingatkan barang atau harta yang
dititipkan tidak boleh dimanfaatkan oleh penerima titipan, aplikasi perbankan
yang memungkinkan untuk jenis in adalah jasa penitipan
2) Wadiah yad adh-dhamanah
Pihak yang dititipi bank boleh
menggunakan dan memamfaatkan harta titipan. Akad terseut bias diaplikasikan
dalam produk rekening giro dan tabungan.[6]
Wadiah jenis ini memiliki karakteristik sebagai berikut:
a) Harta dan barang yang dititipkan
boleh dan dapat dimanfaatkan oleh yang menerima titipan
b) Karena dimanfaatkan, barang dan
harta yang yang dititipkan tersebut tentu dapat menghasilkan manfaat. Sekalipun
demikian, tidak ada keharusan bagi penerima titipan untuk memberikan hasil
manfaat kepada si penitip
c) Produk perbankan yang sesuai dengan
akad ini.
Prinsip wadiah yad dhamanah
inilah yang secara luas kemudian diaplikasikan dalam dunia perbankan syariah
dalam bentuk produk-produk pendanaan yaitu:
a.
Giro (Current Account) wadiah.
b.
Tabungan (Saving Account) wadiah.
2.
Penyaluran Dana
a. Jual
Beli
1) Murabahah
Jual beli murabahah adalah pembelian
oleh satu pihak untuk kemudian dijual kepada pihak lain yang telah mengajukan
permohonanpembelian terhadap suatu barang dengan keuntungan atau tambahan harga
yang transparan.
Pembayaran murabahah dapat dilakukan
secara tunai atau cicilan. Harga yang disepakati dalam murabahah adalah harga
jual sedangkan harga beli harus diberitahukan.[7]
Jenis-jenis murabahah
a) Murabahah berdasarkan Pesanan
Dalam murabahah jenis ini, penjual melakukan pembelian
barang setelah ada pemesanan dari pembeli. Murabahah dengan pesanan dapat
bersifat mengikat atau tidak mengikat pembeli untuk membeli barang yang
dipesannya. Murabahah yang bersifat mengikat berarti pembeli harus membeli
barang yang dipesannya dan tidak bisa membatalkan pesanannya. Adapun
murabahah yang bersifat tidak mengikat walaupun telah memesan barang tetapi
pembeli tersebut tidak terikat maka pembeli dapat menerima atau membatalkan
barang tersebut.
b) Murabahah Tanpa Pesanan
Murabahah jenis ini termasuk jenis murabahah yang bersifat
tidak mengikat. Murabahah ini dilakukan tidak melihat ada yang pesan atau tidak
sehingga penyediaan barang dilakukan sendiri oleh penjual.
Rukun dan Ketentuan Murabahah
c) Pelaku
Pelaku harus cakap hukum dan balig
(berakal dan dapat membedakan), sehingga jual beli dengan orang gila menjadi
tidak sah sedangkan jual beli dengan anak kecil dianggap sah apabila
seizin walinya.
d) Objek jual beli harus memenuhi:
1) Barang yang diperjualbelikan adalah
barang halal
2) Barang yang di perjual belikan harus
bermanfaat
3) Barang tersebut dimiliki oleh
penjual
4) Barang yang diperjual belikan harus
jelas spesifikasinya
5) Barang harus diketahui kuantitas dan
kualitasnya
6) Harga barang harus jelas
7) Barang yang di akadkan ada ditangan
penjual
e) Ijab kabul
Penyataan rida/rela diantara
pihak-pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis melalui
korespondensi atau menggunakan cara-cara komunikasi modern. Apabila jual beli
telah dilakukan sesuai dengan ketentuan syariah maka kepemilikannnya,
pembayarannya, dan pemanfaatannnya atas barang yang diperjualbelikan menjadi
halal. Demikian sebaliknya.
2. Salam
Salam berasal dari kata As salaf yang artinya pendahuluan
karena pemesan barang menyerahkan uang dimuka. Akad salam dapat didefinisikan
sebagai transaksi atau akad jual beli dimana barang yang diperjual belikan
belum ada ketika transaksi dilakukan, dan pembeli melakukan pembayaran dimuka
sedangkan penyerahan barang baru dilakukan dikemudian hari.[8]
Menurut Kompilsi Hukum Ekonomi Syariah, salam adalah jasa
pembiayaan yang berkaitan dengan jual beli yang pembiayaannnya dilakukan dengan
pemesanan barang.[9]
Manfaat transaksi salam bagi pihak
pembeli adalah adanya jaminan memperoleh barang dalam jumlah dan kualitas
tertentu pada saat ia membutuhkan dengan harga yang disepakatinya di awal.
Sementara manfaat bagi si penjual adalah diperolehnya dana untuk melakukan
aktivitas produksi dan memenuhi sebagian kebutuhan hidupnya.
Dalam akad salam, harga barang pesanan yang sudah disepakati
tidak dapat berubah selama jangka waktu akad. Apabila barang yang dikirim tidak
sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati sebelumnya, maka pembeli boleh
melakukan khiar yaitu memilih apakah transaksi dilanjutkan atau dibatalkan.
Untuk menghindari risiko yang merugikan, pembeli boleh meminta jaminan dari
penjual.
Salam paralel artinya melaksanakan
dua transaksi salam yaitu antara pemesan pembeli dan penjual serta antara
penjual dengan pemasok atau pihak ketiga lainnya.
Rukun dan Ketentuan Salam
a. Pelaku adalah cakap hukum dan balig
b. Objek akad:
Ketentuan yang terkait modal
salam
1) Harus diketahui jenis dan jumlahnya
2) Berbentuk uang tunai
3) Diserahkan ketika akad berlangsung
Ketentuan barang salam:
1) Mempunyai spesifikasi yang jelas
2) Harus dapat ditakar
3) Waktu dan tempat penyerahan barang
harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan
4) Barang tidak harus ada ditangan
penjual tapi harus ada pada saat waktu yang ditentukan.
5) Apabila barang tidak ada pada waktu
yang telah ditentukan maka akad nya menjadi rusak
3. Ijab kabul
Adalah penyertaan dan ekspresi
saling rida/rela diantara pihak-pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal,
tertulis, melalui korespondensi atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.
4. Istishna
Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi
Syariah istishna adalah jual beli barang atau jasa dalam bentuk pemesanan
dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pihak pemesan
dan pihak penjual.[10]
Istishna menurut fukaha adalah pengembangan dari sala, dan
diizinkan secara syariah berdasarkan dalil dari alquran dan hadis serta
kesepakatan kaum muslimin.
Istishna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan
pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang
disepakati antar pemesan (pembeli) dan penjual (pembuat). Istishna dapat
dilakukan secara langsung antar dua belah pihak antar pemesan dengan penjual.
Apabila dilakukan melalui perantara maka akad disebut dengan istishna paralel.
Walaupun istishna adalah akad jual beli, tetapi memiliki
perbedaan dengan salam maupun dengan murabahah. Istishna lebih dititikberatkan
pada kontrak pengadaan barang yang ditangguhkan dan dapat dibayarkan secara
tangguh pula.[11]
Dalam istishna paralel penjual dapat membuat akad istishna
kedua dengan subkontaktor untuk membantunya memenuhi kewajiban akad istishna pertama
(antara penjual dan pemesan) pihak yang bertanggung jawab pada pemesan tetap
terletak pada penjual tidak dapat dialihkan pada subkontraktor. Meskipun proses
pengerjaan dilakukan oleh subkontraktor, penjual tetap bertanggung jawab atas
hasil kerja subkontraktor. Pembeli mempunyai hak untuk memperoleh jaminan dari
penjual atas jumlah yang telah dibayarkan, penyerahan barang pesanan sesuai
dengan spesifikasi dan tepat waktu.
Rukun dan Ketentuan Istishna
a.
Transaktor
Terdiri atas pembeli dan penjual.
Kedua transaktor diisyaratkan memiliki kompetensi berupa akil balig dan
kemampuan memilih yang optimal seperti tidak gila, tidak sedang dipaksa, dll.
b.
Objek
istishna
Objek istishna harus jelas
spesifikasinya, penyerahannya dilakukan kemudian, waktu dan tempat penyerahan
barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan, pembeli tidak boleh menjual
barang sebelum menerimanya, tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang
sejenis sesuai kesepakatan, dan memerlukan proses pembuatan setelah akad
disepakati, serta barang yang diserahkan harus sesuai dengan spesifikasi
pemesan, bukan barang masal.
c.
Ijab
kabul
Ijab kabul istishna merupakan
pernyataan dari kedua belah pihak yang berkontrak, dengan cara penawaran dari
penjual (bank syariah) dan penerimaan yang dinyatakan oleh pembeli(nasabah).
5. Sewa
Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan mamfaat. Jadi
pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli. Namun
transaksinya terletak pada objek transaksinya. Bila jual beli pada objek transaksinya
barang, maka pada objek transaksinya
adalah jasa.[12]
Pembiayaan dengan prinsip sewa ditujukan untuk mendapatkan
jasa, dimana keuntungan bank ditentukan didepan dan menjadi bagian harga atas
barang atau jasa yang disewakan. Namun dalam beberapa kasus prinsip sewadapat
pula disertai dengan opsi kepemilikan.[13]
Yang termasuk dalam kategori sewa adalah
a. Ijarah
Ijarah adalah akad pemindahan hak guna(manfaat) atas suatu
barang atau jasa, dalam waktu tertentu dengan pembayaran upah sewa tanpa
diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri.[14]
Ijarah dimaksudkan untuk mengambil manfaat atas barang atau
jasa dengan jalan penggantian. Beberapa contoh kontrak ijarah (pemilikan
manfaat) seperti manfaat yang berasal dari aset seperti rumah untuk ditempati,
mobil untuk dikendarai atau manfaat yang berasal dari karya seseorang seperti
hasil karya seorang insinyur bangunan,tukang tenun, pekerja bangunan, penjahit,
dll. Dan manfaat yang be rasal dari skill/keahlian individu seperti pekerja
kantor, pembantu rumah tangga, dll.
Akad ijarah mewajibkan pemberi sewa untuk menyediakan aset
yang dapat digunakan atau dapat diambil manfaat darinya selam periode akad dan
memberikan hak kepada pemberi sewa untuk menerima upah sewa. Apabila terjadi
kerusakan yang mengakibatkan penurunan nilai kegunaan dari aset yang disewakan
dan bukan disebabkan kelalaian penyewa, pemberi sewa berkewajiban menanggung biaya
pemeliharaannya selama periode akad atau menggantinya dengan aset yang sejenis.
Pengalihan kontrak atau aset yang disewa kemudian disewakan
kembali pada pihak lain boleh dilakukan baik dengan harga sama, lebih tinggi
atau lebih rendah asalkan pemberi sewa mengizinkannya.
Pembayaran sewa dapat dibayar dimuka, ditangguhkan ataupun
diangsur sesuai kesepakatan antara pemberi sewa dan penyewa. Apabila yang
disepakati adalah pembayaran tangguh dan terjadi penundaan pembayaran akibat
penyewa lalai, maka dapat dikenakan denda yang akan digunakan sebagai dana
kebajikan.
Jenis-jenis Ijarah
1) Berdasarkan objek yang disewakan
Dibagi menjadi dua yaitu:
a. Ijarah yang berhubungan dengan sewa
aset atau properti,yaitu memindahkan hak untuk memakai atau properti tertentu
kepada orang lain dengan imbalan biaya sewa.
b. Ijarah yang berhubungan dengan sewa
jasa, yaitu mempekerjakan seseorang dengan upah sebagai imbalan jasa yang
disewa.
Perpindahan kepemilikan dapat dilakukan melalui:
a. Hibah
b. Penjualan, dimana harga harus
disepakati oleh kedua belah pihak sebelum akad penjualan
c. Jual dan sewa kembali (sale and
lease back) atau transaksi jual dan ijarah. Jenis ijarah seperti ini terjadi
dimana seorang menjual asetnya kepada pihak lain dan menyewakembali aset
tersebut.transaksi jual dan sewa kembali harus merupakan transaksi terpisah dan
tidak saling bergantung sehingga harga jual harus dilakukan pada nilai wajar
dan penjual akan mengakui keuntungan atau keutungan pada periode terjadinya
penjualan dalam laporan laba rugi.
Rukun Ijaroh
a. Pelaku yang terdiri atas pemberi
sewa dan penyewa
b. Objek akad berupa manfaat aset dan
pembayaran sewa atau manfaat jasa dan pembayaran upah
c. Ijab kabul/serah terima
b.
Ijarah Muntahiyah Bittamlik
Ijarah muntahiyah bittamlik adalah akad sewa-menyewa
antar pemilik objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas abjek sewa
yang disewakan dengan opsi perpindahan hak milik objek sewa pada saat tertentu
sesuai dengan akad sewa.
Perpindahan hak milik objek sewa kepada penyewa dalam ijarah
muntahiyah bittamlik dapat dilakukan dengan:
a. Hibah
b. Penjualan sebelum akad berakhir
sebesar harga yang sebanding dengan sisa cicilan sewa
c. Penjualan pada akhir masa sewa denga
pembayaran tertentu yang disepakati pada awal akad
d. Penjualan secara bertahap sebesar
harga tertentu yang disepakati dan tercantumdalam akad.
e. Pihak yang menyewakan berjanji akan
menjual barang ang disewakan tersebut pada akhir masa sewa.
Pemilik objek sewa dapat meminta penyewa menyerahkan jaminan
atas ijarah untuk menghindari resiko kerugian. jumlah, ukuran, dan jenis objek
sewa harus jelas diketahui dan tercantum dalam akad.
c. Akad Pelengkap
Pembiayaan dengan akad pelengkap
ditujukan untuk memperlancar pembiayaan dengan menggunakan tiga prinsip diatas.
Berikut akad pelengkap tersebut:
1. Hawalah
Merupakan pengalihan utang dari orang yang berutang kepada
orang lain yang wajib menanggungnya. Atau dengan kata lain pemindahan beban
utang dari satu pihak kepada lain pihak. Dalam dunia keuangan atau perbankan
dikenal dengan kegiatan anjak piutang atau factoring
Rukun dan syarat hawalah
Rukun hawalah/pemindahan utang
terdiri atas:
a. Peminjam
b. Pemberi pinjaman
c. Penerima hawalah
d. Utang
e. Akad
Syarat Hawalah
Menurut kompilasi hukum ekonomi syariah adlah sebagai
berikut[15]:
1) Para pihak yang melakukan akad hawalah/pemindahan utang
harus memiliki kecakapan hukum
2) Peminjaman harus memberitahu kepada pemberi pinjaman
bahwa ia akan memindahkan utangnya kepada pihak lain
3) Persetujuan pemberi pinjaman mengenai pinjaman mengenai
rencana peminjam untuk memindahkan utang adalah syarat diperbolehkannya akad
hawalah.
2. Rahn (gadai)
Gadai adalah perjanjian
(akad) pinjam meminjam dengan menyerahkan barang sebagai tanggungan utang.
Sehingga dapat disimpulkan gadai adalah menjadikan suatu benda itu berharga
sebagai jaminan sebagai tanggungan utang berdasarkan perjanjian (akad) antara
orang yang memiliki hutang dengan pihak yang memberi hutang.
Syarat dan
Rukun Gadai
a.
Syarat gadai:
1)
Sehat fikirannya
2)
Dewasa, baligh
3)
Barang yang digadaikan
telah ada di waktu gadai
4)
Barang gadai bisa
diserahkan/dipegang oleh penggadai
b. Rukun gadai:
1)
Orang yang
menggadai/orang yang menyerahkan barang jaminan(rahin)
2)
Orang yang menerima
barang gadai (murtahin)
3)
Barang yang dijadikan
jaminan(borg/marhun).
4)
Akad(ijab dan qobul)
5)
Adanya hutang yang
dimiliki oleh penggadai.
3.
Qardh
Qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang
dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa
mengharapkan imbalan.[16]
Rukun Qardh
1) pelaku (muqridh dan muqtaridh)
2) objek (uang atau barang)
3) shighat (ijab dan qabul).
4. Wakalah
Wakalah atau wakilah artinya penyerahan atau pendelegasian
atau pemberian mandat dari satu pihak kepada pihak lain. Mandat ini harus
dilakukan sesuai dengan yang telah disepakati oleh si pemberi mandat.[17]
Syarat dan Rukun wakalah
a.
Syarat
muwakil (yang mewakilkan)
Pemilik sah yang dapat bertindak
terhadap sesuatu yang diwakilkan
b.
Syarat
wakil (yang mewakili)
Cakap hukum, dapat mengerjakan tugas
yang diwakilkan kepadanya.
c.
Hal-hal
yang diwakilkan
Diketahui dengan jelas oleh orang
yang mewakili, tidak bertentangan dengan syariah islam, dapat diwakailkan
menurut syariah islam
5. Kafalah
Al-Kafalah merupakan jaminan yang diberikan penanggung kepada
pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dapat
pula diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab dari satu pihak kepada pihak
lain. Dalam dunia perbankan dapat dilakukan dalam hal pembiayaan dengan
jaminan seseorang.[18]
Rukun dan syarat kafalah
a.
Pihak
penjamin
Balig dan berakal sehat, berhak
penuh untuk melakukan tindakan hukum dalam urusan hartanya dan rela dengan
tanggungan kafalah tersebut.
b.
Pihak
orang yang berhutang
Sanggu menyerahkan tanggungannya
kepada penjamin,dan dikenal oleh penjamin.
c.
Pihak
orang yang berpiutang
Diketahui identitasnya, dapat hadir
pada waktu akad atau memberikan kuasa.
d.
Objek
penjamin
Merupakan tanggungan pihak/orang
yang berhutang, baik berupa uang, benda, maupun pekerjaan.
C.
Pelayanan Jasa
Selain menjalankan fungsinya sebagai penghubung antara pihak
yang kelebihan dana dan kekurangan dana, bank syariah dapat pula melakukan
berbagai pelayanan jasa perbankan kepada nasabah dengan mendapat imbalan berupa
sewa atau keuntungan. Jasa perbankan tersebut antara lain berupa:[19]
1. Sharf (valuta asing)
Pada prinsipnya jual beli valuta
asing sejalan dengan prinsip sharf . jual beli mata uang yang tidak sejenis
ini, penyerahannya harus dilakukan pada waktu yang sama. Bank mengambil
keuntungan dari jual beli valuta asing ini. Prinsip ini dipraktikan pada bank
syariah devisa yang memiliki ijin untuk melakukan jual beli valuta asing.
Dasar hukum sharf
Dari Abu Hurairah dari nabi SAW,
bersabda: “(boleh menjual) emas dengan emas dengan setimbang, sebanding, dan
perak dengan perak setimbang sebanding.” (H.R. Ahmad, Muslim, & Nasa’i)
Rukun sharf:
a. Penjual
b. Pembeli
c. Mata uang yang
diperjualbelikan(sharf)
d. Nilaitukar (si’rus sharf)
e. Ijab kabul
2. Wadi’ah
Jenis produk jasa tambahan yang dapat diterapkan adalah
wadiah, namun wadiah yang diterapkan adalah wadiah yad al-amanah. Aplikasi
perbankan wadiah yad al-amanah adalah penyewaan kotak simpanan sebagai sarana
penitipan barang berharga nasabah. Bank mendapat imbalan dari sewa tersebut.
C. Penutup
Kesimpulan
Perbankan syariah merupakan lembaga
yang menghimpun, mengelola dan menyalurkan dana. Oleh sebab itu bank syariah
membutuhkan sumber-sumber dana yang akan dikelola. Adapun sumber-sumber dana
dibank syariah antara lain adalah modal, titipan dan investasi. Sama seperti halnya dengan bank
konvensional, bank syariah juga menawarkan nasabah dengan produk perbankan.
Hanya saja bedanya denga bank konvensional adalah dalam hal penentuan harga,
baik terhadap harga jual maupun harga belinya. Adapun produk-produk yang
ditawarkan seperti mudharabah, musyarakah, murabahah, rahn, dsb. Produk-produk
yang ditawarkan sudah tentu sangat Islami, termasuk dalam memberikan pelayanan
kepada nasabahnya
Saran
Dengan
demikian makalah ini penulis buat. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini banyak kekurangan
terutama dalam segi penulisan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang sifatnya membangun untuk lebih baik lagi dalam penulisan makalah yang
selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Kautsar riza salman, Akuntansi
perbankan syariah, (padang:Akademia Permata, 2012), hal.219.
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah,
(jakarta: kencana prenadamedia group,2013), hal.282.
M. Nur Rianto, Dasar-dasar pemasaran
bank syariah, (bandung: alfabeta, 2012), hal.36.
Kasmir,
Dasar-Dasar Perbankan, ( Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2003), Hal. 217
Adiwarman
A. karim, Bank Islam Analis Fiqh dan
Keuangan, (Jakarta: Grafindo, 2004), hal. 98
T.
M. Hasbi Ash, shiddieqy, Pengantar Fiqh
Muamalah, Cet. II (Jakarta: Bulan Bintang 1984), hal 24
Sri
Indah Nikens Ari, Perbankan Syariah, (Semarang:
Pustaka Rizki Putra, 2012), hal. 129
[1] T. M. Hasbi Ash, shiddieqy, Pengantar Fiqh Muamalah, Cet. II (Jakarta:
Bulan Bintang 1984), hal 24
[2]
Sri Indah Nikens Ari, Perbankan Syariah, (Semarang:
Pustaka Rizki Putra, 2012), hal. 129
[3]
Kautsar riza salman, Akuntansi
perbankan syariah, (padang:Akademia Permata, 2012), hal.219.
[4]
Mardani, Fiqh Ekonomi
Syariah, (jakarta: kencana prenadamedia group,2013), hal.282.
[5]
M. Nur Rianto, Dasar-dasar
pemasaran bank syariah, (bandung: alfabeta, 2012), hal.36.
[6]
Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan, ( Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2003), Hal. 217
[7] Mardani,
Fiqh Ekonomi Syariah, hal. 136
[8] Kautsar
Riza Salman, Akuntansi Perbankan Syariah,
hal. 173.
[9]
Mardani, Fiqh Ekonomi
Syariah, hal.113.
[10]
Mardani, Fiqh Ekonomi
Syariah, hal.113.
[11]
Kautsar Riza Salman, Akuntansi
perbankan syariah, hal. 199
[12] Adiwarman A. karim, Bank Islam
Analis Fiqh dan Keuangan, (Jakarta:
Grafindo, 2004), hal. 98
[13]
M. Nur Rianto Al Arif, Dasar-dasar
Pemasaran, hal. 46.
[14] Kautsar
Riza Salman, Akuntansi perbankan syariah,
hal. 270.
[15]
Mardani, Fiqh Ekonomi
Syariah, hal.268.
[16]
Mardani, Fiqh Ekonomi
Syariah, hal.334.
[17]
Mardani, Fiqh Ekonomi
Syariah, hal.300.
[18]
M. Nur Rianto Al Arif, dasar-dasar
pemasaran, hal. 57.
[19] M. Nur
Rianto Al Arif, Dasar-dasar pemasaran, hal. 58.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar